Hari-Hari Menegangkan di Teheran - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Hari-Hari Menegangkan di Teheran
Jul 1st 2025, 10:07 by kumparanNEWS

Long weekend yang seharusnya dinikmati warga Iran berubah menjadi hari-hari menegangkan. Ledakan dan serangan dar der dor bak bunyi petasan yang tak henti-hentinya, sementara drone-drone Israel terbang melintasi langit Teheran. #kumparanNEWS

***

Pukul tiga dini hari, Jumat 13 Juni 2025, suara ledakan membangunkan Purkon Hidayat. Ledakan itu menggetarkan kaca kamarnya. Purkon bergegas bangkit dari tempat tidur untuk mengecek sumber kekacauan. Ia menemukan gemuruh itu berasal dari luar rumah.

Purkon belum terjaga sepenuhnya, namun gelegar kedua disertai bau mesiu sudah menghantam lagi, hanya selang beberapa detik dari gemuruh pertama. Purkon seketika menyadari, pusat ledakan hanya berjarak beberapa meter dari tempat tinggalnya.

"Kaca saya bergetar kencang sekali, tapi enggak sampai pecah. Bau mesiu kecium sampai rumah," cerita Purkon kepada kumparan, Kamis (26/6).

"Ledakannya tiga–empat kali. Setelah pertama yang dar, terus ada ledakan kedua," lanjutnya.

Purkon kebingungan. Ia mencoba mengamankan anak dan istrinya, menjauhkan mereka dari potensi ledakan kaca dalam rumah. Pada saat yang sama, Purkon mencari informasi lewat pemberitaan. Dugaan Purkon benar, Teheran diserang.

Asap membubung tinggi setelah ledakan di Teheran, Iran, Jumat (13/6/2025). Foto: Vahid Salemi/AP Photo
Asap membubung tinggi setelah ledakan di Teheran, Iran, Jumat (13/6/2025). Foto: Vahid Salemi/AP Photo

Purkon meminta anak-istrinya pindah ke ruang tengah, menghindari kaca di kamar tidur yang sewaktu-waktu bisa pecah terdampak ledakan. Apalagi suara letusan di luar tak juga berhenti.

Jelang sebuh, suasana makin riuh. Tetangga Purkon berhamburan keluar rumah. Mereka menyaksikan dan mencoba mencerna apa yang sesungguhnya terjadi.

Purkon juga keluar rumah untuk memastikan kondisi lingkungan sekitar. Pandangannya kemudian mendarat di sebuah apartemen tujuh lantai yang terhantam ledakan. Lantai empat gedung itu terlihat hancur.

Pada saat yang sama, sirene ambulans dan pemadam kebakaran meraung di tengah kota. Suara yang mengirimkan pesan kegentingan.

"Ternyata satu apartemen, tidak jauh dari rumah kami, kelihatan, itu jadi sasaran," kata Purkon.

Ia tak tahu jenis tembakan yang menggempur apartemen tersebut. Menurutnya, tembakan ke gedung tinggi itu bukan rudal, sebab yang hancur hanya di sekitar lantai empat. Bila rudal, maka pasti seluruh bangunan hancur, termasuk area sekitarnya—juga rumah Purkon.

Kompleks perumahan di Teheran utara, Iran, yang terkena ledakan, Jumat (13/6/2025). Foto: Vahid Salemi/AP Photo
Kompleks perumahan di Teheran utara, Iran, yang terkena ledakan, Jumat (13/6/2025). Foto: Vahid Salemi/AP Photo

Purkon bertanya ke sebuah grup percakapan daring yang berisi teman-temannya di Iran. Ia mencari tahu bala apa yang menimpa mereka. Namun tak ada jawaban meyakinkan kala itu. Temannya juga tak tahu pasti apa yang terjadi.

Purkon tetap bersikap tenang di tengah kekacauan. Ia lebih dulu mengamankan anak dan istrinya sambil selalu mencari informasi terbaru di pemberitaan.

