Riwayat Kawasan Berikat dan Isu Rembesan Impor - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Riwayat Kawasan Berikat dan Isu Rembesan Impor
Jun 24th 2025, 11:08 by kumparanBISNIS

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dua tahun lalu, 2023, pernah berkata bahwa Kawasan Berikat (KB) dan Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi pintu masuk barang-barang rembesan impor atau impor ilegal ke Indonesia.

Agus menyatakan, pengendalian impor ilegal di Indonesia menghadapi banyak tantangan, mulai dari banyaknya produk impor masuk tanpa pemeriksaan standar nasional Indonesia (SNI) di kawasan pabean (border), lemahnya pengawasan termasuk di kawasan berikat, lemahnya tata niaga impor yang tidak berbasis data industri, maraknya impor ilegal, hingga dugaan keterlibatan mafia

"Masalah pengendalian impor memang kompleks. Lebih kompleks lagi kalau dalam pelaksanaan di lapangan berhadapan dengan kekuatan yang kuat; kelompok-kelompok yang kuat, atau mafia," kata Agus ketika itu.

Kemenperin memang menengarai ada "rembesan" impor yang mengalir ke pasar Indonesia dan berpotensi mematikan industri manufaktur lokal.

Ilustrasi: Volodymyr TVERDOKHLIB/Shutterstock
Ilustrasi: Volodymyr TVERDOKHLIB/Shutterstock

Kawasan berikat di Indonesia lahir dari cita-cita besar untuk membentuk pusat industri ekspor yang terintegrasi dan kompetitif agar industri lokal tidak kalah saing dengan luar negeri. Kawasan ini dirancang sebagai ruang produksi dengan kemudahan logistik, efisiensi kepabeanan, serta insentif fiskal yang mendukung pertumbuhan industri berorientasi ekspor.

Lokasi kawasan berikat di Indonesia tersebar di berbagai lokasi strategis, terutama di dekat pelabuhan dan kawasan industri. Di antaranya Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di Marunda, Cakung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Tanjung Emas Export Processing Zone (TEPZ) di Semarang, dan beberapa lokasi di Batam.

Namun dalam perjalanannya, kawasan berikat tak lepas dari masalah. Kawasan itu justru dinilai dimanfaatkan untuk kepentingan lain dengan penyalahgunaan fasilitas hingga dugaan sebagai pintu masuknya barang impor secara ilegal yang mengganggu iklim industri lokal.

Ketua Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Iwa Koswara keberatan atas anggapan bahwa kawasan berikat menjadi biang keladi lesunya industri dalam negeri. Ia menilai tudingan tersebut tidak adil, mengingat mayoritas pelaku usaha di kawasan berikat taat aturan. Kawasan berikat juga merupakan fasilitas yang diberikan negara kepada pelaku usaha.

"Kawasan berikat itu sebuah fasilitas yang diberikan negara, kepada perusahaan. Itu yang tujuannya, salah satunya untuk diekspor," kata Iwa.

Ilustrasi Pabrik Manufaktur. Foto: AuthenticVision/Shutterstock
Ilustrasi Pabrik Manufaktur. Foto: AuthenticVision/Shutterstock

Terlepas dari isu pintu masuk impor ilegal, Iwa melihat kawasan berikat selama ini sangat menunjang perekonomian Indonesia. Di kawasan itu, terserap tenaga kerja sekitar 1,8 juta.

"Ada indirect economic activity juga di sana. Keberadaan kawasan berikat itu sangat luar biasa menunjang perekonomian kita. Jangan dilihat sisi negatifnya saja kawasan berikat ini," ujar Iwa.

Adapun perusahaan yang tergabung dalam APKB mayoritas bergerak di industri manufaktur seperti tekstil, alas kaki, obat-obatan hingga mainan anak. Pengawasan di area kawasan berikat selama ini dinilai Iwa sudah sangat ketat.

Pemeriksaan dilakukan langsung di lokasi kawasan berikat dengan setiap sudut gudang dipantau CCTV 24 jam dan sistem IT Inventory yang wajib terhubung langsung ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Oleh karena itu, Iwa memastikan perusahaan yang tergabung dalam APKB sebanyak 648 perusahaan dari sekitar 1.480 perusahaan yang berada di kawasan berikat, selalu mengikuti prosedur yang ada. Menurutnya, selama ini tidak ada indikasi perusahaan di APKB mendistribusikan barang impor ilegal ke Indonesia.

