Wawancara Rizki Juniansyah: Juara dari Sasana Ayah hingga Bangkit dari Duka - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Wawancara Rizki Juniansyah: Juara dari Sasana Ayah hingga Bangkit dari Duka
Jun 24th 2025, 16:30 by kumparanSPORT

Lifter Indonesia Rizki Juniansyah berpose dengan medali emasnya usai upacara pengalungan medali kelas 73 kg putra Olimpiade Paris 2024 di South Paris Arena, Paris, Prancis, Kamis (8/8/2024) Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
Lifter Indonesia Rizki Juniansyah berpose dengan medali emasnya usai upacara pengalungan medali kelas 73 kg putra Olimpiade Paris 2024 di South Paris Arena, Paris, Prancis, Kamis (8/8/2024) Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO

Rizki Juniansyah telah mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia. Satu keping emas cabor angkat besi Olimpiade menjadi bukti sejarah.

Di balik semua itu, ada suka-duka perjuangan. Ada banyak pengorbanan. Setelah semuanya tergapai, tiba-tiba duka menyergap. Rizki Juniansyah ditinggalkan ayah tercinta untuk selama-lamanya. Ia harus mengatur siasat bangkit dari duka.

Sebab, Rizki masih memiliki hasrat untuk menggamit emas berikutnya. Matanya lurus menatap Olimpiade Los Angeles 2028.

kumparan berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengannya. Simak di bawah ini.

Mungkin belum banyak orang tahu awal karier Rizki Juniansyah, bisa diceritakan?

Ya berawal dari umur tujuh tahun. Waktu itu 2012 sudah beranjak mulai berani ke angkat besi karena lingkungan keluarga saya lingkup keluarga saya itu adalah angkat besi terutama dari ayah saya, dari kakak-kakak saya, saya terinspirasi dari keluarga saya.

Jadi, saya waktu itu berkecimpung di 7 tahun mulai TK, mulai di sasana kecil Bulldog Gym, sudah mulai berani megang-megang besi atau mencoba angkat besi karena memang di sana, di kompleks sana banyak yang latihan, terutama ada atlet angkat besi dan angkat berat waktu itu. Mulai beranjak lagi di umur 9 tahun, itu sekitar 2014, saya baru boleh mengikuti program sama almarhum ayah saya.

Lalu dikasih suatu program yang memang dikhususkan untuk latihan angkat besi karena memang waktu di umur 7 tahun tidak boleh lebih berat dari persentasenya. Jadi saya memulai latihan angkat besi, mulai serius di 2014.

Saya latihan baru sekitar beberapa bulan, waktu itu ada kejuaraan porprov di Serang, Banten. Alhamdulillah mendapatkan 3 medali emas. Waktu itu angkatnya masih ingat 46 snatch sama 56 kg clean&jerk. Dan alhamdulillah mendapatkan bonus dan tiga medali emas.

Saya di situ merasakan, 'Oh seperti ini menjadi atlet angkat besi' dan juga terinspirasilah dari Mas Triyatno [pelatih-eks atlet] dan Kak Riska [kakak kandung]. Mas Triyatno kan perak Olimpiade, ya, waktu itu di London 2012 dan kakak saya juga pernah perak di SEA Games, jadi saya terinspirasi mereka bisa menghasilkan suatu kesuksesan dari angkat besi, jadi saya ingin mengikuti jejak.

Lifter putra Indonesia Triyatno melakukan angkatan pada Olimpiade Rio 2016 di Rio de Janeiro pada 9 Agustus 2016. Foto: GOH Chai Hin / AFP
Lifter putra Indonesia Triyatno melakukan angkatan pada Olimpiade Rio 2016 di Rio de Janeiro pada 9 Agustus 2016. Foto: GOH Chai Hin / AFP

Katanya dulu tekuni angkat besi agar enggak main motor?

Iya, dulu memang saya hobi di motocross dan motor-motor jalan raya, motor besar juga. Memang almarhum saya juga hobi motor. Memang saya kurang suka ke mobil, saya suka motor karena ada seninya dan saya juga suka naik motor, terutama naik motor trail.

