Tangkapan layar Google Maps: Tahun 2017, ayam goreng Widuran Solo menggunakan kata "Halal" di spanduknya. Foto: Dok. Tangkapan layar Google Maps
Kasus Ayam Goreng Widuran Solo yang menggunakan bahan nonhalal tetapi tidak mencantumkan keterangan di produknya tengah menjadi sorotan. Sejumlah pihak pun mendesak agar pelaku usaha itu diproses pidana.
Berikut desakan agar kasus itu dibawa ke ranah pidana:
Kepala BPJPH: Pelaku Usaha Ayam Goreng Widuran Solo Bisa Dipidana
Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan. Foto: kumparan
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan turut angkat bicara soal Ayam Goreng Widuran Solo menggunakan bahan nonhalal tetapi tidak mencantumkan keterangan di produknya. Menurut Haikal, tindakan tersebut bisa dipidana.
"Sehubungan dengan kasus ini ya, masyarakat yang merasa dirugikan bisa melakukan class action, dan apa yang dilakukan oleh daripada Ayam Goreng Widuran Solo ini, sebenarnya kita apresiasi ketika dia mengumumkan penggunaan minyak babi. Tapi pertanyaannya berikutnya adalah kenapa baru sekarang?" kata Haikal dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (27/5).
Haikal mengatakan, kasus tersebut ranahnya bukan lagi di BPJPH. Tetapi sudah di kepolisian dan perlindungan konsumen. Sehingga, masyarakat yang dirugikan bisa melakukan class action membawa kasus itu ke ranah pidana.
"Mungkin diperdalam dulu apa yang bisa dilakukan. Dari sisi badan halal saya bacakan ya, berdasarkan UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha Ayam Goreng Widuran Solo bisa dijerat pidana berdasarkan pasal 62, pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal 8 dipidana dengan pidana penjara 5 tahun atau pidana denda paling banyak 2 miliar rupiah," kata dia.
Menurut Haikal, aturan jelasnya diatur dalam Pasal 8 huruf I di UU Perlindungan Konsumen.
Menag Koordinasi dengan Sejumlah Lembaga Terkait Polemik Ayam Goreng Widuran
Menteri Agama Nasaruddin Umar memberikan keynote speech pada kumparan Halal Forum 2025 di Ballroom Artotel Mangkuluhur, Jakarta, Selasa (27/5/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menteri Agama Nasaruddin Umar, memberikan respons terkait temuan nonhalal dalam produk yang dijual oleh kios Ayam Goreng Widuran.
Nasaruddin mengatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut. Kementerian Agama akan segera berkoordinasi dengan sejumlah badan yang berwenang, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
"Iya, kami sudah koordinasi dengan teman-teman di badannya. Penjamin produk halal itu ya sedang di tangannya," ungkap Nasaruddin Umar, ditemui dalam acara kumparan Halal Forum, di Ballroom Artotel Mangkuluhur, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (27/5).
Kendati demikian, Nasaruddin masih belum mau memberikan keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Mengenai sertifikasi halal menjadi kewenangan sejumlah lembaga terkait.
"Saya kira nanti yang berhak menjawab pada teman-teman," ujarnya.
Walkot Solo Bakal Panggil Pemilik Ayam Widuran, Sanksi Tunggu Hasil Uji Produk
Wali Kota Solo Respati Ardi menutup sementara Rumah Makan Ayam Goreng Widuran yang berlokasi di Jalan Sultan Syahrir, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Solo. Foto: kumparan
Wali Kota Solo, Respati Ardi, memastikan akan memberi sanksi bagi pemilik usaha Ayam Goreng Widuran. Namun jenis sanksi itu masih menanti hasil uji produk ayam goreng tersebut.
Bahkan, ia pun akan memanggil pemilik usaha untuk mengklarifikasi produknya. Ini terkait dengan masa depan usaha tersebut.