"Namanya oknum semua juga ada di semua sektor mau di bidang apapun oknum itu ada. Jangan sampai misalkan pelakunya dari 1.400 [perusahaan] itu cuma 3-4 perusahaan [distribusi impor ilegal] tapi kami digeneralisasi seperti ini. Kami keberatan kalau kawasan berikat dan PLB dianggap sebagai tempat bocornya berbagai macam ini ya, produk-produk yang merusak teman-teman industri dalam negeri."

Pemandangan kontainer di Kawasan Berikat. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan
Pemandangan kontainer di Kawasan Berikat. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan

Awal Mula Kawasan Berikat

Kawasan berikat di Indonesia mulai dikembangkan sejak 1972 dan dibentuk lewat PP No. 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) yang diteken Presiden ke-2 RI Soeharto. PP itu dikeluarkan sebagai upaya mendorong ekspor nonmigas dan efisiensi produksi. Kala itu, pemerintah Orde Baru, ingin menciptakan zona khusus yang memberi kemudahan logistik dan pembebasan bea masuk.

Dalam kawasan berikat, perusahaan dapat mengimpor bahan baku tanpa pungutan pajak selama produk tersebut diekspor. Diatur pula barang yang masuk ke kawasan ini tak langsung dikenai aturan impor, dan hanya dikenakan pajak bila dijual ke dalam negeri.

Pada tahun 1966, Soeharto juga menetapkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sebagai bentuk kebijakan strategis untuk mendorong percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi, khususnya di kawasan timur Indonesia.

Melalui Keppres ini, pemerintah menetapkan KAPET adalah wilayah geografis yang memiliki potensi dan memerlukan investasi besar untuk menjadikannya kawasan sektor industri, perdagangan, dan jasa. Sebagian wilayah KAPET dapat ditetapkan sebagai Kawasan Berikat guna mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk serta prosedur yang lebih ringkas.

Soeharto memprioritaskan pembangunan ekonomi nasional melalui sektor pertanian namun tetap memberi ruang bagi perkembangan industri. Salah satu wilayah yang mendapat perhatian khusus adalah Batam yang disiapkan menjadi kawasan industri strategis.

Ilustrasi Kota Batam Foto: Shutterstock
Ilustrasi Kota Batam Foto: Shutterstock

Untuk mengembangkan Batam sebagai daerah industri, Soeharto menunjuk BJ Habibie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi menjadi Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam pada tahun 1978-1998. Dia ingin agar Batam dikembangkan sebagai daerah industri berteknologi tinggi.

Dalam masa kepemimpinannya, Habibie mampu membuat Batam berkembang sangat pesat. Dia mengubah arah pembangunan Batam bukan hanya basis logistik Pertamina, tetapi menjadi proyek nasional dengan menjadikan Pulau Batam sebagai daerah industri.

Seiring berjalannya waktu, Batam berkembang pesat. Wilayah ini dibentuk menjadi kota industri, termasuk kawasan berikat, untuk menarik investasi dan mendorong ekspor. Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menjadi salah satu bentuk keberhasilan pembentukan wilayah industri.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan Habibie terpesona oleh pesatnya perkembangan kawasan industri di Shenzhen, China sehingga berhasil menciptakan Batam sebagai kawasan industri.

Menurut Bhima, kekaguman Habibie kemudian memunculkan pertanyaan mengapa Indonesia tidak mengadopsi cara China mengembangkan potensi industri yang mereka miliki. Kemudian lahirlah ide pengembangan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas, yang kemudian berkembang menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) dan selanjutnya kawasan berikat.

Habibie membidikkan kamera sakunya di Batam, Selasa (13/10/1998). Foto: ANTARA/Audy MA
Habibie membidikkan kamera sakunya di Batam, Selasa (13/10/1998). Foto: ANTARA/Audy MA

"Lalu muncul ide [Habibie] kenapa gak bikin Batam? kenapa Indonesia gak bisa? Itu narasi konteks preteksnya. Kemudian berkembang kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas Batam, terus bikin kawasan berikat," papar Bhima.

Kawasan berikat kemudian diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.055/1997 tentang kawasan berikat dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Peraturan Pemerintah [PP] Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat.

Keputusan ini mengatur ketentuan mengenai Kawasan Berikat sebagai salah satu bentuk tempat penimbunan Berikat dengan batas-batas tertentu yang digunakan untuk kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal dan akhir, hingga pengepakan barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya (DPIL), yang hasilnya untuk tujuan ekspor.

