Duta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey dan Komandan kapal HMS Richmond Commander Richard Kemp di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Di tengah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, satu kapal besar tampak mencolok di antara kapal-kapal lainnya. Bendera Inggris berkibar di tiang utama HMS Richmond, fregat Type 23 milik Royal Navy Inggris yang tengah berlabuh dalam kunjungan resmi ke Indonesia, Rabu (25/6).
Kedatangannya bukan sekadar lawatan seremonial. HMS Richmond menjadi representasi nyata dari eratnya hubungan strategis antara Indonesia dan Inggris, khususnya dalam bidang pertahanan maritim.
Mesin Perang yang Tak Kasat Mata: Anti-Kapal Selam
Dalam dunia peperangan laut, musuh terbesar sering kali bukan yang terlihat. Ancaman bisa datang dari bawah permukaan laut. Sunyi, gelap, dan mematikan. Itulah spesialisasi HMS Richmond.
"HMS Richmond adalah kapal yang secara dominan merupakan kapal anti-kapal selam, artinya kami berspesialisasi dalam menyerang dan menargetkan kapal-kapal yang berada di bawah garis permukaan laut," kata salah seorang perwira divisi artileri Royal Navy HMS Richmond.
"Namun, dengan persenjataan yang kami miliki di kapal, kami juga mampu menyerang target di udara, darat, permukaan, dan bawah permukaan," tambahnya.
Sebagai fregat Type 23, HMS Richmond dibekali sonar canggih dan sistem tempur bawah laut. Tapi elemen paling vital dalam strategi anti-kapal selamnya justru bisa terbang, yaitu helikopter Merlin Mark II.
Helikoper yang ada dibawa kapal perang Kerajaan Inggris HMS Richmond saat berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Helikopter ini menjadi salah satu kekuatan utama dalam deteksi dan penghancuran kapal selam musuh. Sang Pilot Helikopter Merlin Mark II HMS Richmond, Andy Miller, menjelaskan teknologi dan taktik yang digunakan.
"Sudah digunakan Royal Navy selama sekitar 25 tahun. Jadi, ini bukan helikopter baru lagi. Fungsi utamanya adalah untuk perang anti-kapal selam," jelas Miller.
"Kami bisa secara mandiri melacak dan menyerang kapal selam. Biasanya kami bawa dua torpedo, lalu kembali ke kapal untuk isi ulang dan lanjut lagi," lanjutnya.
Merlin bisa melayang di atas laut, menurunkan sonar aktif ke dalam air lewat kabel panjang, atau menjatuhkan sonobuoy. Sonobuoy merupakan alat sonar kecil yang mengambang di air dan bisa mendeteksi suara kapal selam.
"Sonobuoy ini bisa dipantau dari udara atau dari pesawat lain seperti maritime patrol aircraft (pesawat intai laut) yang bisa berada di udara lebih lama," jelas Miller.
Tampak dalam kapal perang Kerajaan Inggris HMS Richmond saat berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanSuasana saat penyambutan Komandan HMS Richmond, Richard Kemp dan awak kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanDuta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey (kiri) dan Komandan kapal HMS Richmond Commander Richard Kemp (kanan) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanSuasana saat penyambutan Komandan HMS Richmond, Richard Kemp dan awak kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Di balik mesin helikopter dengan tiga unit mesin ini, ada satu tim teknisi berisi 10 orang yang harus selalu siaga.
"Di bagian atas ada tiga mesin, semua sistem penting dibuat dalam tiga unit. Jadi kalau satu rusak, helikopter tetap bisa terbang. Jadi kalau mesin, sistem hidrolik, atau sistem listrik rusak, helikopter ini masih bisa beroperasi," kata Miller.
"Kami punya 10 teknisi khusus. Satu regu teknisi menangani semua urusan pemeliharaan dan rekayasa. Jumlah dan frekuensi perawatan tergantung pada jenisnya. Ada yang berdasarkan jumlah jam terbang, ada juga yang berdasarkan kalender. Tapi helikopter ini sangat mudah dirawat, dan para teknisinya sangat bekerja keras," tambahnya.