Sebenarnya motor sama angkat besi itu bertentangan, tidak boleh, tapi saya agak sedikit bandel karena memang ayah saya juga dulu memang latihan pakai motor, jalan sana-sini pakai motor, jadi saya juga menyukai hobinya. Cuma, bagi saya profesi itu di angkat besi dan di motor itu hanya hobi, enggak boleh ditekuni mungkin nomor dua, bisa dijadikan pacar setelah angkat besi.

Bisa diceritakan soal sasana yang dibangun ayah?

Sasana Bulldog Gym dibangun 17 Juni 2005 di Kompleks RSS Pemda Kota Serang, Banten. 17 Juni adalah kelahiran saya, tapi saya di 2003 dan saya beranjak umur 2 tahun. Dulu di sana kita pertama latihan masih belum ada platform seperti ini [yang layak], pakai landasan pasir, hanya tripleks dan karet, tidak ada namanya magnesium. Magnesium tuh yang putih seperti tepung itu.

Kita di sana memakai pasir saking kekurangannya karena tidak ada bantuan dari pemerintah maupun dari luar gitu, hanya kita pribadi dari almarhum ayah saya. Itu pegangan besinya aja masih pakai pasir dan besinya itu tidak ada yang sempurna, tidak ada yang bagus, tidak ada yang nyaman gitu, karena di sana itu kan memang punya pribadi.

Kalau saya alhamdulillah sudah pakai magnesium waktu itu di 2011. Kalau kakak saya masih pakai pasir. Di sana dibangun untuk para atlet yang memang ingin latihan. Awalnya memang hanya untuk melatih kakak saya, cuma alhamdulillah banyak keluarga kompleks atau orang dari luar ingin mencoba angkat besi dan angkat beban.

Jadi yang masih pakai pasir itu kakak, tapi kamu sudah pakai magnesium?

Iya, alhamdulillah saya sudah pakai magnesium di 2011, tapi landasannya tetap masih pakai pasir, saya merasakan itu. Dan besinya kurang memadailah, karatanlah.

Cuma alhamdulillah dari situ kita bisa belajar, dari besi dan alat yang kurang aja kita bisa menjadi juara, apalagi yang besi sempurna atau bagus sih.

Jadi, sangat-sangat prihatin karena memang karena kan sasana itu punya pribadi, punya ayah saya sendiri. Karena kan dari dulu tuh enggak pernah yang namanya proper seperti apa karena ayah saya memang berjalan sendiri saja.

Kita sekeluarga itu, keluarga ayah itu, berjalan buat ngebangun sasana sampai saat ini. Alhamdulillah saat ini sasana sudah cukup memadai tapi saya harap juga ke depannya saya punya rezeki ataupun keluarga saya punya rezeki, saya bisa lebih bagus lagi membangun sasana Bulldog Gym itu.

Dulu modal dananya dari mana kalau mau tanding di Kejurnas atau Porprov?

Kalau dulu sih masih pakai pribadi ya kalau dulu tapi ke sini-sini makin ke sini karena kita memang punya prestasi dan pembinaan Alhamdulillah walaupun tidak sepenuhnya kita dapat bantuan dari pemerintah.

Ya berangkat kejurnas gitu atau Popnas, waktu pekan olahraga pelajar ya, kita mendapatkannya tidak penuh juga tapi kita bisa berangkat memakai dana pemerintah buat kejuaraan.

Kalau latihan enggak ada bantuan dana?

Enggak ada kalau memang latihan memang pribadi sendiri sih dari saya sendiri, makan semuanya. Dan memang kan dulu tuh kan di Serang itu, kita ada dapat bantuan dari PPLP yang adalah pusat pembinaan pelajar.

Saya waktu itu masuk 2015 sampai 2019. Saya itu masuk di PPLP itu adalah pusat pembinaan pelatihan dan di situ juga kita dapat uang sakulah dan merasakan uang saku, uang makan dari situ, jadi sedikit membantu.

Apa cerita suka-duka lain di dalam karier?

Suka-duka sih yang paling parah di 2023 itu adalah saya kena usus buntu. Dulu mungkin saya kayak ketiban besi itu udah biasalah ya namanya kita bermain sama besi, ketiban besi atau sobek itu atau berdarah-darah itu udah biasa karena memang sudah sewajarnya kita kena sama hal itu.

