Dirresiber Polda Bali Kombes Ranefli Dian Chandra (kedua dari kanan) menunjukkan barang bukti kasus penipuan data pribadi untuk judol di Polda Bali, Rabu (9/7/2025). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Ratusan warga yang berdomisili di Bali diduga menjadi korban penipuan sindikat judi online atau judol jaringan Kamboja. Para penipu membujuk korban agar bersedia menyerahkan identitas diri dan membuka rekening bank secara daring.
Dirresiber Polda Bali Kombes Ranefli Dian Chandra mengatakan para penipu mengiming-imingi uang imbalan sebesar Rp 500 ribu untuk setiap satu akun rekening bank.
"Ditsiber Polda Bali berhasil mengungkap dugaan pelanggaran perlindungan data pribadi di mana data pribadi ini digunakan untuk membuat rekening untuk praktik judol. Artinya para kelompok ini terafiliasi dengan sindikat judol di Kamboja," katanya di Polda Bali, Rabu (9/7).
Para penipu menyasar warga kalangan kurang mampu mulai dari kelas menengah ke bawah seperti tukang ojek online (ojol) atau karyawan toko dan lain sebagainya. Para penipu mengaku akun rekening mereka akan digunakan untuk membantu pengusaha trading atau pengusaha yang hendak menghindari pajak.
"Para pelaku telah melakukan kegiatan tersebut sejak bulan September 2024 sehingga berdasarkan hasil penyelidikan sampai saat ini sudah mengumpulkan ratusan data rekening dan data pribadi nasabah, para tersangka menjelaskan bahwa rekening-rekening tersebut akan dipergunakan untuk valas saham, termasuk penampungan dana judol dan pengelabuan pajak tahunan (SPT)," sambungnya.
Sejumlah barang bukti ditunjukkan oleh Dirresiber Polda Bali Kombes Ranefli Dian Chandra atas kasus penipuan data pribadi untuk judol di Polda Bali, Rabu (9/7/2025). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Dalam kasus ini, polisi menangkap enam pelaku, yaitu CP (laki-laki, 44 tahun), SP ( perempuan, 21 tahun), RH (laki-laki, 43 tahun), NZ (laki-laki, 21 tahun), FO (laki-laki, 24 tahun), dan PF (perempuan, 21 tahun). Dua pelaku lainnya, WNI berinsial M (laki-laki) dan S (Laki-laki), keduanya DPO.
CP berperan sebagai leader, SP admin dan 4 pelaku lainnya sebagai marketing. Sedangkan M berperan sebagai otak penipuan dan S kurir yang mengirim ATM dan ponsel berisi akun rekening bank ke Kamboja melalui jasa ekspedisi.
Kasus ini terungkap berkat informasi yang diterima pihak kepolisian tentang aktivitas mencurigakan di sebuah rumah di Kota Denpasar pada awal Juli 2025. Polisi menggerebek rumah tersebut dan berhasil menangkap 6 pelaku serta puluhan ponsel untuk beraksi, pada Jumat (4/7).
Kepada polisi, CP yang berprofesi sebagai penyuplai kain ini mengaku tergiur bekerja sama dengan sindikat judol lantaran ekonominya semakin terpuruk sejak pandemi COVID-19. Penjualan kain kian merosot, sementara itu dia diupah sebesar Rp 1 juta untuk 1 akun rekening.
CP diajak bergabung oleh temannya si M. Mereka bertemu saat M liburan ke Bali pada September 2024 lalu. M saat ini diduga berada di Kamboja dan diduga terlibat langsung dengan sindikat judol.
M mengajari CP menjalankan aksi penipuan ini. Yakni, membujuk korban agar mau menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga, selanjutnya mendampingi korban membuka rekening bank secara daring melalui ponsel kosongan hingga mencetak ATM. Ponsel dan ATM itu selanjutnya dikirim ke Kamboja.
CP akhirnya merekrut lima orang karyawan sebagai admin dan marketing untuk memperoleh lebih banyak korban. Para karyawan itu dibayar sebesar Rp 500 ribu untuk 1 akun rekening. Para karyawan juga diarahkan untuk menyasar teman, kenalan, hingga keluarga menjadi korban.
"Kami saat ini bekerja sama dengan pihak bank untuk menelusuri transaksi dan memblokir rekening-rekening yang digunakan untuk sindikat judol ini," katanya.
Atas perbuatannya, para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 65 ayat 1, Pasal 67 ayat 1 UU Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman dihukum maksimal 5 tahun.