Serangan dari Permukaan, Udara, hingga Dalam Laut
Kemampuan HMS Richmond tak berhenti pada peperangan bawah laut. Kapal ini juga dirancang untuk bertahan dan menyerang di segala arah, baik permukaan laut, udara, hingga daratan.
Di dek utama, tersimpan 32 peluncur rudal Sea Ceptor, senjata pertahanan udara yang terhubung dengan radar 997. Sistem ini mampu mendeteksi dan menargetkan pesawat, rudal balistik, hingga drone musuh dalam hitungan detik.
"Di balik sekat atau dinding itu, terdapat 32 rudal Sea Ceptor. Rudal ini terhubung dengan radar pelacak udara utama kami, radar 997," jelas perwira dari divisi artileri.
"Kami dapat menargetkan pesawat musuh, rudal balistik, dan juga drone yang datang mendekat dengan tujuan menyerang kami," lanjutnya.
Upacara penyambutan kapal perang Inggris HMS Richmond di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanUpacara penyambutan kapal perang Inggris HMS Richmond di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanUpacara penyambutan kapal perang Inggris HMS Richmond di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanSuasana saat penyambutan Komandan HMS Richmond, Richard Kemp dan awak kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Jika Sea Ceptor mengamankan udara, maka rudal Naval Strike Missile (NSM) menjadi senjata ofensif dari permukaan. Delapan peluncurnya terpasang di buritan (bagian belakang) kapal dan siap digunakan untuk menghancurkan target darat maupun laut sejauh ratusan kilometer.
"Terdapat delapan rudal serang laut atau Naval Strike Missiles (NSM). Rudal ini pada dasarnya adalah rudal jelajah yang memungkinkan kami menyerang target di permukaan dan di darat," ujar perwira tersebut.
Tak ketinggalan, HMS Richmond memiliki ACG (Automatic Cannon Gun), senjata yang menembakkan peluru kaliber 30 mm. Selain itu, mereka juga memiliki HMG (Heacy Machine Gun), senjata berat kaliber 12.7mm, serta GPMG (General Purpose Machine Gun), yakni senapan mesin serbaguna.
"Ketiga senjata ini, ACG, HMG, dan GPMG digunakan untuk apa yang kami sebut perlindungan kapal. Artinya, ketika ada kapal musuh kecil yang datang mendekat yang bertujuan mencelakai kami, maka kombinasi ACG, HMG, dan GPMG digunakan untuk menghalau ancaman tersebut," jelasnya.
Namun, ada senjata yang juga tak kalah mencolok di kapal HMS Richmond, yakni meriam kaliber 4.5 inch K Mod 1. Senjata ini menembakkan peluru seberat lebih dari 34-36 kilogram dengan jarak tembak hingga 18 mil.
"Senjata ini utamanya digunakan untuk menghadapi ancaman di permukaan, tapi juga bisa digunakan untuk yang kami sebut dukungan tembakan laut," jelas sang perwira.
Peluru ditembakkan dengan kecepatan 23 peluru per menit dengan jarak maksimum 29.500 yard, sekitar 18 mil.
"Kami harus terus-menerus memuat secara manual agar bisa mempertahankan kecepatan tembak 23 peluru per menit itu," kata salah satu perwira yang lain.
"Jika kami sedang benar-benar bertempur, kecepatan dan kesinambungan tembakan bisa menentukan apakah kami menang atau kalah," lanjutnya.
Operasi Boarding dan Taktik Laut Dekat
Selain persenjataan berat, HMS Richmond juga memiliki taktik untuk menghadapi ancaman yang lebih taktis dan jarak dekat, yakni pemeriksaan dan pengamanan kapal musuh di tengah laut. Mereka menggunakan perahu yang bisa melaju hingga kecepatan 30 knot.
"Cara kami mengoperasikannya di kapal adalah dengan membagi tim menjadi tim hijau dan tim biru," kata Nathan, salah satu awak kapal dari Royal Navy.
Tim hijau berisi personel marinir kerajaan (Royal Marines), sementara tim biru dari Angkatan Laut Kerajaan (Royal Navy). Keduanya bisa mengepung kapal target dengan formasi melingkar, lalu naik ke kapal untuk mengamankan seluruh kru, mengecek muatan, dan memastikan tidak ada senjata tersembunyi.
