Menteri Agama Nasaruddin Umar konpers jelang keberangkatan ke Makkah memantau pelaksanaan haji. Foto: Kemenag RI
Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini didominasi oleh perempuan. Dari total kuota haji reguler sebanyak 203.320 orang, sebanyak 111.826 di antaranya atau sekitar 55 persen merupakan jemaah perempuan. Dominasi ini mendorong berbagai pihak untuk meninjau kembali penyelenggaraan haji agar lebih ramah dan responsif terhadap kebutuhan perempuan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi, menyambut baik rencana Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk menambah jumlah Amirul Hajj atau pemimpin misi haji dari kalangan ulama perempuan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi. Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
"Kami melihat bahwa pembimbing ibadah untuk perempuan jumlahnya masih belum maksimal. Tentu ini kabar baik, khususnya bagi calon jemaah haji perempuan, sehingga pelayanan haji menjadi lebih ramah terhadap perempuan," ujar Arifah dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Minggu (1/6).
Tahun ini, ia tercatat sebagai satu-satunya Amirul Hajj atau pemimpin misi haji perempuan Indonesia dalam pelaksanaan ibadah haji 1446 H/2025.
Sebagai Amirul Hajj, Arifah akan memantau langsung layanan dan perlindungan jemaah perempuan, mulai dari akomodasi, pendampingan ibadah, hingga penanganan dalam situasi darurat. Ia menegaskan bahwa Kementerian PPPA akan bersinergi erat dengan Kementerian Agama, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), serta otoritas Arab Saudi untuk memastikan seluruh aspek kebutuhan perempuan dipenuhi secara menyeluruh.
Jemaah haji usai salat jumat di Masjidil Haram, Makkah, Jumat (16/5). Foto: Moh Fajri/kumparan
"Kehadiran Amiratul Hajj dan pembimbing ibadah perempuan akan membuat jemaah perempuan merasa lebih nyaman. Mereka dapat menyampaikan kebutuhan, keluhan, dan pertanyaan pribadi tanpa rasa sungkan," jelasnya.
Tak hanya Amirul Hajj, Arifah juga berharap jumlah pembimbing dan petugas haji perempuan bisa terus ditingkatkan pada penyelenggaraan haji di tahun-tahun mendatang. Menurutnya, langkah ini krusial untuk menjawab kebutuhan jemaah yang mayoritas perempuan, banyak di antaranya adalah lansia yang memerlukan perhatian dan pendekatan khusus.
"Mudah-mudahan tahun depan, di tahun-tahun yang akan datang, bisa disesuaikan jumlah pembimbing atau petugas haji untuk jemaah perempuan," ujarnya.
Calon jemaah haji 2025 melaksanakan salat fardu berjemaah di Masjidil Haram, Mei 2025. Foto: Dok Pragovsa
Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi Amirul Hajj di Kantor Urusan Haji, Jeddah (30/5), Nasaruddin menegaskan pentingnya peran ulama perempuan dalam misi haji. Ia mengatakan bahwa banyak persoalan fikih haji bersinggungan langsung dengan pengalaman perempuan, seperti hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan kondisi khusus seperti haid, yang tak nyaman jika ditanyakan kepada ulama laki-laki.
"Karena persoalan fikih haji paling banyak berkaitan dengan perempuan, termasuk apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal-hal yang sangat privat itu tak mungkin ditanyakan kepada ulama pria, karena jemaah haji banyak yang perempuan," ujar Nasaruddin.
Untuk itu, dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis gender, KemenPPPA berharap penyelenggaraan haji Indonesia ke depan akan semakin adaptif dalam memenuhi kebutuhan seluruh jemaah, khususnya perempuan.