Suasana rumah cucu di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu yang digugat kakeknya. Foto: kumparan
Kadi dan Narti, kakek dan nenek di Indramayu, Jawa Barat, berseteru dengan sang cucu, ZI (12 tahun) dan Heryatno (20 tahun), karena masalah tanah. Kakek dan nenek itu menggugat kedua cucunya serta menantu bernama Rastiah (37 tahun) ke Pengadilan Negeri (PN) Indramayu.
Kadi dan Narti bahkan mengirimkan satu truk tanah ke jalan di depan rumah cucunya. Tumpukan tanah itu membuat akses jalan ke rumah cucunya tertutup.
Adapun gugatan Kadi dan Narti terkait tanah yang ditinggali almarhum Suparto, yang merupakan anak mereka, yang juga ayah dari cucu mereka.
Tanah yang digugat itu berbeda kecamatan dengan rumah kakek nenek Heryatno. Rumah kakek nenek berada di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Indramayu. Sedangkan rumah yang digugat berada di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu.
Heryatno mengungkapkan pengiriman tanah itu terjadi saat dia bersama dengan kuasa hukum kakek neneknya menjalani mediasi di Sub Den Pom Indramayu, Jalan Kartini.
"Saya ditelepon jam 9 malam oleh pengacara mereka, diminta datang ke Sub Den Pom untuk mediasi. Saya datang bersama keluarga. Di sana sudah ada kakek, nenek, pengacara, bahkan anggota CPM (Polisi Militer)," ujar Heryatno saat diwawancarai kumparan di rumahnya. Senin (7/7).
Namun, mediasi tersebut tidak membuahkan hasil, Heryatno mengungkapkan, justru kakek neneknya malah menyebut telah mengirim satu truk tanah ke depan rumah mereka pada April 2025
"Tanah itu mereka akui kiriman dari mereka. Tapi anehnya, alasan pengiriman tidak jelas. Tiba-tiba saja satu dump truck tanah diturunkan di depan rumah saya, saat saya tidak ada di rumah dan tanpa izin, tanpa pemberitahuan. Sampai saya harus mengangkat motor biar bisa keluar masuk rumah," katanya.
Awalnya, menurut Heryatno, kakek neneknya mengirim pasir satu mobil Colt, kemudian disusul oleh satu dump truck tanah yang menutup total akses ke pintu masuk rumah.
Bukan untuk Tutup Akses Jalan
Heryatno saat menunjukan tanah kiriman dari kakek nenek yang sempat menutupi akses keluar masuk rumah. (7/7/2025). Foto: kumparan
Kuasa hukum Kadi, Saprudin, membantah kliennya mengirimkan tanah untuk menutup akses jalan ke rumah cucunya.
"Di situ kan sering banjir rob, jadi dikasih tanah buat pemadatan bukan nutup jalan," dalih Saprudin.
Menurutnya, tanah tersebut merupakan milik Kadi dan Narti sesuai nama sertifikat yang tercantum. Tanah itu dibeli oleh kliennya tahun 2008 seharga Rp 50 juta menggunakan uang mereka.
"Dibeli tahun 2008, sertifkat jadi 2010 pakai nama dia sendiri (Kadi). Anaknya (Suparto) jualan di depan, monggo dikasih izin," ucapnya.
Tanah itu lalu diizinkan Kadi untuk ditinggali Suparto dan keluarganya. Namun setelah Suparto meninggal, tanah diminta dikembalikan dan cucunya diberikan kompensasi.
"Mau dikasih kompensasi Rp 100 jutaan. Cucu tetap nggak mau," kata Saprudin.
Saprudin menyebut awalnya kakek Kadi tidak ingin membawa masalah ini ke pengadilan. Namun cucunya yang meminta kalau ingin mengambil kembali tanahnya lewat pengadilan saja.
"Tadinya hubungan mereka, kan, baik-baik saja. Yang minta digugat itu dia sendiri (cucunya) katanya kalau mau ngusir saya mana surat dari pengadilannya," kata Saprudin.
Awal Konflik Versi Heryatno
Heryatno saat memberikan keterangan terkait konflik tanah dengan kakek neneknya di rumahnya. (7/7/2025). Foto: kumparan
Pasangan Kadi dan Narti memiliki dua anak kandung yang semuanya perempuan. Namun, Narti telah memiliki anak lelaki dari pernikahan sebelumnya. Anak itu bernama Suparto.
Meski Suparto anak sambung Kadi, tapi hubungannya relatif baik.
Perseteruan ini bermula usai meninggalnya Suparto pada Desember 2023 karena penyakit tetanus. Suparto merupakan ayah dari dua anak yang kini menjadi tergugat.
Menurut Heryatno, tanah tempat mereka tinggal dibeli pada tahun 2008 dengan harga Rp 35 juta.
