Evakuasi WNI dari Iran: Menyeberang ke Azerbaijan, Mendarat Darurat di Saudi - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Evakuasi WNI dari Iran: Menyeberang ke Azerbaijan, Mendarat Darurat di Saudi
Jul 1st 2025, 10:00 by kumparanNEWS

Evakuasi WNI tahap pertama dari Iran berlangsung dramatis. Mereka menempuh perjalanan panjang selama 6 hari untuk tiba di Indonesia. Tak bisa langsung terbang dari Teheran ke Jakarta.

***

Purkon Hidayat, dosen yang telah 24 tahun tinggal di Iran, ikut dalam rombongan gelombang pertama warga negara Indonesia yang dievakuasi dari Teheran. Total ada 97 WNI yang tergabung dalam rombongan ini.

Mereka meninggalkan Teheran pada Jumat, 20 Juni 2025. Faktor keamanan menjadi alasan Purkon membawa istri dan anaknya pulang ke Indonesia. Namun, perjalanan pulang ternyata berlangsung menegangkan dan menghabiskan waktu berhari-hari.

Kepada kumparan, Purkon menceritakan pengalaman langka itu. Jumat (20/6), ia dan rombongannya berangkat dari KBRI Teheran pagi-pagi sekitar pukul 7. Mereka dikelompokkan dalam empat bus yang beriringan menuju bagian utara Iran untuk menyeberang ke Azerbaijan.

Purkon dkk harus menempuh perjalanan darat ke perbatasan karena layanan penerbangan dari Iran tak tersedia. Pintu masuk Iran melalui udara ditutup imbas perang Iran-Israel yang saling melontarkan roket.

Proses pemulangan WNI dari Iran. Foto: Kemlu RI
Proses pemulangan WNI dari Iran. Foto: Kemlu RI

Setelah sekitar 18 jam perjalanan, rombongan WNI dari Teheran itu tiba di tepi Azerbaijan melalui pintu perbatasan Astara.

"Jadi dari Teheran jam 7 pagi, sampai border jam 8 malam, magrib," cerita Purkon.

Di perbatasan, mereka mengantre puluhan jam untuk diperiksa sebelum akhirnya masuk ke Azerbaijan.

Pelintasan perbatasan itu sesak dengan orang-orang yang juga ingin keluar dari Iran. Mereka semua hendak mengungsi.

Ketika itulah Purkon melihat orang-orang China ikut berdesakan. Pemandangan itu membuat Purkon makin sadar bahwa situasi di Iran tak baik-baik saja. Menurut rekan-rekannya, bila yang keluar dari Iran adalah orang Eropa atau warga negara lain, itu biasa saja dan terjadi setiap waktu.

"Tapi kalau sudah orang China keluar, itu artinya kondisi sangat darurat. Kira-kira begitulah kata kawan saya," ujar Purkon.

China dikenal sebagai sahabat Iran. Beberapa proyek strategis di Iran, misalnya, bersumber dari pendanaan atau hasil kerja sama dengan China. Itu sebabnya banyak warga China bekerja di Iran.

Perbatasan Iran-Azerbaijan. Foto: Shutterstock
Perbatasan Iran-Azerbaijan. Foto: Shutterstock

Rombongan Purkon akhirnya berhasil menyeberang ke Azerbaijan setelah 7 jam mengantre di perbatasan. Betul-betul melelahkan.

"Masuk [border] jam 8 habis magrib, dan baru keluar jam 3 pagi," kata Purkon.

Dari perbatasan, para WNI dijemput Dubes RI untuk Azerbaijan. Mereka diantar dengan bus selama empat jam menuju Baku, ibu kota Azerbaijan.

Purkon dan puluhan WNI itu diinapkan di Baku selama tiga hari, dari 21–23 Juni, sembari pihak KBRI menyusun strategi pemulangan. Rencananya, untuk terbang ke Indonesia, rombongan dibagi menjadi beberapa kloter. Ada yang terbang ke lewat Turki, juga lewat Qatar.

