Tips Stimulasi Anak Lebih Optimal dan Kesalahan yang Kerap Orang Tua Lakukan! - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Tips Stimulasi Anak Lebih Optimal dan Kesalahan yang Kerap Orang Tua Lakukan!
Jun 3rd 2025, 14:08 by kumparanMOM

Ilustrasi anak bermain flash card. Foto: GOLFX/Shutterstock.
Ilustrasi anak bermain flash card. Foto: GOLFX/Shutterstock.

Stimulasi merupakan salah satu faktor utama yang mendorong kecerdasan anak, dan tentunya sangat baik untuk perkembangan motorik, bahasa, hingga sosial. Otak anak berkembang pesat dalam 1.000 hari pertamanya, sehingga penting memberikan stimulasi sejak dini untuk mencapai potensi maksimalnya.

"Menurut penelitian, 90 persen [perkembangan otak] terjadi di 1.000 hari pertama kehidupan. Jadi pondasi otak itu dibangun di lima tahun pertama, dari mulai pembuahan hingga usia 5 tahun," jelas dokter spesialis anak, dr. Ian Suteja, Sp.A, kepada wartawan di Mall Kota Kasablanka, Jakarta, beberapa waktu lalu.

dr. Ian menjelaskan, otak anak tetap masih berkembang setelah melewati 1.000 hari pertama kehidupannya. Namun, potensi perkembangannya hanya tinggal 10-15 persen saja.

Pada kesempatan yang sama, psikolog anak dan keluarga, Samanta Elsener, mengungkapkan beberapa tips stimulasi anak agar lebih siap menghadapi masa depan, yaitu:

Seorang anak bermain menyusun balok kayu. Foto: Karen H. Ilagan/Shutterstock
Seorang anak bermain menyusun balok kayu. Foto: Karen H. Ilagan/Shutterstock

1. Sesuaikan Gaya Belajar

Menurut Samanta, salah satu caranya adalah mencari tahu minat anak lalu disesuaikan dengan gaya belajarnya masing-masing.

"Pertama, kita harus menggali minatnya anak apa. Mau belajar zoologis, astronomi, dan lainnya. Ada anak yang sukanya belajar sambil bergerak, atau belajarnya kinestetik, belajar yang ada audio dan visualnya," jelas Samanta.

Karena setiap anak punya gaya yang berbeda-beda, Samanta mengingatkan pentingnya orang tua untuk menyediakan sarana belajar yang lebih tepat. Sehingga, eksplorasi dan manfaatnya lebih optimal.

Misalnya, ketika anak lebih suka belajar sambil melihat objeknya langsung, maka bisa diajak ke kebun binatang. Lalu, bila anak Anda merupakan tipe yang suka tutur atau bercerita, maka orang tua bisa membacakan berbagai buku dengan suara lantang atau read aloud. Saat anak ternyata merupakan tipe belajar visual, orang tua perlu menyiapkan berbagai alat peraga, misalnya dengan menonton video-video edukasi.

"Tapi, kalau kita ngomongin anak di bawah usia 6 tahun, sebaiknya kita perlu memperagakan ketiga gaya belajar tersebut, tidak bisa hanya satu gaya saja. Kita harus benar-benar memaksimalkan perkembangan otaknya, supaya [impuls] listrik-listriknya saling nyambung," tutur Samanta.

2. Sesuaikan Mood Anak

Anda mungkin menyadari beberapa kali mengajak main si kecil, tapi ia justru rewel atau menangis. Bisa jadi, ia sebenarnya sedang tidak mood, Moms.

Ya, kita pun harus melihat suasana hati anak saat mau berkegiatan apa pun, termasuk ketika ingin mengajaknya bermain sekaligus menstimulasinya.

"Karena ada tipe ibu yang disiplin banget, terorganisir belajar dan stimulasinya. Kita harus lihat anak, kalau sudah mulai capek, lebih baik jangan dipaksakan, tapi ajak hal-hal yang sifatnya merefleksikan atau relaksasi. Sehingga, apa yang sudah ia pelajari dari stimulasi itu benar-benar meresap di otaknya. Karena kita juga tahu, mayoritas anak itu akan meresap apa yang dipelajari waktu dia tidur," jelas Samanta.

Kesalahan Umum yang Kerap Dilakukan Orang Tua saat Stimulasi Anak

Psikolog Anak dan Keluarga, Samanta Elsener. Foto: Nabila Fatiara/kumparan
Psikolog Anak dan Keluarga, Samanta Elsener. Foto: Nabila Fatiara/kumparan

Di sisi lain, ternyata cara stimulasi yang kurang tepat juga dapat membuat hasilnya kurang optimal, Moms. Salah satunya karena anak dibiarkan bermain sendiri dengan mainannya, tanpa didampingi orang tua atau orang dewasa lainnya.

"Biasanya terlalu membiarkan anak independent play. Anak boleh independent play tapi tidak boleh terlalu sering, terutama bila masih di bawah lima tahun. Kenapa? Karena dia butuh interaksi dua arah," ungkap Samanta.

Ia menjelaskan, semakin sering anak bermain sambil berinteraksi dengan orang dewasa, maka si kecil akan semakin menyambungkan mielinisasi, atau proses pembentukan lapisan lemak di ujung saraf untuk mempercepat transmisi impuls saraf.

Sebab, semakin sering anak berinteraksi baik dengan teman sebayanya, orang tua, maupun pengasuh, maka akan memudahkan otak dia bekerja mensinyalir impuls listrik-listrik tersebut. Jadi, pastikan anak selalu didampingi ketika bermain agar proses stimulasinya lebih maksimal ya, Moms!

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post