Dari jumlah tersebut, Rp 12 juta berasal dari Suparto, sementara sisanya Rp 23 juta dibayarkan oleh kakek dan neneknya. Sertifikat tanah atas nama kakek dan nenek menjadi dasar konflik kepemilikan.
"Dulu kakek dan nenek pernah bilang, 'silakan bangun rumah, kami cuma bisa kasih tanah'," kata Heryatno saat ditemui di rumahnya, Senin (7/7).
Heryatno saat menunjukan tanah kiriman dari kakek nenek yang sempat menutupi akses keluar masuk rumah. (7/7/2025). Foto: kumparan
Selama 15 tahun, keluarga Suparto tinggal dan membangun rumah di atas tanah tersebut, sekaligus mengelola usaha warung dan ikan bakar sebagai sumber penghidupan utama.
Heryatno mengaku keluarganya pernah beriktikad baik untuk membayar kembali kekurangan dana pembelian tanah sebesar Rp 23 juta, namun niat tersebut ditolak oleh kakek dan neneknya.
"Kakek dan nenek bilangnya, 'sudah nggak usah, kayak sama siapa aja'," ungkapnya.
Namun tiga hari setelah Suparto meninggal, Kadi meminta agar usaha warung dan ikan bakar tersebut diserahkan kepadanya, dengan alasan untuk menjamin kehidupan ibu dan adik-adik Heryatno. Permintaan itu ditolak karena usaha tersebut sangat vital bagi kelangsungan hidup mereka.
"Saya menolak, karena usaha ini buat biaya kebutuhan sekolah adik saya dan kebutuhan sehari-hari, kayak token, ledeng dan lain-lain, kata saya gitu ke kakek-nenek," ujarnya.
Diminta Kosongkan Rumah
Suasana rumah cucu di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu yang digugat kakeknya. Foto: kumparan
Beberapa minggu setelah penolakan tersebut, cucu dan menantu diminta mengosongkan rumah. Ketegangan memuncak ketika surat gugatan masuk ke pengadilan dengan tuntutan pengosongan paksa dan denda Rp 1 miliar.
"Adik saya sampai menangis baca surat itu. Dia bilang, 'kok tega ya kakek sama nenek ke kita?'," ujar Heryatno.
Menurutnya, adiknya yang masih SD itu kini mengalami tekanan psikologis. Ia enggan bermain bersama teman-temannya dan sempat menolak berangkat ke sekolah.
"Biasanya dia suka main ke pasar malam, tapi sekarang lebih sering mengurung diri di rumah," kata Heryatno.
"Saya kasihan sama adik saya. Dulu dia suka main sama teman-temannya, sekarang tidak mau keluar rumah karena malu dan sedih," katanya.
Sengketa Versi Kuasa Hukum Kadi-Narti
Kadi dan Narti, kakek nenek di Indramayu yang gugat cucunya soal sengketa tanah. Foto: Istimewa
Kuasa hukum Kadi, Saprudin, mengatakan tanah seluas 162 meter persegi itu merupakan milik Kadi dan Narti sesuai dengan Sertifkat Hak Milik (SHM) nomor 402 dengan nama Kadi dan Narti. Tanah itu dibeli oleh kliennya tahun 2008 seharga Rp 50 juta menggunakan uang mereka.
"Dibeli tahun 2008, sertifikat jadi 2010 pakai nama dia sendiri (Kadi)," kata Saprudin kepada kumparan, Selasa (8/7).
Tanah itu lalu diizinkan oleh Kadi untuk ditempati Suparto dan keluarganya. Di sana Suparto membangun rumah dan membuka usaha warung ikan bakar.
"Anaknya (Suparto) jualan di depan, monggo dikasih izin," ucapnya.
Desember 2023 Suparto meninggal, tanah kemudian diminta dikembalikan dan cucunya diberikan kompensasi.
"Mau dikasih kompensasi Rp 100 jutaan. Cucu tetap nggak mau," kata Saprudin.
Berbagai upaya musyawarah dilakukan. Termasuk mediasi yang digelar pada 18 Maret 2025. Di sana akhirnya Heryatno menandatangani sebuah surat pernyataan bersedia mengosongkan tanah tersebut dengan tenggat 20 April 2025.
Bila ketentuan dilanggar maka Heryatno bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Saprudin menyebut awalnya kakek Kadi tidak ingin membawa masalah ini ke pengadilan. Namun cucunya yang meminta kalau ingin mengambil kembali tanahnya lewat pengadilan saja.
"Tadinya hubungan mereka, kan, baik-baik saja. Yang minta digugat itu dia sendiri (cucunya) katanya kalau mau ngusir saya mana surat dari pengadilannya," kata Saprudin.