Aturan itu kemudian mengalami perubahan beberapa kali seperti Keputusan Menteri Keuangan 292/KMK.01/1998 tentang Perubahan Kepmenkeu No. 291/KMK.05/1997, lalu diubah dengan 349/KMK.01/1999 dan setahun kemudian berganti dengan 94/KMK.05/2000. Perubahan KMK kembali dilakukan pada tahun 2002, 2004, 2005 dan menjadi Peraturan Menteri Keuangan nomor 147/PMK.04/2011 kemudian dicabut dan digantikan dengan PMK Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat.

Proses bongkar muat pelet kayu di kapal barang Desa Trikora, Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, Minggu (3/11/2024). Foto: Adiwinata Solihin/ANTARA
Proses bongkar muat pelet kayu di kapal barang Desa Trikora, Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, Minggu (3/11/2024). Foto: Adiwinata Solihin/ANTARA

PMK 131/2018 ini memberikan relaksasi berupa perizinan untuk pengeluaran hasil produksi kawasan berikat ke pasar domestik dalam jumlah maksimal 50% dari penjumlahan nilai realisasi ekspor dan penjualan ke berbagai kawasan.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri mengatakan sejak terbitnya PMK 131/2018, produk dari kawasan berikat dibolehkan masuk ke pasar domestik dengan alasan melemahnya ekspor. Hal ini menimbulkan ketimpangan daya saing antara pelaku industri di kawasan berikat dan industri manufaktur di luar kawasan.

Karena kelonggaran itu, pasar dalam negeri dibanjiri produk murah dari kawasan berikat yang menikmati insentif fiskal. Padahal, produk lokal di luar kawasan harus bersaing dengan harga yang sudah terdampak biaya bahan baku yang lebih tinggi. Kemenperin sudah menyampaikan kepada Kemenkeu untuk mengubah aturan tersebut.

"Tapi kan tidak bisa selamanya begitu karena kan tidak fair ketika bea masuknya mereka dapat fasilitas 0% yang di luar industri kawasan berikat kan enggak dapat. Kalau mereka mau jual produknya di pasar domestik ya jangan kasih fasilitas 0% dong bea masuk bahan bakunya. Samakan saja dengan itu. Kalau itu kami enggak masalah," kata Febri.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief.  Foto: Dok. Kemenperin
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief. Foto: Dok. Kemenperin

Bhima menilai arah dan implementasi kawasan berikat sejak 2018 mulai bergeser dari visi awal Soeharto dan Habibie. Kawasan yang dulu dibayangkan sebagai pusat industri ekspor dengan birokrasi mudah, justru sebaliknya.

Alih-alih menjadi simpul industri ekspor, kawasan berikat disebut malah menjadi jalur masuk barang impor dalam skala besar, terutama melalui skema e-commerce tanpa pengawasan yang ketat.

"Jadi kawasan berikat naik itu tahun 2018, semua orang bilang impor akan masuk terutama ke e-commerce, [jadi] bocor. Intinya beda banget, dulu Habibie mimpinya adalah di situ ada kawasan industrinya, biaya logistiknya murah, proses custom atau bea cukainya cepat, sehingga produk ekspor kita di situ," kata Bhima.

Pemerintah kembali memperbarui regulasi terkait kawasan berikat melalui PMK No. 65/PMK.04/2021. Aturan ini mengubah sejumlah ketentuan PMK 131/2018 dengan penajaman dalam aspek transparansi, pengawasan, dan akuntabilitas fiskal. Dalam pasal 15, diatur kewajiban bagi para perusahaan harus melaporkan secara berkala terkait investasi hingga nilai penjualan hasil produksi.

Kemudian, pengawasan berbasis teknologi juga diperketat, CCTV dan sistem IT Inventory wajib bisa diakses langsung Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak dengan data rekaman minimal tujuh hari terakhir. Aturan ini dimaksudkan untuk menutup celah manipulasi arus barang di pintu masuk dan keluar kawasan.

Di sisi lain, sanksi terhadap penyelewengan juga diperjelas. Dalam pasal 42 diatur Bea Cukai bisa melakukan pembekuan izin secara otomatis bila terjadi pelanggaran berat atau berdasarkan hasil audit. Jika izin dicabut, barang-barang yang masih tersisa wajib diselesaikan dalam waktu 30 hari, atau akan dianggap sebagai barang tidak dikuasai.

