Suasana rumah cucu di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu yang digugat kakeknya. Foto: kumparan
Sepasang kakek nenek Kadi dan Narti di Indramayu, Jabar, menggugat dua cucunya bernama ZI (12 tahun) yang masih duduk di kelas 5 SD dan kakaknya Heryatno (20 tahun) serta ibu mereka alias menantu bernama Rastiah (37 tahun).
Kakek nenek itu meminta agar keluarga kecil ini mengosongkan rumah yang mereka tempati di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu.
Tak hanya itu, Kadi dan Narti juga mengajukan tuntutan denda senilai Rp 1 miliar ke pengadilan.
Awal Konflik Versi Heryatno
Pasangan Kadi dan Narti memiliki dua anak kandung yang semuanya perempuan. Namun, Narti telah memiliki anak lelaki dari pernikahan sebelumnya. Anak itu bernama Suparto.
Meski Suparto anak sambung Kadi, tapi hubungannya relatif baik.
Perseteruan ini bermula usai meninggalnya Suparto pada Desember 2023 karena penyakit tetanus. Suparto merupakan ayah dari dua anak yang kini menjadi tergugat.
Menurut Heryatno, tanah tempat mereka tinggal dibeli pada tahun 2008 dengan harga Rp 35 juta.
Dari jumlah tersebut, Rp 12 juta berasal dari Suparto, sementara sisanya Rp 23 juta dibayarkan oleh kakek dan neneknya. Sertifikat tanah atas nama kakek dan nenek menjadi dasar konflik kepemilikan.
"Dulu kakek dan nenek pernah bilang, 'silakan bangun rumah, kami cuma bisa kasih tanah'," kata Heryatno saat ditemui di rumahnya, Senin (7/7).
ZI (kiri) dan kakaknya Heryatno di warung milik mereka di Desa Karangsong, Kecamatan Indrwmayu, Kabupaten Indramayu, Jumat (4/7/2025). Foto: Dok. kumparan
Rumah Heryatno berbeda kecamatan dengan kakek neneknya. Rumah kakek neneknya berada di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Indramayu.
Selama 15 tahun, keluarga Suparto tinggal dan membangun rumah di atas tanah tersebut, sekaligus mengelola usaha warung dan ikan bakar sebagai sumber penghidupan utama.
Heryatno mengaku keluarganya pernah beriktikad baik untuk membayar kembali kekurangan dana pembelian tanah sebesar Rp 23 juta, namun niat tersebut ditolak oleh kakek dan neneknya.
"Kakek dan nenek bilangnya, 'sudah nggak usah, kayak sama siapa aja'," ungkapnya.
Heryatno saat menunjukan tanah kiriman dari kakek nenek yang sempat menutupi akses keluar masuk rumah. (7/7/2025). Foto: kumparan
Namun tiga hari setelah Suparto meninggal, Kadi meminta agar usaha warung dan ikan bakar tersebut diserahkan kepadanya, dengan alasan untuk menjamin kehidupan ibu dan adik-adik Heryatno. Permintaan itu ditolak karena usaha tersebut sangat vital bagi kelangsungan hidup mereka.
"Saya menolak, karena usaha ini buat biaya kebutuhan sekolah adik saya dan kebutuhan sehari-hari, kayak token, ledeng dan lain-lain, kata saya gitu ke kakek-nenek," ujarnya.
Usaha warung ikan bakar milik Heryatno dan keluarganya. Foto: kumparan
Diminta Kosongkan Rumah
Beberapa minggu setelah penolakan tersebut, cucu dan menantu diminta mengosongkan rumah. Ketegangan memuncak ketika surat gugatan masuk ke pengadilan dengan tuntutan pengosongan paksa dan denda Rp 1 miliar.
"Adik saya sampai menangis baca surat itu. Dia bilang, 'kok tega ya kakek sama nenek ke kita?'," ujar Heryatno.
Menurutnya, adiknya yang masih SD itu kini mengalami tekanan psikologis. Ia enggan bermain bersama teman-temannya dan sempat menolak berangkat ke sekolah.
"Biasanya dia suka main ke pasar malam, tapi sekarang lebih sering mengurung diri di rumah," kata Heryatno.
Suasana rumah cucu di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu yang digugat kakeknya. Foto: kumparan
"Saya kasihan sama adik saya. Dulu dia suka main sama teman-temannya, sekarang tidak mau keluar rumah karena malu dan sedih," katanya.
Akibat perseteruan ini, Kadi-Narti mengirim tanah satu truk dan ditaruh di depan rumah Heryatno. Hal ini menyebabkan keluarga Heryatno kesulitan keluar-masuk.
Suasana rumah cucu di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu yang digugat kakeknya. Foto: kumparan
Sengketa Tanah Versi Kuasa Hukum Kadi-Narti
Kuasa hukum Kadi, Saprudin, mengatakan tanah seluas 162 meter persegi itu merupakan milik Kadi dan Narti sesuai dengan Sertifkat Hak Milik (SHM) nomor 402 dengan nama Kadi dan Narti. Tanah itu dibeli oleh kliennya tahun 2008 seharga Rp 50 juta menggunakan uang mereka.
"Dibeli tahun 2008, sertifikat jadi 2010 pakai nama dia sendiri (Kadi)," kata Saprudin kepada kumparan, Selasa (8/7).
Tanah itu lalu diizinkan oleh Kadi untuk ditempati Suparto dan keluarganya. Di sana Suparto membangun rumah dan membuka usaha warung ikan bakar.
"Anaknya (Suparto) jualan di depan, monggo dikasih izin," ucapnya.
Desember 2023 Suparto meninggal, tanah kemudian diminta dikembalikan dan cucunya diberikan kompensasi.
"Mau dikasih kompensasi Rp 100 jutaan. Cucu tetap nggak mau," kata Saprudin.
Kadi dan Narti, kakek nenek di Indramayu yang gugat cucunya soal sengketa tanah. Foto: Istimewa
Berbagai upaya musyawarah dilakukan. Termasuk mediasi yang digelar pada 18 Maret 2025. Di sana akhirnya Heryatno menandatangani sebuah surat pernyataan bersedia mengosongkan tanah tersebut dengan tenggat 20 April 2025.
Bila ketentuan dilanggar maka Heryatno bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Surat kesepakatan kasus sengketa tanah di kakek-cucu di Indramayu. Foto: Istimewa
Saprudin menyebut awalnya kakek Kadi tidak ingin membawa masalah ini ke pengadilan. Namun cucunya yang meminta kalau ingin mengambil kembali tanahnya lewat pengadilan saja.
"Tadinya hubungan mereka, kan, baik-baik saja. Yang minta digugat itu dia sendiri (cucunya) katanya kalau mau ngusir saya mana surat dari pengadilannya," kata Saprudin.
Sedangkan pengiriman satu truk tanah ke rumah Heryatno, kata Saprudin, karena di sana biasa kena banjir rob.
Sidang kasus gugatan ini masih berlangsung di PN Indramayu. Sidang kedua bakal digelar tanggal 16 Juli 2025 dengan agenda pramediasi.