Proses pengolahan air minum produk Universitas Negeri Malang, AirUM. Foto: Universitas Negeri Malang
Meski menurut kalender klimatologis saat ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau, kenyataannya sebagian besar wilayah di Indonesia justru mulai diguyur hujan. Saat curah hujan tinggi, air hujan melimpah dan mungkin sebagian besar masyarakat memanfaatkan air hujan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga seperti mencuci, menyiram tanaman, hingga membersihkan halaman atau kendaraan.
Namun, bagaimana jika air hujan dijadikan air minum? Mungkin banyak orang akan ragu membayangkannya. Tapi berbeda dengan yang dilakukan tim dari Universitas Negeri Malang (UM), mereka justru berhasil mengolah air hujan menjadi air minum yang aman dan higienis.
Air kemasan hasil olahan air hujan ini diberi nama AirUM. Terobosan ini merupakan langkah UM dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan sekaligus mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin keenam, akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Inovasi ini lahir dari keprihatinan akan banyaknya air hujan yang terbuang sia-sia. UM pun mengembangkan sistem filtrasi dan sterilisasi canggih untuk mengolah air hujan menjadi air minum yang murni dan higienis. Proses pengolahan dilakukan dalam dua tahap, yaitu water treatment dan pengemasan.
Proses pengolahan air minum produk Universitas Negeri Malang, AirUM. Foto: Universitas Negeri Malang
Pada tahap awal, air hujan disaring melalui beberapa lapisan dan disterilkan menggunakan sinar ultraviolet (UV), sehingga aman untuk dikonsumsi tanpa mengubah kandungan kimianya.
"AirUM bukan air mineral, tetapi air murni dengan kandungan mineral yang sangat rendah. Cocok bagi konsumen yang sensitif terhadap unsur mineral tertentu," ujar Kepala Subdirektorat Sarana Prasarana UM, Faul Hidayatunnafiq, dikutip dari laman resmi Universitas Negeri Malang, Kamis (3/7).
Ia menjelaskan bahwa keunggulan utama AirUM terletak pada rendahnya tingkat Total Dissolved Solids (TDS), serta pH air yang dikendalikan dengan teknologi pH booster.
"Dengan teknologi ini, UM mampu memproduksi air minum secara mandiri. Dulu kami bergantung pada pihak ketiga, kini semua dikelola sendiri," tambah Faul.
Ia optimistis bahwa dalam beberapa tahun ke depan, investasi alat produksi ini akan mencapai titik Break Even Point (BEP). Ke depan, UM menargetkan AirUM tidak hanya untuk kebutuhan internal kampus, tetapi juga dapat didistribusikan secara luas ke masyarakat.
"Kami ingin AirUM menjadi bagian dari gaya hidup sehat dan berkelanjutan, serta bukti nyata kontribusi UM dalam membangun kampus yang berdampak," jelas Faul.