Purkon adalah seorang warga negara Indonesia yang sudah 24 tahun menetap di Iran. Ia tinggal di sebuah kompleks perumahan dosen di Teheran utara. Jaraknya tidak jauh dari pusat ibu kota. Ia menganalogikan wilayah tinggalnya seperti Jaksel-nya Jakarta.

Di Iran, ia bekerja sebagai pengajar di salah satu perguruan tinggi di Teheran. Ia mengampu Program Pascasarjana Kajian Asia Tenggara.

Belakangan, dari hasil berselancar di internet, Purkon menyadari alasan permukiman di sekitarnya menjadi sasaran. Rupanya lokasi itu dihuni oleh para ilmuwan yang dituding Israel berkontribusi dalam pengembangan nuklir Iran.

Lewat pemberitaan, Purkon tahu Israel menyerang menggunakan micro drone. Sasaran tembaknya spesifik: pasukan militer dan ilmuwan. Salah satunya Mohammad Mehdi Tehranchi yang pernah menjabat rektor pada dua universitas di Iran. Ia terkenal sebagai ilmuwan nuklir. Ia tewas pada serangan itu.

Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan

Serangan Israel jelas menyasar permukiman dosen yang notabene warga sipil.

"[Target] paling dekat [dengan tempat tinggal] saya itu ilmuwan. Terus buka berita, ternyata ada jenderal-jenderal yang mati," ujar Purkon.

Ada eskalasi serangan sejak Jumat pagi itu. Selang lima jam usai serangan pagi, beredar informasi di lingkup sosial Purkon bahwa Iran diminta menyerah kepada Amerika Serikat.

Berdasarkan info yang diperoleh Purkon saat itu, AS seolah di atas angin karena Israel, sekutunya, berhasil membombardir pertahanan militer Iran, termasuk mematahkan teknologi antirudal Iran.

Serangan Israel memuncak pada Sabtu malam (14/6). Purkon mulai panik. Ia mendengar suara tembakan dari berbagai penjuru, disertai kabar gugurnya tokoh-tokoh militer. Informasi mencekam datang bertubi-tubi.

"Jadi di langit Iran itu kan banyak drone. Tiap jam kami lihat itu, tiba-tiba ada informasi jenderal ini mati, jenderal itu mati. Pas Sabtu malam itu, masyarakat sudah agak panik—'Ya mau gimana? Di sana-sini dar der dor,'" kata Purkon menggambarkan malam mencekam di Teheran.

Warga menghadiri prosesi pemakaman komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran yang terbunuh dalam serangan Israel di Teheran, Sabtu (28/6/2025). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Warga menghadiri prosesi pemakaman komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran yang terbunuh dalam serangan Israel di Teheran, Sabtu (28/6/2025). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS

Untungnya, lanjut Purkon, pemerintah Iran mampu menguasai situasi hari itu juga. Jenderal-jenderal yang gugur diganti. Sinyal antirudal mereka yang sempat diretas pun kembali aktif. Alhasil serangan udara Israel dapat dihalau kembali.

Saling serang di udara tak terelakkan. Iran bertahan dan menyerang balik. Mereka menembaki roket Israel. Tembak-menembak di langit Teheran itu juga dilihat Purkon.

"Langit Teheran kayak [dipenuhi] kembang api. Jger, jger, jger malam itu," ujar Purkon menirukan suara tembakan yang ia saksikan.

Tembakan tidak hanya sekali. Jarak antara lokasi yang diserang dengan kediaman Purkon pun tak jauh.

"Dekat, kayak di atas kita ini main petasan," kata Purkon.

Selang beberapa waktu, Purkon mendengar pemberitaan dari pemerintah Iran bahwa mereka berhasil menembak jatuh dua jet tempur Israel. Purkon menggumam heran melihat Iran bisa cepat pulih, bahkan mengubah situasi.