Pelepasan ekspor komoditas pertanian di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (15/8/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Pelepasan ekspor komoditas pertanian di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (15/8/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan

Diduga Jadi Celah Impor Ilegal

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta berpandangan impor ilegal—terutama dari China—yang membanjiri pasar Indonesia sudah terjadi sejak 15 tahun lalu. Namun, menurutnya, barang impor ilegal kian masif setelah pandemi COVID-19.

"Memang lebih masif itu setelah COVID, di kuartal IV 2022, itu lebih masif. Terus ada perubahan barang yang masuk," kata Redma.

Menurut dia, terdapat perubahan signifikan dalam jenis barang yang masuk ke Indonesia. Sebelum pandemi COVID-19 pada 2020 lalu, impor lebih didominasi kain grey [kain mentah] dan kain finish. Saat ini justru pakaian jadi yang lebih banyak beredar di pasaran.

Fenomena ini, kata Redma juga terlihat jelas di sejumlah pusat perdagangan pakaian seperti di Mangga Dua, Jakarta Utara. Menurutnya, di sana banyak pakaian jadi dari China yang terang-terangan dijual.

"Kalau sebelum COVID itu yang masuk lebih banyak kain grey, kain finish. Kalau sekarang yang lebih banyak masuk pakaian jadi," ujarnya, menyebut persentase pergeseran jenis barang impor pun sudah terlihat signifikan.

"Dalau dulu mungkin persentasenya 70% kain, 30% pakaian jadi. Kalau sekarang udah kebalik. Sekarang udah 70% pakaian jadi, 30% kain. Ini sudah sejak lama, cuma setelah COVID ini makin menjadi," imbuhnya.

Baju Impor Bekas di Plaza Kalibata Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Baju Impor Bekas di Plaza Kalibata Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan

Persaingan dengan barang China, kata Redma, menjadi tantangan berat bagi industri tekstil nasional. "Ini lebih gila lagi, ini yang bikin industri tekstil kita jadi [berdarah-darah]."

Dalam praktik industri di kawasan berikat, Bhima berpandangan ada perusahaan tidak benar-benar melakukan produksi, melainkan hanya melakukan relabeling terhadap barang jadi impor menjadi standar nasional Indonesia [SNI] lalu dipasarkan di dalam negeri.

Menurutnya, modus ini merugikan industri dalam negeri. "Makin lama industrinya gak terlalu tertarik, akhirnya industrinya bilangnya impor bahan baku, ternyata hanya labeling doang, made in-nya diubah, merknya diubah. Kemudian dia bilang kita produksi sesuatu. Jadi barang sudah jadi di-relabelling dijual ke domestik. Jadi salah sasaran."

Bhima menuturkan keuntungan yang didapatkan bisa jadi lebih besar dengan modus tersebut. "Dilabel ulang, country of origin diubah. Mereka dapat fasilitas bebas pajak dan lain-lain kan lebih murah barangnya, itu pakai SNI macem-macem enggak apa-apa. Halal dan lain-lain dioper ke domestik," jelas Bhima.

Truk membawa peti kemas menuju Kawasan Berikat. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan
Truk membawa peti kemas menuju Kawasan Berikat. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan

Ketua Dewan Penasehat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta juga berpendapat ada penyimpangan di kawasan berikat. Salah satunya ketika barang impor yang semestinya diekspor kembali justru dialihkan ke pasar domestik tanpa memenuhi ketentuan.

Menurutnya, penyalahgunaan izin kawasan berikat dengan mengimpor barang jadi, bukan bahan baku produksi ekspor sering dimanfaatkan untuk menghindari bea masuk.

"Dia tidak melaporkan ke Bea Cukai, tapi dia luberkan ke dalam negeri, ya dong? Tapi salahnya siapa? Salah Bea Cukai. Karena Bea Cukai ada di situ. Karena Bea Cukai ada di kawasan berikat, setiap keluar barang dia keluar masuk, dia harus periksa," kata Tutum.

Akibat maraknya barang dari China, Redma mengatakan industri Indonesia masuk dalam deindustrialisasi babak ketiga. Babak pertama terjadi pada era 90-an, ketika industri tekstil Indonesia masih sangat bergantung pada pasar ekspor ke Amerika dan Eropa.