Cuma kemarin yang di luar nalar tuh, di luar angkat besi ya, saya terkena usus buntu. Waktu 1 September 2023, saya kena usus buntu dan saya dioperasi waktu itu.

Dan kenapa saya dioperasi? Karena usus buntunya udah pecah dan udah hancur. Harusnya kan kalau usus butuh sebenarnya masih bisa dilaser kan ataupun ditembak dari samping, cuma karena udah pecah banget dan waktu juga dokter menyarankan harus dioperasi.

Kalau 3 jam tidak dioperasi, saya akan meninggal waktu itu disampaikan seperti itu. Saya sama almarhum ayah sama bapak angkat saya sangat-sangat stres gitu kan karena memang waktu itu sudah mau Olimpiade.

Terus kualifikasi waktu itu ya di September tanggal 5-an [September] sudah kualifikasi kejuaraan dunia di Arab Saudi. Cuma saya gagal ikut karena memang saya dioperasi waktu itu di Siloam Karawaci dan habis itu saya itu masuk ruangan di Siloam itu sekitar jam 9 malam ditindak dan keluar ruang operasi jam sekitar jam 12-an, saya usai dioperasi masih belum sadar karena memang dibius total.

Habis itu saya istirahat dan saya tidak mikir saya bahwa sekarang ini tidak usah memaksakan ikut Olimpiade karena memang lihat kondisi keadaan saya dan dokter juga bilang satu tahun pemulihannya. Satu tahun itu mustahil dan saya juga pikir, 'Ya udahlah yang penting saya sehat dulu aja'.

Ayah saya juga legowo, 'Ya udahlah sehat aja dululah, jangan mikir Olimpiade. Toh Olimpiade 2008 di Los Angeles masih ada gitu kan. Saya pikir, 'Okelah'. Cuma habis operasi itu enggak tahu kenapa saya punya semangat lebih itu habis operasi itu. Saya langsung ke Arab Saudi tiga hari habis operasi tanggal 1 [September], saya tanggal 4 itu terbang ke Arab Saudi dan ini masih berdarah-darah.

Rizki Juniansyah bersama ayahnya, Muhammad Yasin. Foto: PB PABSI
Rizki Juniansyah bersama ayahnya, Muhammad Yasin. Foto: PB PABSI

Sebenarnya dokter tidak menganjurkan untuk berangkat tapi mau tidak mau saya harus ikut kejuaraan itu karena apa? Karena kejuaraan itu adalah diwajibkan oleh IWF diwajibkan untuk diikuti.

Itu adalah syarat untuk mengikuti Olimpiade nanti di Paris kemarin dan saya harus ikut walaupun tidak bertanding tapi saya hanya berdiri saja, berdiri perkenalan dan berat badan yang masuk itu dinyatakan ada poin walau tidak bertanding, ataupun tidak mendapatkan medali dinyatakan poin.

Itu hanya datang, terus kita timbang badan, perkenalan, sudah tidak angkat juga enggak apa-apa karena memang mereka tahu kondisi saya seperti apa, tapi yang uniknya kemarin saya di kelas 73 kg dan berat badan saya waktu itu 75 kg dan saya keadaan habis operasi ini masih basah saya sauna. Sauna otomatis itu basah kan semua kan jahitan semua basah dan ini juga saya masih nyut-nyutan waktu itu dan dokter tidak menyarankan.

Cuma, mau enggak mau, kita dipaksa oleh PABSI, dokter suruh tanda tangan dan suruh saya berangkat. Waktu itu sendiri bolak-balik sendiri, saya berangkat tanggal 4, tanggal 5 pertandingan, tanggal 6 pulang lagi ke Indonesia. Alhamdulillah selesai perjalanan itu saya bed rest, ya long rest sekitar mungkin 3-4 bulan.

Sebenarnya dokter tidak menganjurkan untuk latihan, tapi saya bandel. Waktu itu mulailah sepedaan karena saya orangnya enggak bisa diam, tipikalnya enggak bisa diam di kasur itu diam di rumah.