Purkon masuk kloter yang mengambil rute Qatar. Mereka rencananya terbang dengan pesawat komersial Qatar Airways untuk transit di Doha, kemudian disambung Garuda Indonesia.

WNI yang evakuasi dari Iran mendapatkan pengaran di Baku, Azerbaijan, sebelum dipulangkan ke tanah air, salah satunya Purkon Hidayat. Foto: Dok. Istimewa
WNI yang evakuasi dari Iran mendapatkan pengaran di Baku, Azerbaijan, sebelum dipulangkan ke tanah air, salah satunya Purkon Hidayat. Foto: Dok. Istimewa

Senin (23/6), sekitar pukul 5 sore, rombongan Purkon melanjutkan perjalanan dengan terbang ke Doha. Siapa sangka masalah muncul kala pesawat yang mereka tumpangi mengudara. Ketika itu Iran menyerang pangkalan militer AS di Qatar. Imbasnya, bandara di Qatar ditutup.

Padahal, jarak penerbangan dari Baku ke Doha sebenarnya tak terlalu jauh, hanya 2 jam penerbangan dalam situasi normal. Namun, serangan balasan Iran ke AS—yang lebih dulu menyerang fasilitas nuklir Iran—membuat rombongan Purkon harus menunggu seharian dalam pesawat.

Pesawat kemudian mendarat darurat di Jeddah, Arab Saudi. Nahasnya, karena Jeddah bukanlah tujuan sebenarnya dari pesawat yang ditumpangi Purkon dkk, maka mereka tidak turun dari pesawat. Jadi, sebetulnya pesawat tersebut hanya menumpang parkir sembari menunggu Bandara Doha dibuka.

Rombongan Purkon terpaksa diam di dalam pesawat yang terparkir selama 6 jam lebih. Sungguh meletihkan. "Bayangkan saja," ujar Purkon.

Lewat dari enam jam, barulah pilot mengumumkan bahwa Bandara Doha sudah dibuka. Purkon dkk pun lanjut terbang menuju Doha, dan mendarat Rabu (25/6).

Sejumlah calon penumpang duduk menunggu keberangkatan di Bandara Internasional Hamad, Doha, Qatar, Selasa (24/6/2025). Foto: Stringer/Reuters
Sejumlah calon penumpang duduk menunggu keberangkatan di Bandara Internasional Hamad, Doha, Qatar, Selasa (24/6/2025). Foto: Stringer/Reuters

Tiba di Doha, masalah belum berakhir. Situasi bandara seperti chaos. Karena bandara itu baru dibuka, penumpang menumpuk dan mengantre di sana sini. Pesawat yang hendak mendarat dan terbang pun harus mengantre.

Bandara penuh sesak. KBRI Doha bahkan tak bisa mengakses penggantian tiket Purkon dkk untuk terbang ke Jakarta. Mereka harus ganti tiket karena Garuda Indonesia yang hendak ditumpangi dari Doha, batal terbang dari Jakarta usai serangan 23 Juni itu.

"Orang-orang dari berbagai negara antre sampai panjang, satu kilo. Terus ada yang gendong bayi, segala macam, kasihan juga. Semua mau ganti tiket," kata Purkon yang juga mengkhawatirkan anaknya yang masih kecil akan drop dalam perjalanan.

Setelah cukup lama menunggu dan dibantu KBRI Doha berkomunikasi dengan maskapai, rombongan Purkon akhirnya mendapat tiket penerbangan ke Jakarta pada Kamis, 26 Juni, pukul 3 pagi. Mereka pun tiba di Indonesia pukul 4 sore.

Bila dihitung, hampir seminggu Purkon dan keluarganya menghabiskan waktu transit berpindah-pindah sebelum sampai ke Indonesia. Mereka melintasi beberapa negara; berpacu di darat dan udara.