"Kami akan mengirim tim hijau lebih dulu dan keduanya akan melakukan manuver mengelilingi kapal dalam formasi lingkaran 360 derajat. Alasan kami melakukan ini adalah untuk memastikan bahwa semua kru kapal telah dikumpulkan," jelas Nathan.
"Kami juga bisa memastikan bahwa tidak ada yang membawa senjata atau hal berbahaya lainnya. Kami bisa berada di atasnya selama 10, 11, bahkan 12 jam, tergantung situasinya," lanjutnya.
Taktik ini biasa digunakan dalam operasi antinarkotika, pencegahan penyelundupan, hingga perdagangan manusia.
"Pertama sebagai bentuk pencegahan, misalnya terhadap penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, dan lain-lain, tergantung di mana kami melakukannya," ujar Nathan.
"Sebagai bagian dari Carrier Strike Group, kami punya kemampuan tambahan untuk melakukan boarding selama penugasan kami," tambahnya.
Sistem Navigasi dan Shift Para Awak Kapal
Semua kekuatan ini tak akan berjalan tanpa sistem navigasi yang presisi. Di ruang komando, empat orang bertugas setiap empat jam. Di antaranya ada perwira jaga utama, perwira kedua, pelaut senior (Quartermaster), dan operator radio.
"Biasanya saat di laut, ada empat orang di sini. Saya sebagai perwira jaga utama, perwira jaga kedua, seorang QM yang akan saya beri perintah arah kemudi, dan satu operator radio di sisi kanan kapal," jelas perwira jaga utama HMS Richmond.
Ia menyebut, biasanya setiap shift berlangsung selama empat jam. Seseorang akan bertugas selama empat jam, lalu istirahat dan kembali lagi untuk shift berikutnya selama empat jam.
"Bahkan tengah malam pun, akan selalu ada orang yang berjaga di sini," ujarnya.
Posisi kemudi utama dan navigasi dikelola dari ruang ini. Akan tetapi, jika ada kebakaran atau sistem darurat, HMS Richmond punya posisi cadangan untuk mengoperasikan senjata dari atas.
"Misalnya terjadi kebakaran di bawah, dan semua orang harus dievakuasi, barulah kami akan menggunakan posisi ini. Ini adalah kamera yang terhubung dengan senjata, jadi senjatanya bisa dikendalikan dari sini," jelas perwira tersebut.
Suasana saat penyambutan Komandan HMS Richmond, Richard Kemp dan awak kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanSuasana saat penyambutan Komandan HMS Richmond, Richard Kemp dan awak kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (25/6/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Sejarah dan Operasi HMS Richmond
Dilansir dari laman resmi Royal Navy, HMS Richmond merupakan kapal ketujuh yang menyandang nama Richmond dalam sejarah Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
Kapal ini memiliki hubungan historis dengan dua kawasan di Inggris, yakni Richmond upon Thames dan Richmond di North Yorkshire.
Fregat Type 23 ini diluncurkan pada 6 April 1993 dan resmi bergabung dengan Royal Navy pada tahun 1995. Sejak saat itu, HMS Richmond telah aktif dalam berbagai misi global, termasuk memberikan dukungan tembakan laut dalam operasi amfibi di Al Faw, Irak, pada tahun 2003.
Lebih jauh ke belakang, nama Richmond telah digunakan sejak tahun 1655, ketika kapal pertama dengan nama itu (awalnya bernama HMS Wakefield) diluncurkan dan kemudian berganti nama pada 1660. Salah satu pendahulunya, HMS Richmond yang diluncurkan pada tahun 1757, bahkan terlibat dalam perebutan Quebec dan Havana, serta pertempuran di Chesapeake Bay pada masa Perang Kemerdekaan Amerika.
Pada era Perang Dunia II, nama ini kembali muncul lewat kapal HMS Richmond yang sebelumnya adalah kapal milik Amerika Serikat, USS Fairfax, dan dipinjamkan ke Inggris melalui perjanjian Lend-Lease pada 1940. Ia mencatatkan Battle Honours di perairan Atlantik dan Arktik.
Seperti yang tertera pada situs resmi Navy Leaders, jelang penugasannya ke kawasan Indo-Pasifik, fregat Type 23 ini menjadi kapal pertama di kelasnya yang menerima sistem Link 16 Crypto Modernised.