Babak kedua deindustrialisasi terjadi karena dipicu oleh perjanjian perdagangan bebas (FTA) antara Indonesia dan Tiongkok. Dan sekarang ini, babak ketiga terjadi karena derasnya barang China hingga membuat banyak perusahaan tak berdaya.

"Ketika COVID selesai, barang China banjir. Nah, itu deindustrialisasi yang ketiga. Dan di situ, itu nggak banyak yang switching, itu bener-bener stop. Betul-betul mati itu perusahaan. Makanya 60 persen perusahaan yang mati itu karena dia nggak switching."

Ilustrasi produk impor China. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi produk impor China. Foto: Shutter Stock

Hal senada juga dirasakan perusahaan yang tergabung dalam APKB. Iwa mengamini bahwa barang lokal Indonesia kalah bersaing dengan barang China.

Persaingan ini menyebabkan banyak perusahaan di APKB membatasi jumlah produksi. Mereka hanya memproduksi barang berdasarkan order tidak berani dengan jumlah lebih.

"Sekarang itu gini kita dari masa sulit ya. Rata-rata produksi itu, manufaktur, itu by order kita. Mass produksi itu, kalau tidak laku bagaimana sekarang? Ini risikonya terlalu tinggi," ujar Iwa.

Benahi Kawasan Berikat

Keberadaan kawasan berikat dinilai asosiasi perdagangan sebagai konsep yang baik untuk menggenjot industri lokal. Hal yang perlu diperbaiki adalah pengawasan dan penegakan hukum terhadap oknum yang memanfaatkan kawasan berikat untuk kepentingan kelompok tertentu.

"Ketika ada permainan di sana-sini, ya, bukan maksud kita kawasan berikutnya dihilangkan, dihapus. Jangan kayak gitu juga. Tinggal dibenerin aja ini yang pengawasannya dibetulin," ujar Redma.

Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama. Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama. Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Redma menaruh harapan besar terhadap kepemimpinan Dirjen Bea Cukai Letnan Jenderal (Purn) Djaka Budhi Utama. Dia berharap di tangan mantan prajurit TNI itu, Bea Cukai bisa membasmi oknum di kawasan berikat.

"Memang tergantung penegakan hukum, pengawasan ini yang paling penting. Kenapa kita berharap banyak sama Pak Dirjen yang sekarang? Cara-cara ilegal ini, itu kan yang terlibat banyak. Oknum-oknum petugas Bea Cukai-nya, sudah pasti, ya. Oknum pengusaha, importirnya."

Dukungan menindak oknum di kawasan berikat juga diberikan APKB. Iwa menuturkan jika pemerintah menemukan adanya indikasi penyelundupan barang impor ilegal melalui kawasan berikat sebaiknya segera diproses.

"Kalau memang datanya benar kita juga mendukung ya penindakan itu karena kalau memang benar ada gitu lho. Kalau memang benar itu ada ya silahkan ditindak gitu," kata Iwa.

Dia tak ingin isu celah impor ilegal berada di kawasan berikat menjadi bola liar yang tak berujung.

Kondisi kawasan berikat yang dinilai sudah melenceng dari tujuan awal, harus dievaluasi secara menyeluruh terhadap tata kelola yang ada. Bhima mengatakan kawasan berikat kini kemanfaatannya sangat jauh dari fungsi utamanya sebagai pendorong ekspor dan industrialisasi.

Menurutnya, evaluasi total harus segera dilakukan sekaligus mengantisipasi dampak perang dagang Amerika dan China terhadap kondisi ekonomi. Sebab bisa saja terjadi pengalihan arus barang impor dari negara-negara terdampak ke pasar domestik.

"Saat ini menjadi momentum yang penting untuk melakukan evaluasi total, termasuk juga pengetatan pengawasan, karena di saat yang bersamaan efek dari perang dagang, banyak sekali pengalihan barang-barang dari negara lain itu masuk ke Indonesia. Khawatir salah satu jalur masuknya melalui kawasan berikat," tutup Bhima.

kumparan telah bersurat kepada Dirjen Bea Cukai melalui Humas Dirjen Bea Cukai untuk menanyakan perihal pengawasan terhadap Kawasan Berikat dan Pusat Logistik Berikat. Humas Dirjen Bea Cukai kemudian meminta daftar pertanyaan dikirimkan. Namun, hingga artikel ini tayang, pertanyaan yang dilayangkan tersebut belum terjawab.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post