Perang udara terus berlanjut. Menurut Purkon, "Besoknya, kejadiannya sama. Ada serangan, serangan, serangan; banyak pengumuman tokoh ini meninggal, tokoh itu meninggal."

Long weekend yang seharusnya menjadi masa tenang bagi warga Teheran pun berubah menjadi hari-hari menegangkan.

Petugas berjaga di Teheran, Iran, Selasa (24/6/2025). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Petugas berjaga di Teheran, Iran, Selasa (24/6/2025). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS

Akhir pekan itu sebetulnya memang long weekend di Iran, sebab mereka libur dari Kamis sampai Minggu. Tidak seperti di negara-negara lain, tiap pekannya, hari libur di Iran ialah Jumat, sedangkan hari kerja dari Sabtu sampai Kamis (setengah hari).

Pekan saat serangan Israel terjadi, selain Kamis dan Jumat yang memang hari libur normal bagi kebanyakan warga Teheran, Sabtu dan Minggu-nya juga merupakan libur nasional Iran karena bertepatan dengan Hari Raya Ghadir yang diperingati muslim Syiah.

Selama long weekend ini, warga Teheran biasa bepergian keluar kota, seperti warga Jakarta di Indonesia yang kerap berbondong-bondong ke daerah-daerah sekitarnya untuk berlibur.

"[Saat serangan Israel], sebagian orang di luar kota, liburan. Jadi kosong sebagian rumah di sana," cerita Purkon.

Sementara mereka yang menghabiskan long weekend di dalam kota sontak kaget dengan serangan Israel.

Gempuran Israel ke Teheran pada 13 Juni itu menghancurkan kawasan permukiman. Media Iran melaporkan, serangan dini hari itu menewaskan 78 orang dan melukai 329 orang. Enam di antara yang gugur adalah ilmuwan nuklir, sedangkan 20 lainnya merupakan komandan militer senior.

Warga menghadiri prosesi pemakaman komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran yang tewas dalam serangan Israel ke Teheran, Sabtu (28/6/2025). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Warga menghadiri prosesi pemakaman komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran yang tewas dalam serangan Israel ke Teheran, Sabtu (28/6/2025). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS

Usai long weekend, serangan tak berhenti. Senin (16/6), sekitar jam 6 sore waktu setempat, kantor berita Iran, Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB), tempat kerja kedua Purkon, diserang oleh roket Israel. Dibom.

Purkon beruntung karena sore itu tak sedang di sana. Ia izin tak masuk lantaran harus menguji mahasiswanya. Ada empat orang Indonesia lain yang bekerja di IRIB bersama Purkon. Syukurlah keempatnya selamat.

"Empat orang Indonesia itu jadi saksi mata serangan. Presenternya ketika masih meliput, diserang. Jadi penyiarnya sedang membaca berita, tiba-tiba diserang rudal atau roket," kata Purkon.

Ia seketika panik dan menganggap kondisi di Teheran sudah tak aman. Purkon pun menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran. KBRI Teheran menetapkan situasi di Iran, terutama Teheran, dalam kategori Siaga I.

Selasa (17/6), Purkon dan keluarganya mengungsi ke kota Qom—di barat daya Teheran—yang tergolong masih aman. Jaraknya dua jam berkereta api dari Teheran. Qom jadi lokasi pengungsian sementara karena akses menuju Iran bagian utara macet dan transportasinya sulit.

Kota Qom di barat daya Teheran. Foto: Dok. Ismail Amin
Kota Qom di barat daya Teheran. Foto: Dok. Ismail Amin

Purkon mengungsi bukan cuma karena dar der dor di Teheran, tapi juga karena situasi makin menegangkan akibat adanya sweeping terhadap warga yang dicurigai menjadi mata-mata atau bekerjasama dengan Israel.