Itu merupakan teknologi komunikasi tempur yang memungkinkan pertukaran data situasional secara jauh lebih cepat dan aman antar kapal, pesawat, dan pasukan sekutu.
Tak hanya itu, kapal ini juga dilengkapi dengan uplink satelit Beyond-Line-Of-Sight (BLOS) yang dikenal sebagai Joint Range Extension Application Protocol. Fitur ini memungkinkan HMS Richmond tetap terhubung dengan jaringan komando dan intelijen, bahkan saat beroperasi di luar jangkauan radar konvensional.
Lebih dari Sekadar Kunjungan Persahabatan
Kunjungan HMS Richmond ke Indonesia menjadi penegas hubungan pertahanan bilateral. Lebih dari itu, kunjungan ini membuka mata publik akan kemajuan teknologi pertahanan laut Inggris dan bagaimana kapal-kapal fregat seperti Richmond menjaga stabilitas di berbagai belahan dunia.
HMS Richmond tidak datang dengan senjata diangkat tinggi. Ia datang dengan etalase kemampuan yang tak kasat mata, kemampuan mendeteksi, merespons, dan bertahan.
Di lautan yang kian kompleks, kapal ini menunjukkan satu hal yakni peperangan modern bukan hanya soal siapa yang menyerang lebih dulu, tapi siapa yang lebih siap dalam segala situasi.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, menyampaikan bahwa kehadiran kapal ini merupakan bagian dari misi diplomasi pertahanan dan kemitraan strategis global Inggris.
"Kami sangat senang HMS Richmond berada di sini hari ini. HMS Richmond adalah bagian dari kelompok kapal induk Carrier Strike Group. Kehadiran ini merupakan bagian dari peran Inggris sebagai pemain global yang berkomitmen menjaga perdamaian dan keamanan internasional," ujar Jermey.
Selain agenda pertahanan, kunjungan ini juga membuka ruang diskusi antar industri. Jermey menyampaikan bahwa sejumlah perusahaan pertahanan Inggris akan naik ke atas kapal HMS Richmond untuk berdiskusi dengan mitra-mitra Indonesia.
"Saya sangat antusias karena akan ada sejumlah perusahaan Inggris terkemuka yang berinteraksi dengan mitra-mitra Indonesia, baik dari sektor bisnis maupun TNI, dalam beberapa hari ke depan di atas kapal HMS Richmond. Mereka akan berdiskusi tentang bagaimana Inggris dapat mendukung pengembangan industri pertahanan di Indonesia," jelasnya.
Sementara itu, Komandan HMS Richmond, Commander Richard Kemp, menambahkan bahwa kapal ini akan menjalani sejumlah kegiatan selama berada di Jakarta.
"Kami memiliki agenda kunjungan yang sangat padat. Dalam beberapa hari ke depan akan ada kegiatan 'Industry Days', seperti yang disebutkan oleh Duta Besar, di mana sejumlah perusahaan Inggris terkemuka akan datang ke kapal untuk berbicara tentang bagaimana mereka dapat mendukung penguatan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan," tutur Kemp.
Selain agenda resmi, kru kapal juga akan ikut dalam berbagai kegiatan budaya dan diplomasi informal.
"Saya rasa beberapa anak buah saya akan terlibat dalam 'gastro diplomacy', mencicipi kuliner khas Indonesia, yang tentu sangat mereka nantikan. Kami juga akan keluar dan bertemu banyak teman baru di Indonesia," sambungnya.
Usai dari Indonesia, HMS Richmond akan melanjutkan pelayaran dalam Carrier Strike Group ke kawasan Indo-Pasifik.
"Kami akan berada di kawasan Indo-Pasifik selama beberapa bulan ke depan untuk melaksanakan latihan bersama dengan sejumlah negara, termasuk Indonesia," ungkap Kemp.
"Ini adalah bagian dari upaya memperkuat hubungan dan melanjutkan apa yang telah dibangun dari penugasan-penugasan sebelumnya serta kehadiran jangka panjang Inggris di kawasan ini melalui HMS Spey dan HMS Tamar," pungkasnya.