Saya harus yang pagi-pagi harus bangun gitu kan, sorenya ada kegiatan gitu kan, ya entah ngapain, yang penting ada gerakan yang saya alami walaupun bukan latihan. Waktu itu saya mencoba pagi sepedahan itu kan sorenya lari-lari kecil itu kan. Harusnya istirahat 3-4 bulan, dokter tidak menyarankan, cuma saya bandel.

Atlet angkat besi Indonesia, Rizki Juniansyah. Foto: Katondio Bayumitra Wedya/kumparan
Atlet angkat besi Indonesia, Rizki Juniansyah. Foto: Katondio Bayumitra Wedya/kumparan

Saat Olimpiade ayah enggak ke Paris karena masalah kesehatan, pas H-1 pertandingan video call sama ayah?

Iya udah pasti. Jangankan H-1 ya, kita mau pertandingan aja pasti video call. Ya karena kita sungkan, minta doa, minta support-nya dan minta lebihlah sama orang tua. Namanya orang tua dan apalagi ayah membantu saya dari nol sampai titik puncaknya di Olimpiade.

Makanya saya sangat terharu bisa dapat medali emas, semuanya karena dia [ayah] support, orang tua, kakak-kakak saya, keluarga dan teman-teman saya itu adalah suatu semangat. Sebelum bertanding, itu pasti saya video call.

Sebelum bertanding, H-1 sebelum bertanding, tiga jam sebelumnya, itu pasti saya video call untuk minta izin buat bertanding. Ya cukup minta doa dan minta semangat dan ayah selalu mengingatkan pada saya agar fokus, tetap apa yang pernah dilakukan di pertandingan sebelumnya, harus lebih fokus lagi. Ya alhamdulillah [ayah] masih bisa menyaksikan waktu saya mendapat medali di Olimpiade.

Sekarang ayah sudah tiada, apakah masih ada janji yang belum tertuntaskan?

Alhamdulillah sih udah enggak ada janji-janji yang memang saya ingkari, ya karena memang waktu itu almarhum minta motor sama saya, waktu itu almarhum minta motor besar dan minta mobil juga. Alhamdulillah saya udah turutin semuanya. Almarhum minta umrah saya udah umrahin alhamdulilah.

Yang belum saya turutin bangun sasana karena itu nazar saya. Itu janji sama ayah. Saya mendapat juara medali emas Olimpiade, saya akan bangun sasananya lebih bagus lagi dan lebih nyaman aja buat kita semua.

Jadi itu berarti motor dan mobil untuk ayah dari uang hasil Olimpiade?

Betul karena memang kan saya waktu itu dapat medali emas itu memang bonusnya sangat besar ya dari presiden, dari pemerintahan, maupun dari sponsor, dari pengusaha-pengusaha. Saya merasakan di situ Olimpiade wah banget gitu, bukan wah banget, amazing banget.

Buat saya luar biasa banget untuk mendapatkan medali emas di Olimpiade kemarin. Indonesia sangat-sangat support yang mendapatkan medali emas sekarang memang hanya beberapa orang yang bisa, hanya dua orang yang bisa kemarin mempersembahkan medali emas dan sangat-sangat disanjung oleh rakyat Indonesia, Pemerintah Indonesia.

Sebagian dari bonus itu kasih orang tua, kasih ayah saya, keluarga saya, itu kan mama saya, semua kakak-kakak saya, adik-adik saya, dan teman-teman yang di sasana saya itu kan dan itu adalah uang sebagian khusus membangun sasana juga. Dan waktu itu memang saya beliin mobil memang impian mobil ayah itu ya itu saya bisa turutin.

Alhamdulillah dia sangat senang, bisa sampai tidur sama mobil. Cuma ya enggak lama sih, seminggu dari habis beliin mobil tuh ayah sudah enggak ada [meninggal]. Kalau umrah juga memang sebelumnya memang ayah pengin umrah, cuma tidak kesampaian untuk ayah sendiri. Alhamdulillah saya nazarin sekeluarga kemarin saya berangkatkan umrah dan ayah dibadalin di Makkah.