Purkon Hidayat (paling kiri) dan sesama WNI yang evakuasi dari Iran di Bandara Baku, Azerbaijan. Foto: Dok. Istimewa
Purkon Hidayat (paling kiri) dan sesama WNI yang evakuasi dari Iran di Bandara Baku, Azerbaijan. Foto: Dok. Istimewa

Selain Purkon, ada juga Sulthon Fathoni, mahasiswa asal Indonesia yang ikut evakuasi. Ia meninggalkan kuliahnya sementara waktu. Perkuliahan Sulthoni sebenarnya sudah masuk tahap ujian akhir semester. Namun sejak serangan Israel, perkuliahan ditunda.

Mulanya ujian semesternya diundur tiga minggu, tapi saat memasuki minggu keempat perang belum reda, maka diputuskan oleh Menteri Pendidikan Iran agar perkuliahan diundur sampai semester depan. Sulthoni beda dengan Purkon. Tinggalnya jauh dari kengerian Teheran.

Sulthoni menetap di Iran bagian timur, tepatnya Kota Mashhad sejak tahun 2021. Ia kuliah di Universitas Ferdowsi Mashhad. Kota yang ditempati Sulthoni relatif aman. Kehidupan sehari-hari tetap tampak normal meskipun ada beberapa anterin di stasiun bahan bakar. Gejala panic buying.

Kehidupan kota, kata dia, normal-normal saja. Satu-satunya yang membuat sedikit mencekam adalah isu mata-mata. Orang bisa saja saling laporan ke polisi karena dicurigai sebagai mata. Segala sesuatu yang dicurigai menyimpan drone atau bom, dari mobil hingga boks-boks mencurigakan berisi roket bisa seketika digeledah.

"Jadi kondisinya itu nampak seram karena ada kayak gitu-gitu. Suruh melaporkan," ujar Sulthoni kepada kumparan, Rabu (25/6).

Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) berjalan keluar terminal setibanya dari Iran di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Selasa (24/6/2025). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) berjalan keluar terminal setibanya dari Iran di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Selasa (24/6/2025). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA

Sulthoni pernah melihat serangan bom dari rumahnya. Namun mereka menganggapnya biasanya. Belum termasuk kondisi mencekam. Bukan serangan bom yang bertubi-tubi seperti di Teheran.

"Sempet di rumah itu jadi boom boom boom kek gitu beberapa kali sore terus besoknya lagi boom boom. Pertama memang kaget ya keluar, saya keluar, itu orang di sekitar rumah saya juga keluar semuanya," terangnya.

Kendati tempat tinggalnya tergolong aman, Sulthoni tetap memutuskan ikut evakuasi KBRI. Keluarganya di Indonesia mengkhawatirkannya. Keluarganya panik. Sementara sisi lain Sulthoni tak semudah biasanya komunikasi ke Tanah Air. Akses internet di Iran saat serangan dibatasi. Aplikasi di luar buatan Iran diblokir.

Kondisi itu yang membuat Sulthoni memutuskan pulang ke Indonesia. Tak ingin keluarga terlalu mengkhawatirkannya. Ia lalu mendaftar ke rombongan KBRI dan dimasukkan pada kloter Turki. Sehingga kepulangannya pun lancar-lancar saja.

"Kami setelah transit di Turki, di situ sudah dijemput oleh KBRI Turki. Jadi lancar, yang antri kita diarahkan agar tidak antre," imbuh Sulthoni.

WNI berjalan keluar terminal setibanya dari Iran di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Selasa (24/6/2025). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA
WNI berjalan keluar terminal setibanya dari Iran di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Selasa (24/6/2025). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA

Direktur Perlindungan WNI Kemlu Judha Nugraha menyatakan, per 28 Juni, ada 79 orang WNI yang dievakuasi dan tiba di Indonesia. Sisanya masih menunggu diterbangkan dari Baku, Azerbaijan. Gelombang terakhir WNI yang dievakuasi tiba di Jakarta pada 30 Juni 2025.