Jadi, cerita Purkon, pada serangan awal yang dilayangkan Israel, tidak semua drone terbang langsung dari Israel. Ada pula yang terbang dari "dalam". Lewat mata-matanya, Israel menjadikan rumah-rumah kosong atau rumah orang yang bekerja sama dengan mereka sebagai tempat peluncuran drone.

Akibatnya, semua rumah yang dicurigai menjadi tempat peluncuran serangan didatangi aparat, terutama rumah warga pendatang. Dan untuk meminimalisasi serangan serupa, pemerintah Iran sempat melarang petugas pencatat tagihan gas dan air berkeliling ke rumah-rumah penduduk.

"Enggak boleh ada aktivitas. Pencatatan gas dan yang lainnya ditiadakan. Digratiskan dulu," jelas Purkon.

Meski ia tak didatangi aparat dalam operasi sweeping, Purkon tetap cemas. Ia dan keluarganya mengungsi ke Qom selama dua hari, kemudian dihubungi staf KBRI soal rencana evakuasi.

Proses pemulangan WNI dari Iran. Foto: Kemlu RI
Proses pemulangan WNI dari Iran. Foto: Kemlu RI

Purkon memutuskan ikut evakuasi. Ia tak menghiraukan lagi pekerjaannya. Keselamatan keluarga jadi prioritasnya. Kamis (19/6), Purkon kembali ke Teheran, tapi bukan untuk pulang ke rumah. Ia dan keluarganya menuju KBRI, berkumpul dengan WNI lain yang ingin dievakuasi.

"Yang penting dipulangkan dulu [ke Indonesia]. Masalah bagaimana saya kerja nanti dan yang lainnya, itu urusan belakangan," tegas Purkon.

Duta Besar Indonesia untuk Iran, Rolliansyah Soemirat, mengatakan bahwa pihaknya ketika itu memfokuskan evakuasi pada WNI yang sudah mendaftar. Artinya: WNI yang memang bersedia dievakuasi. Sementara bagi yang tidak ingin pulang ke Indonesia, tidak dipaksa.

"Sebelum evakuasi tahap pertama tanggal 20 Juni, banyak WNI [di Iran] yang melaporkan bahwa situasi di kota tempat tinggal mereka itu aman. Tidak ada situasi serangan apa pun," kata Roy, sapaan Rolliansyah, kepada kumparan, Rabu (25/6).

Purkon termasuk satu dari 97 WNI yang mendaftarkan diri untuk dievakuasi ke Indonesia pada tahap pertama. Saat itu ia mengalkulasi konflik akan meluas karena motivasi serangan Israel diduga adalah pergantian rezim. Israel dan AS menghendaki Ayatollah Khamenei diturunkan dari tampuk kepemimpinan Iran.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Foto: REUTERS
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Foto: REUTERS

Perkiraan Purkon tak meleset. Pemerintah Iran sempat menyatakan perang terbuka dan meluncurkan rudal ke Tel Aviv, Israel. Gempuran itu ditujukan sebagai serangan balik.

Balasan Iran ke Israel kemudian direspons AS dengan menyerang tiga fasilitas nuklir Iran, Minggu (22/6). Sebagai reaksi, hari berikutnya, Senin (23/6), Iran menghancurkan pangkalan militer AS di Doha, Qatar.

Purkon ingin menghindari kemungkinan terburuk. Lebih baik ia pulang dulu ke Indonesia. Namun siapa sangka, perjalanan pulang ke Indonesia amat berliku. Purkon dan rombongan WNI gelombang pertama dari Iran membutuhkan waktu seminggu lebih untuk tiba di Indonesia.

Dengan situasi genting di Iran, mereka tak lantas terbang dari Teheran menuju Jakarta. Rombongan WNI itu menyeberang lebih dahulu ke Azerbaijan, di utara Iran, terbang ke Qatar, sempat mendarat darurat di Saudi, lalu tiba di Indonesia.

Simak perjalanan panjang mereka dalam kisah berikutnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post