Anggota DPR RI Fraksi PKB Maman Imanul Haq. Foto: DPR RI
Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, meminta Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Chori Fauzi, memberikan edukasi kepada anak-anak terkait penggunaan aplikasi seluler. Salah satu aplikasi yang menjadi perhatiannya ialah MiChat.
Maman dalam Rapat Kerja bersama Menteri PPPA di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (7/7), mengatakan aplikasi MiChat membahayakan.
"Saya selama sidang ini, Ibu Menteri, menerima ada satu aplikasi yang membahayakan, soal aplikasi MiChat. Tolong ini diedukasi, karena korbannya adalah anak-anak. Anak-anak SD, SMP, bahkan ada yang jadi pelaku, seperti itu," ujarnya.
MiChat merupakan aplikasi sosial media. Penggunanya dapat mengirim dan menerima pesan dari teman maupun keluarga. Selain itu juga bisa terhubung dengan orang-orang baru di sekitar.
"Nah ini mengejutkan. Saya nggak tahu malah, tapi masukannya banyak sekali, terutama di dapil saya. Kasus terakhir itu, anak SMP yang menjadi korban," tambahnya.
Maman tidak mengungkap kasus kejahatan yang dimaksudnya. Namun, salah satu kejahatan yang kerap terjadi menggunakan aplikasi ini ialah prostitusi.
Dalam rapat Maman berseloroh untuk mengecek handphone semua orang yang hadir di rapat itu.
"Coba, coba dicek kalau ada di antara ruangan ini yang memakai MiChat, nah itu berarti pelaku," ucapnya.
Merawat Korban Kekerasan
Selain meminta Arifah untuk mengecek aplikasi berwarna hijau itu, Maman juga mempertanyakan Arifah mengapa ikut merawat perempuan-anak korban kekerasan. Menurutnya, seharusnya itu menjadi urusan Kementerian Sosial saja.
Adapun di rapat ini, Arifah meminta tambahan pagu anggaran Rp 50 miliar karena dari pagu anggaran Rp 133 miliar, tak ada yang dialokasikan untuk perlindungan dan pemulihan korban kekerasan.
"Ini menjadi masukan juga untuk Ibu Kementerian PPA. Tadi kenapa orang yang disiram itu oleh pacarnya lalu harus diurus oleh Ibu? Kenapa tidak di Kemensos aja? Yang diurus Kementerian PPA dengan anggaran yang begitu minim, jadi saya enggak kebayang bagaimana menjadi seorang Menteri PPA dengan wakil di pinggirnya, ngomong hanya mengajukan Rp 50 miliar, sementara yang satu ngajuin 20 triliun," ucapnya.
"Padahal salah satu yang menjadi urusan PPA itu adalah soal edukasi," sambungnya.
Dalam rapat ini, Arifah bercerita, bahwa banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diurus oleh Kementerian PPPA tanpa adanya dana.
"Ini harus kami ambil alih walaupun kami belum tahu dananya dari mana. Alhamdulillah sudah ada yang bersedia membantu tapi kan tidak bisa terus-terusan seperti ini," ucapnya.
Ia pun meminta Komisi VIII DPR RI untuk mendukung mereka mengadakan anggaran bagi perlindungan dan perawatan perempuan-anak korban kekerasan.
"Oleh karena itu kami mohon dari Komisi VIII bisa men-support kami paling tidak dana-dana bagaimana kita bisa melakukan penyapaan layanan khususnya untuk korban kekerasan terhadap perempuan dan anak," tandasnya.