Sajian New York Strip ala Chef Gabriel Jamias di The Coach Restaurant. Foto: Salsha Okta Fairuz/kumparan
Steak kini semakin digemari banyak orang. Tren ini terlihat dari menjamurnya restoran yang menyajikan menu steak, mulai dari yang ramah di kantong hingga steakhouse mewah. Tempat makan seperti steakhouse sering kali identik dengan suasana eksklusif, teknik memasak yang presisi, hingga alat-alat canggih yang jarang ditemukan di dapur rumahan.
Namun, di balik kesan eksklusif yang kerap melekat pada steakhouse, The Coach Restaurant, restoran milik brand fashion ternama Coach justru menawarkan pendekatan yang berbeda. Meski tampilannya elegan dan berkelas, restoran ini punya misi untuk menyajikan steak ala New York dengan cara yang lebih sederhana dan inklusif.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Executive Chef The Coach Restaurant, Chef Gabriel Jamias. Dalam sebuah wawancara eksklusif, dia menjelaskan bahwa restoran ini memang sengaja dirancang agar tidak terasa seperti fine dining pada umumnya.
"Bagi kami di The Coach Restaurant, kami tidak ingin menjadi restoran steak mewah. Kami justru ingin tempat ini terasa mudah, sederhana, dan seperti rumah. Di sini, kami enggak mau suasananya terlalu kaku. Kami hanya ingin restoran ini menjadi tempat ngobrol santai. Kami berusaha menghilangkan kesan formalitas yang berlebihan, dan kami juga tidak ingin dilabeli sebagai fine dining. Bukan fine dining, tapi fun dining, bisa dibilang. Suasana yang lebih lepas dan santai," jelas Chef Gabriel, yang ditemui Rabu (28/5).
Chef Gabriel Jamias, Executive Chef The Coach Restaurant. Foto: Salsha Okta Fairuz/kumparan
Suasana sederhana dan hangat ala rumah yang diungkapkan Chef Gabriel juga tercermin dalam teknik memasak yang mereka gunakan. Menurut Chef Gabriel, menyajikan steak bukan hanya sekadar menaruh daging di atas panggangan hingga matang. Namun, harus ada pemahaman mendalam mengenai suhu grill dan jenis arang yang digunakan.
kumparanFood pun turut berkesempatan menyaksikan langsung Chef Gabriel saat memasak menu andalan mereka, New York strip steak. Alih-alih menggunakan peralatan mahal atau sistem otomatis, dapur The Coach Restaurant justru mengandalkan panggangan arang atau charcoal grill.
Arang yang dipakai juga bukan sembarangan. Mereka menggunakan binchotan lokal karena dinilai lebih padat dibanding arang biasa. Selain itu, Chef Gabriel juga sering memadukan arang dari tempurung kelapa dan kayu lokal seperti leci, rambutan, atau apel, tergantung ketersediaan. Penggunaan arang ini bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan bahwa teknik tersebut akan menghasilkan steak dengan bagian luar yang renyah dan aroma smoky yang khas.
Chef Gabriel Jamias saat memanggang daging dengan panggangan arang. Foto: Salsha Okta Fairuz/kumparan
"Jadi, hasil akhir steak kami adalah bagian luarnya punya crust atau lapisan renyah yang matang dan sempurna. Kamu enggak akan lihat steak kami berwarna abu-abu pucat atau hanya punya grill marks alias garis-garis panggangan. Prioritas kami adalah membentuk crust di permukaan steak. Jadi, lebih ke arah crust berwarna cokelat ke-emasan yang agak gosong dengan aroma panggangan yang khas. Penggunaan binchotan dan kayu lokal ini memberiaroma smoky yang lebih kuat ke daging," ungkap Chef Gabriel.
Selain memanggang daging di atas bara arang, Chef Gabriel juga menggunakan teknik unik lain, yaitu kipas manual, mirip seperti yang digunakan penjual sate. Bukan sekadar alat bantu, kipas ini berfungsi untuk mengatur arah nyala api agar tidak langsung menyambar daging, sekaligus menjaga suhu tetap stabil.
Chef Gabriel Jamias menggunakan kipas untuk teknik masak di The Coach Restaurant. Foto: Salsha Okta Fairuz/kumparan
"Jadi, kipas itu dipakai supaya apinya menjauh. Bukan benar-benar hilang, tapi supaya nyala apinya enggak langsung mengenai daging. Coba perhatikan, kalau tukang sate enggak pakai kipas, ayam atau sate apa pun bisa gosong. Nah, logika yang dipakai di sini juga sama," jelasnya.
Dengan kipas manual, Chef Gabrial bisa mengontrol arah nyala api agar tidak langsung mengenai daging. Penggunaan kipas manual ini juga akan memudahkan Chef Gabriel untuk memberi memberi arah kontrol yang lebih presisi.
"Kalau pakai kipas manual, saya bisa arahkan ke bagian tertentu. Jadi bisa lebih presisi," tambah Chef Gabriel.
Dalam kondisi bara yang panasnya sudah stabil, kipas bahkan tidak diperlukan. Namun, saat suhu masih belum merata, kipas jadi alat penting bagi Chef Gabriel untuk menjaga bara tetap bekerja dengan optimal.
The Coach Restaurant, Grand Indonesia, Jakarta. Foto: Salsha Okta Fairuz/kumparan
Semua teknik tersebut akhirnya menghasilkan sajian New York strip steak yang benar-benar sempurna. Begitu disajikan, kamu langsung disambut aroma smoky yang khas dan menggoda selera. Di lapisan luar steak ini, kamu bisa melihat crust berwarna cokelat ke-emasan dengan tekstur yang renyah dan gurih.
Di dalamnya, daging dengan kematangan medium rare terasa sangat juicy dan lembut. Setiap gigitan dari dagingnya langsung meleleh di mulut. Perpaduan aroma smoky, crust yang pas, dan kelembutan dagingnya bikin pengalaman makan steak ala New York ini beda dan sangat memuaskan. Terlebih, teknik memasaknya yang unik makin membuat pengalaman makan jadi beda dan berkesan.
Di balik kesan elegan dan mewah, The Coach Restaurant membuktikan bahwa kelezatan steak tidak selalu bergantung pada eksklusivitas. Teknik memasak yang sederhana dan tepat justru menjadi kunci utama dalam menghadirkan cita rasa yang autentik dan memuaskan.