Lifter Indonesia Rizki Juniansyah mencium barbel usai melakukan angkatan clean and jerk dalam kelas 73 kg putra Olimpiade Paris 2024 di South Paris Arena, Paris, Prancis, Kamis (8/8/2024). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
Lifter Indonesia Rizki Juniansyah mencium barbel usai melakukan angkatan clean and jerk dalam kelas 73 kg putra Olimpiade Paris 2024 di South Paris Arena, Paris, Prancis, Kamis (8/8/2024). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO

Meninggalnya ayah apakah bikin kamu down?

Sangat down. Kurang lebih dua bulan saya enggak bisa ngapa-ngapain karena memang ayah saya itu adalah sosok yang memang pahlawan buat saya. Dari remaja, junior, senior, dia yang selalu pegang saya, dia yang selalu perhatikan saya, dia yang selalu marah di tempat latihan, dia yang selalu disiplin pas latihan.

Cuma kan di rumah, dia profesional, di rumah adalah ayah, di tempat latihan adalah pelatih, wajar kalau dia mau marah di tempat latihan, mau disiplin di tempat latihan, saya terima. Karena memang itu adalah suatu support buat atlet, buat ke jenjang jadi juara.

Saya sakit hatinya banget itu kan karena memang ayah lagi sehat-sehatnya waktu itu lagi pakai motor besar bareng saya kecelakaannya di hari Jumat pukul setengah 3 sore. Saya berangkat bareng dia gitu kan dan biasanya kan dia cium kening mama gitu, kan cium tangan mama, ini enggak. Di situ sudah mulai janggal gitu kan dan cuek saja, ayah makin cuek, enggak mau ngelihatin orang lain, jadi kayak udah bahagia sendiri. Mungkin dia ninggalin kita semua, ninggalin keluarganya, tidak mau dengan keadaan susah.

Dia lagi sehat-sehat aja, sehat walafiat, dia lagi senang mungkin lihat anaknya baru merayakan medali emas di Olimpiade, keluarga semua happy gitu. Dia ninggalin keluarganya mungkin dengan tidak keadaan sakit. Biasanya ayah sakit kan, biasanya ayah sakit.

Mungkin kalau ayah sakit meninggal, meninggal dengan keadaan sakit, mungkin saya lebih terima, lebih legowo. Tapi ini meninggal dengan keadaan lagi sehat-sehat banget dan itu posisinya sama saya dan itu bikin buat saya sakit hati dan down banget.

Saking down-nya apakah terpikirkan berhenti angkat besi?

Alhamdulillah kemarin tidak ada sedikit pikiran seperti itu. Memang saya ingin melanjutkan dedikasi perjuangan ayah saya terutama di Sasana Bulldog Gym. Saya mau ngangkat keluarga saya. Saya mau ngangkat Sasana Bulldog Gym. Saya juga ingin mengangkat derajat Indonesia juga gitu kan ke Olimpiade selanjutnya.

Karena buat saya, kehilangan ayah bolehlah gitu kan hanya beberapa bulan itu kan sakit hati atau down tapi saya harus bangkit lagi dan bangkit lagi untuk meraih prestasi selanjutnya.

Saya juga ingin membanggakan orang tua saya ini ada satu lagi sekarang ibu dan saya juga membanggakan kakak-kakak saya dan adik saya dan saya juga ingin melihat ayah tersenyum di alam sana.

Siasat kamu bangkit dari duka bagaimana?

Kita punya fokus dan mental diri sendiri dan punya pikiran otak sendiri-sendiri. Saya juga dibantu oleh ibu saya dan keluarga saya yang selalu support saya dalam keadaan saya lagi down. Jadi menurut saya mereka adalah orang yang keluarga saya dan nomor satu yang memang mendukung saya di saat saya susah maupun senang.

Adakah nasihat ayah yang kamu tanamkan banget?

Ayah tuh pernah ngomong gini, 'Enggak apa-apa kamu bandel, enggak apa-apa kamu nakal, yang penting kamu berprestasi, yang penting kamu tanggung jawab dan selalu disiplin dalam latihan maupun istirahat dan makan. Dan jangan lupa beribadah'.
Rizki Juniansyah bersama ayahnya, Muhammad Yasin. Foto: PB PABSI
Rizki Juniansyah bersama ayahnya, Muhammad Yasin. Foto: PB PABSI

Bicara soal ibu, ada cerita dia membawakan masakan favorit ke Paris?

