Ilustrasi orang tua dan anak main gadget. Foto: zEdward_Indy/Shutterstock
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), mengungkapkan dunia digital saat ini telah banyak memengaruhi kehidupan anak-anak, terutama dalam menggunakan handphone. Apalagi, penggunaan handphone dan gadget lainnya menjadi lebih sering digunakan semenjak pandemi COVID-19, yang mengharuskan mereka belajar secara daring.
Sejumlah permasalahan rentan timbul ketika anak terlalu dibebaskan dalam menggunakan perangkat teknologi. Mulai dari kecanduan bermain gadget, paparan pornografi, cyberbullying, hingga iklan predator anak yang terselip di aplikasi dan game online hanya lewat satu klik saja.
"Ada mispersepsi orang tua tentang keamanan digital. Banyak orang tua cukup memberi nasihat untuk tidak membagikan informasi pribadi. Padahal, tidak, banyak yang mencoba mengekstrak data, penggunaan mikrofon hingga nomor kontak," jelas Dr. Piprim dalam webinar yang diselenggarakan IDAI, Selasa (3/6).
Penggunaan gadget juga sayangnya tidak disikapi dengan bijak oleh seluruh orang tua yang telah memberikan akses kepada anak-anaknya, salah satunya penggunaan media sosial. Ya Moms, berbagai aplikasi termasuk media sosial sebenarnya memiliki bahaya tersembunyi yang mengintai.
Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) - Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
Salah satu yang disoroti oleh Dr. Piprim adalah platform media sosial yang mengumpulkan data anak secara komersial tanpa seizin orang tua. Akibatnya, terjadi kasus kebocoran data Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). Fenomena ini menggambarkan betapa mudahnya data sensitif bisa bocor ke publik, Moms.
Orang Tua Jadi Garda Terdepan Melindungi Privasi Data Anak
Kemudian, Dr. Piprim menyoroti orang tua yang masih belum memiliki pemahaman literasi digital, yang dapat membahayakan masa depan anak karena menjadi korban eksploitasi data dan algoritma.
"Masalahnya, orang tua sendiri kurang literasi digital, demikian juga sekolah. Orang tua dan sekolah masih memiliki literasi digital yang rendah, tidak paham pentingnya pengaturan privasi ketentuan layanan dan meninjau kembali izin aplikasi, sehingga anak terekspos tanpa perlindungan yang memadai," kata dia.
Ia pun mengingatkan orang tua dan sekolah harus menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan data anak di dunia digital.
"Orang tua menjadi garda terdepan perlindungan anak di dunia digital. Membatasi izin aplikasi, menggunakan fitur parental control, hingga privasi data anak. Bila tidak ada tindakan nyata, maka anak-anak Indonesia akan rentan tanpa intervensi konkret," tutur Dr. Piprim.
Lebih lanjut, negara pun dianggap perlu hadir melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama otoritas perlindungan data untuk melakukan audit dan pengawasan ketat perusahaan teknologi. Dr. Piprim menyarankan pemerintah melakukan audit sekolah, mengaudit aplikasi, dan perusahaan teknologi yang digunakan oleh anak-anak, untuk memastikan mereka mematuhi standar keselamatan dan privasinya.