Kondisi Iran Sudah Kembali Normal

Kehidupan di Iran kembali normal sesaat setelah pemimpin negaranya menyepakati tawaran gencatan senjata. Masyarakat kembali beraktivitas normal setelah insiden saling serang selama 12 hari.

Ketegangan mereda. Yusuf Ali, WNI yang saat ini masih bertahan di Qom, mengatakan situasi sudah kondusif. Terlebih Qom memang sejak awal tidak terdampak banyak oleh serangan Israel, maupun Amerika Serikat.

Aktivitas ekonomi juga kembali seperti biasa. Meskipun sekolah dan beberapa kantor masih dalam masa libur. Sebab, kata Yusuf, di Iran sekarang memang tengah musim panas yang berarti musim libur panjang di Iran, umumnya di seluruh bagian Timur Tengah.

Akses internet pun kembali pulih. Di awal-awal saling serang, internet tak bisa diakses. Terlebih bila menggunakan untuk aplikasi di luar buatan Iran, seperti Instagram, Facebook, hingga WhatsApp. Situasi itu malah bikin Yusuf khawatir karena tak bisa berbagi kabar dengan keluarga di Indonesia.

Kota Qom di Iran. Foto: Shutterstock
Kota Qom di Iran. Foto: Shutterstock

Sekitar semingguan Yusuf tak bisa mengirimkan kabar ke keluarga. Sementara pemberitaan yang beredar di Indonesia menyatakan bahwa Iran sudah hampir dikuasai Israel. Komunikasi sulit membuat Yusuf tidak tenang.

"Saya lebih khawatir tidak bisa komunikasi dengan keluarga di Indonesia daripada saya diserang oleh Israel," kata Yusuf kepada kumparan, Jumat (27/6).

Yusuf bersyukur jaringan internet mulai stabil lagi pasca kesepakatan gencatan senjata. "Bersyukur dan senang banget, akhirnya kita bisa komunikasi dengan keluarga di Indonesia," tambahnya.

Kehidupan di Teheran pun kembali normal. Media Al Jazeera bahkan sudah menuliskan bahwa situasi di Ibu Kota Iran itu sudah kembali normal sejak Rabu, 25 Juni 2025. Sejak semua pihak menyepakati gencatan senjata.

Kegiatan bisnis di Teheran mulai bangun lagi. Warga berbondong-bondong kembali ke rumah. Restoran, kafe, sampai Alun-alun Revolusi kembali dipenuhi warga. Beberapa orang merayakan dan mengekspresikan berakhirnya serangan.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat saat konferensi pers di Menteng Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024). Foto: Tiara Hasna/kumparan
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat saat konferensi pers di Menteng Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024). Foto: Tiara Hasna/kumparan

Duta Besar Indonesia untuk Iran, Rolliansyah Soemirat, juga mendapatkan laporan serupa dari KBRI. Rabu, 25 Juni, menjadi hari pertama tak ada serangan sejak 13 Juni.

"Situasi saat ini sudah mulai membaik di ibu kota sendiri, di Teheran. Paling tidak per pagi ini saya dapat laporan dari teman-teman di KBRI bahwa untuk pertama kalinya sejak tanggal 13 Juni minggu lalu itu," ujar Roy, sapaan Rolliansyah.

Purkon juga mendapat kabar bahwa beberapa kenalannya yang sebelumnya bepergian ke daerah utara telah kembali ke Teheran.

Meski situasi mereda, Purkon yang sudah ngelotok berbahasa farsi itu tetap diminta kawannya tak terburu-buru balik ke Iran. Ia dianjurkan melihat situasi lebih lanjut.

"Kata mereka, tunggu dulu, lihat situasi karena ini kan sangat rentan," ujar Purkon.

"Saya mungkin akan pulang [ke Iran], minimal menunggu status siaga I diturunkan jadi siaga II atau III," tutupnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post