Ya betul waktu itu mama saya bawain rendang, ati, sambel ati goreng, jadi kentang pakai hati itu pakai ampela, dan terus bawa bakso waktu itu, dan bawa ayam suwir ke Paris ya. Memang kan agak sulit ya perjalanan agak jauh dan kita juga harus membawa masak-masakan.

Ibu saya berangkat sama kakak saya yang kedua, Kak Riska. Dari sini ke Paris itu, dia berangkat tiga hari sebelum saya bertanding dan tidur di hotel di sana. Saya tuh makan makanan masakan mama saya yang langsung dimasakin di kamar dan alhamdulillah itu adalah suatu motivasi buat semangat saya waktu di Olimpiade.

Kalau ritual cuci kaki ibu itu bagaimana?

Oh iya itu sebelum berangkat ke Paris dan posisi masih di rumah. Karena memang itu hanya saya dan mama saya yang merasakan itu. Rasanya sebagai anak, ibu yang bisa selalu mendoakan. Karena surga kan ada di telapak kaki ibu karena saya tahu itu dan saya lakukan itu sampai seterusnya sebelum bertanding juga.

Mulai ritual itu sejak kapan?

Sudah lama dan mungkin satu tahun, dua tahunan saya melakukan itu sampai sekarang. Sebelum berangkat ke China juga alhamdulillah saya melakukan juga karena memang itu adalah berkah buat diri saya mungkin untuk orang lain juga berkah tapi yang ngerasain diri saya ke ibu itu seperti apa dan alhamdulillah berkah dan insyaallah membuat kita sukses.

Apa yang mau kamu berikan ke ibu?

Ingin membanggakan mama bukan dalam materi. Ingin membanggakan mama itu dari prestasi saya saja. Karena memang sudah tidak ada ayah saya nih, semua keadaan berbeda gitu kan. Sulit gitu kan, karena harus adaptasi gitu kan.

Makanya saya merasakan ada mama sangat-sangat dijaga dan sangat harus dibanggakan itu kan. Memang sekarang mama sudah punya tabungan dari saya. Mama itu tidak mau apa-apa, tidak mau yang aneh-aneh, yang penting mama sehat senang dan selalu dibahagiakan oleh saya, itu aja. Dan mama memang ada rencana buat umrah lagi bareng saya. Insyaallah ke depannya.

Atlet angkat besi Indonesia, Rizki Juniansyah, bersama ibu kandungnya. Foto: Yasuyoshi CHIBA / AFP
Atlet angkat besi Indonesia, Rizki Juniansyah, bersama ibu kandungnya. Foto: Yasuyoshi CHIBA / AFP

Kita bicara lagi soal sasana. Sekarang kondisinya kayak gimana?

Sekarang, cukup layak untuk latihan, cukup layak untuk ditempati. Tapi saya ke depannya ingin membuat sasana itu lebih layak lagi di tempati dan saya juga ingin mempunyai sasana yang memang nyaman buat orang lain. Dan saya juga ingin buka nanti di sana buka personal trainer, ya, buat diri saya sendiri dan nanti buat Mas Triyatno, buat Kak Riska, buat siapa aja yang bisa bisa ngelatih.

Nanti saya akan mengundang atlet yang crossfit seperti sekarang orang-orang baru ingin memulai latihan angkat besi datang ke Serang dan bertemu dengan saya dan berlatih dengan saya di saat saya libur di Pelatnas dan di saat saya libur sama latihan apa jadwal latihan saya gitu.

Makanya dari itu, saya di sana pengin membuat sasana itu pakai AC gitu, lebih nyaman lagilah gitu, dan dibuat lebih lega aja gitu daripada yang sekarang, dan terutama alat-alatnya ingin saya perbarui semuanya.

Selain hadiah buat ayah dan sasana, bonus dipakai buat apa lagi?

Saya merasakan beli self reward saya, beli mobil, beli motor. Saya sedekah juga beberapa karena memang diwajibkan kan dalam Islam itu sedekah diwajibkan beberapa persen dapat kita penghasilan.