"Kita lihat asesmennya (sanksi tutup permanen). Ini keluar hasil seperti apa. Dan kami akan panggil pemilik usaha. Menanyakan kejelasannya seperti apa," ujar Respati, saat ditemui usai pembuka pameran 40 museum Indonesia di Taman Balekambang Solo, Selasa (27/5).
Respati menegaskan, langkah yang dilakukan semata untuk melindungi konsumen. Ia akan mengizinkan siapa pun berdagang di Solo, jika memenuhi syarat dan jujur kepada konsumen.
"Oh ya (sanksi berat). Ini saya mau mengajak pelaku usaha Kota Solo. Ayo jujur dalam berdagang, sampaikan apa yang dijual dengan sebaik-baiknya," kata dia.
MUI soal Ayam Goreng Widuran Tempel Logo Halal: Tanpa Sepengetahuan
Ilustrasi MUI. Foto: Zinedy/Shutterstock
Ketua MUI Solo, Abdul Aziz Ahmad, mengatakan Ayam Goreng Widuran tidak pernah mengurus sertifikasi halal. Artinya penempelan "halal" itu hanya klaim saja.
"Belum mengurus. Tempel tanpa sepengetahuan MUI Solo," kata Aziz, Selasa (27/5).
"Ini bentuk tahunya itu halal, tapi tidak tahunya minyaknya dari babi dicampur sama ayam jadi haram. Ayamnya sendiri halal, tapi ayamnya kalau disembelih tidak benar jadi haram," ujar Aziz.
Bisa Dijerat Pidana
Aziz menjelaskan, pelaku usaha bisa dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 386 KUHP tentang barang yang dijual tidak sesuai yang dijanjikan.
"Itu bisa diancam hukumnya berat 4-5 tahun penjara," ujar Aziz.
"Masyarakat yang merasa dirugikan (bisa) lapor polisi. Kami hanya bisa mengimbau. Masalah halal dan haram karena bukan lagi tugasnya melakukan sertifikasi halal dan haram," lanjutnya.
Aziz menambahkan, para pelanggan yang telanjur makan ayam goreng tersebut tak berdosa, sebab mereka tak tahu makanan tersebut non-halal.
Komisi III DPR Soal Ayam Goreng Widuran: Culas, Wajib Diberi Tindakan Hukum
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Foto: Dok. Pribadi
Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak agar penipuan konsumen yang dilakukan oleh Ayam Widuran Solo untuk diseret ke ranah pidana.
Ia juga minta polisi segera menindak pemilik rumah makan itu.
"Sudah 50 tahun lebih praktik seperti itu, jadi sulit diterima kalau kita anggap tidak ada kesengajaan dari pihak restoran. Karenanya menurut saya, ini bisa masuk ranah pidana penipuan terhadap konsumen. Saya minta polisi untuk segera bertindak," kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Selasa (27/5).
Restoran Ayam Goreng Widuran sudah buka sejak tahun 1973, atau sekitar 50 tahun yang lalu. Diduga, sejumlah makanan di resto ini dimasak menggunakan bahan nonhalal, yakni minyak babi.
Namun pihak restoran tidak pernah terbuka dengan informasi ini. Masyarakat pun mengira makanan yang dijual halal. Bahkan, penelusuran kumparan menemukan, resto ini sempat memasang logo halal disertai dengan aksara Arab di bannernya tahun 2017.
"Ini disayangkan sekali, padahal tidak apa-apa mereka mau berjualan makanan nonhalal asal jujur dari awal dan umumkan dengan jelas bahwa dagangan mereka nonhalal. Itu sangat boleh," kata Sahroni.
"Tapi yang jadi masalah kan mereka tahu konsumennya banyak yang muslim, berjilbab, tapi tidak diumumkan. Baru bilang setelah viral," sambungnya.
Terakhir, Sahroni menyebut bahwa penggunaan produk nonhalal tanpa pemberitahuan, telah merugikan konsumen yang memeluk agama Islam.