Waktu itu bangun rumah juga dan invesnya beli tanah, sama beli emas banyak, itu kan memang buat tabungan ke depannya, buat masa depan saya. Saya juga kasih keluarga, saya kasih mama juga, kasih adik-adik saya, dan kasih orang-orang yang di kompleks itu yang pernah latihan angkat besi.

Di sasana juga kan banyak orang yang bantuin buat latihan kan, junior-junior saya, ataupun yang bantu-bantu di sana saya juga kasih semuanya. Bapak angkat juga saya kasih, semuanya memang pernah berdedikasi sama saya, saya kasih alhamdulillah ke orang yang pernah berdedikasi.

Dari pemkot juga ngasih bonus enggak sih?

Ada kemarin dari Kota Serang itu dapat Rp 250 juta ya untuk Olimpiade.

Presiden Joko Widodo (kiri) memberikan bonus kepada Lifter putra peraih medali emas Olimpiade Paris 2024 Rizki Juniansyah (kedua kiri) di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (15/8/2024). Foto: Bay Ismoyo/AFP
Presiden Joko Widodo (kiri) memberikan bonus kepada Lifter putra peraih medali emas Olimpiade Paris 2024 Rizki Juniansyah (kedua kiri) di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (15/8/2024). Foto: Bay Ismoyo/AFP

Gimana kamu menjaga diri biar enggak star syndrome?

Tetap low profile aja sih, tetap rendah hati, dan jangan pernah sombong dan jangan pernah [terlena] kebaikan omongan orang.

Karena memang dari almarhum itu, pesan almarhum itu, satu intinya jangan sombong, kalau kamu sombong, hancur semuanya. Walaupun sekarang kamu lagi di atas, lagi di puncak nomor satu, kamu sombong, hancur.

Sudah banyak contohnya dan saya juga tidak mau melakukan hal-hal seperti itu karena memang saya pribadi sudah menjadi Rizki yang seperti biasa aja. Memang Olimpiade kemarin memang 360 derajat saya berubah, tapi habis itu banyak acara-acara, saya tetap mau latihan dan tetap jadi Rizki biasa lagi.

Karena kenapa? Saya mulai dari nol lagi untuk memulai nanti di LA 2028.

Bagaimana persiapan kamu untuk 2028?

Masih awal-awal ya untuk latihan karena memang saya juga baru memulai lagi latihan karena kemarin habis Kejuaraan Asia itu libur lumayan panjang. Saya juga merasakan istirahat dulu dan liburan dulu dan saya juga merasakan rumah baru saya juga waktu itu di Kompleks RSS Pemda, dekat sasana saya juga, rumahnya di belakang rumah mama.

Saya bikin rumah di situ dan sekarang nih saya mulai berjuang lagi buat nanti sampai kualifikasi buat 2028 dan ini adalah persiapan lagi untuk nanti kejuaraan di Norwegia di kejuaraan dunia, terus di Arab Saudi nanti di Islamic Solidarity Games, dan nanti yang utama adalah SEA Games di bulan Desember nanti yang berada di Thailand.

Saya juga fokus sana dulu. Habis itu tahun depan saya mulai refresh lagi, mulai latihan lebih kerja keras lagi untuk persiapan Kualifikasi Olimpiade di LA nanti.

Atlet angkat besi Indonesia, Rizki Juniansyah. Foto: Katondio Bayumitra Wedya/kumparan
Atlet angkat besi Indonesia, Rizki Juniansyah. Foto: Katondio Bayumitra Wedya/kumparan

Saingat terberat dari mana?

Jangan jauh-jauh sih. Nanti di kualifikasi kita beradu dengan Rahmat Erwin. Rahmat kawan sendiri di tempat latihan. Kelas 79 kg juga sudah pasti, kalau kelas tidak ada yang lain, pasti dia 79. Makanya saya persiapan lagi lebih keras lagi karena memang kita harus beradu lagi nanti di satu kejuaraan.

Relasi kamu dengan Rahmat Erwin bagaimana?

Menurut saya biasa aja sih. Biasa aja, dia tegur, saya sapa. Itu aja sih. Karena memang namanya persaingan ya tidak tahu ya seperti apa tapi tetap kita, saya berusaha tetap sportif di tempat latihan, di tempat pertandingan tetap jalan gitu.

Toh tidak ada yang dirugikan, kecuali ada yang dirugikan baru saya berbuat. Jadi selama ini saya biasa-biasa aja gitu.

Kamu dan Rahmat menjaga sportivitas ya?

Iya betul.

Apakah ada saling psywar?

Selama ini sih enggak ada hehehe... itu sudah biasalah, sudah biasa. Dalam persaingan ada aja, tapi kan saya tidak mau memperlihatkan seperti apa, ya udah kita berjalan biasa aja. Kalau dia tegur, kita tegur gitu.

Kalau pas Olimpiade kemarin kamu mungkin ada kontakan sama Rahmat sebelum tanding?

Enggak. Sebaik mungkin aja, sportif ajalah di tempat latihan maupun di tempat pertandingan.

Lifter putra Indonesia Rahmat Erwin Abdullah bersiap melakukan angkatan snatch pada final 73 kilogram Grup A Asian Games 2022 di Xiaoshan Sports Centre Gymnasium, Hangzhou, China, Selasa (3/10/2023). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Lifter putra Indonesia Rahmat Erwin Abdullah bersiap melakukan angkatan snatch pada final 73 kilogram Grup A Asian Games 2022 di Xiaoshan Sports Centre Gymnasium, Hangzhou, China, Selasa (3/10/2023). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto

Kemudian sekarang kondisi kamu gimana? Ada cedera?

Alhamdulillah enggak ada. Alhamdulillah dari dulu saya namanya cedera alhamdulillah enggak ada dan jangan sampai di Olimpiade 2028 dan seterusnyalah. Itu jangan sampai.

Kalau sakit-sakit kayak sakit bahu, ataupun pinggang, lutut itu sudah biasa sakit biasa ya karena otot kita stretch, capek, udah biasa gitu kan tapi untuk cedera enggak ada alhamdulillah.

Kalau usus buntu itu bukan risiko angkat besi ya?

Bukan cedera sih bukan sebenarnya bukan. Memang banyak faktor sih sebenarnya dan dokter juga tidak menyatakan makanlah atau latihan angkat besi, enggak. Memang usus buntu dari mana aja katanya penyakitnya.

Tantangan yang kamu hadapi menuju 2028? Apa yang mesti di-improve?

Lebih disiplin lagi, lebih disiplin lagi karena memang 2028 ini sangatlah berat. Sama seperti Olimpiade Paris kemarin karena lawan yang sama untuk nanti kualifikasi, juga sama lawannya dari Indonesia lagi, dan saya juga harus bekerja keras, tetap menjaga makanan, menjaga istirahatnya lebih-lebih disiplin lagi, dan latihannya pasti lebih keras lagi.

Karena memang ini [Olimpiade 2028] adalah bukan suatu main-main. Ini adalah harus perjuangannya lebih-lebih parah lagi dari seperti sebelum di Paris.

Ada pressure enggak sih buat emas lagi?

Ada pastinya karena memang saya harus punya target kan karena punya target untuk satu kali lagi deh emas yang buat di LA, insyaallah.

Habis dapat emas di 2028 mau pensiun?

Oh enggak, belum, kemungkinan sampai 2032.

Ada enggak sih kepikiran nunda berkeluarga sebelum emas LA 2028?

Enggak sih. Saya sama sedikit, sama sekali sedikit enggak ada pikiran ke sana. Belum karena memang saya masih menikmati buat diri saya sendiri aja.

Oke tutup dengan motivasi hidupmu.

Motivasi hidup saya itu yang penting diri saya sendiri itu tidak mau diganggu dan tipikal saya enggak mau diganggu dan saya memang bandel yang enggak mau diatur. Motivasi buat saya diri sendiri itu yang penting saya dengar omongan orang lain yang baik dan saya juga enggak mau berbuat yang aneh-aneh dan saya juga semangat untuk berjuang buat prestasi saya gitu.

Kan dari keluarga saya, dari teman-teman saya yang selalu support saya gitu kan, motivasi buat saya tetap disiplin dan tetap tujuan-tujuan kamu tuh apa itu kan. Tujuan saya kan Olimpiade, saya lurus jalan, kalau belok-belok mungkin belok-belok sedikit namanya perjalanan tetap saya jalani.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post