PBB Ungkap Banyak Pasangan Tak Mampu Punya Banyak Anak, Ini Penyebabnya! - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
PBB Ungkap Banyak Pasangan Tak Mampu Punya Banyak Anak, Ini Penyebabnya!
Jun 11th 2025, 16:00 by kumparanMOM

ilustrasi keluarga dengan satu anak memasak bersama Foto: Shutterstock
ilustrasi keluarga dengan satu anak memasak bersama Foto: Shutterstock

Namrata Nangia dan suaminya telah mempertimbangkan untuk memiliki anak lagi, sejak putrinya telah beranjak lima tahun. Tetapi, wanita yang tinggal di Mumbai, India, itu selalu berpikir: "Apakah kami mampu memenuhi seluruh kebutuhannya?".

Namrata dan suaminya sebenarnya memiliki penghasilan tetap. Ia bekerja di perusahaan farmasi dan suaminya bekerja di perusahaan ban. Namun, diakuinya biaya untuk membesarkan satu anak saja sudah sangat besar, mencakup biaya sekolah, bus sekolah, les renang, dan pergi ke dokter umum pun mahal.

"Dulu kami hanya bersekolah, tidak ada kegiatan ekstrakurikuler. Tetapi, sekarang kami harus mengirim anak kami berenang, les menggambar, dan hal lain yang perlu mereka lakukan," ucap Namrata, dikutip dari BBC.

Menurut laporan terbaru dari Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), badan PBB yang berfokus pada kesehatan seksual dan hak reproduksi, situasi Namrata menjadi norma global. Salah satu yang ditemukan UNFPA terkait hambatan yang dampaknya lebih besar bagi anak-anak bukanlah keuangan, tetapi kurangnya waktu yang dihabiskan bersama keluarga.

Hal ini dirasakan juga oleh Namrata, yang menghabiskan sedikitnya tiga jam sehari untuk pergi ke kantor dan pulang ke rumah. Setibanya di rumah, dia kelelahan tetapi sebenarnya masih ingin menghabiskan waktu untuk bersama putrinya. Akibatnya, ia merasa tidak cukup tidur.

"Setelah seharian bekerja, sebagai seorang ibu, tentu Anda akan merasa bersalah karena tidak cukup meluangkan waktu bersama anak. Jadi, kami akan fokus pada satu [anak] saja," tutur Namrata.

Survei Terbaru UNFPA Terkait Tingkat Kesuburan Anak dan Alasan Pasangan Menunda Punya Anak

Ilustrasi keluarga. Foto: Shutterstock
Ilustrasi keluarga. Foto: Shutterstock

UNFPA selama ini bersikap tegas pada penurunan angka kelahiran, dengan memperingatkan ratusan juta orang tidak dapat memiliki anak sebanyak yang pasangan inginkan. Alasannya karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan orang tua, dan tidak mencapai pasangan yang cocok menjadi beberapa alasannya.

Nah Moms, UNFPA mensurvei 14.000 orang di 14 negara tentang keinginan mereka untuk memiliki anak. Hasilnya, 1 dari 5 orang mengatakan mereka belum memiliki atau berharap tidak akan memiliki jumlah anak seperti yang mereka inginkan.

Negara yang disurvei adalah Korea Selatan, Thailand, Italia, Hungaria, Jerman, Swedia, Brasil, Meksiko, Amerika Serikat, India, Maroko, Afrika Selatan, dan Nigeria --yang mencakup sepertiga dari populasi global. Negara-negara tersebut merupakan gabungan dari negara berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi, serta negara dengan tingkat kesuburan rendah dan tinggi. UNFPA melakukan survei pada orang dewasa muda dan mereka yang telah melewati masa reproduksi.

"Dunia telah memulai penurunan angka kesuburan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kebanyakan orang yang disurvei sebenarnya menginginkan dua anak atau lebih. Namun, angka kesuburan menurun sebagian besar karena banyak yang mereka tidak mampu menciptakan keluarga yang mereka inginkan. Itulah krisis yang sebenarnya," jelas Kepala UNFPA, Dr. Natalia Kanem.

Seorang demografer yang telah meneliti fertilitas di Eropa, Anna Rotkirch, juga terkejut dengan banyaknya responden berusia 50 tahun ke atas (31 persen) yang mengatakan ternyata mereka memiliki anak lebih sedikit dari yang mereka inginkan.

Survei tersebut juga menemukan 39 persen orang mengatakan keterbatasan keuangan menjadi halangan utama untuk memiliki anak. Respons tertinggi terjadi di Korea (58 persen) dan terendah di Swedia (19 persen).

Keluarga Korea Selatan. Foto: Kim Hong-Ji/REUTERS
Keluarga Korea Selatan. Foto: Kim Hong-Ji/REUTERS

Secara keseluruhan, hanya 12 responden yang menyebutkan infertilitas atau kesulitan untuk hamil sebagai alasan mereka tidak memiliki anak dengan jumlah yang diinginkan. Angka ini paling tinggi dilaporkan oleh responden asal Thailand (19 persen), AS (16 persen), Afrika Selatan (15 persen), Nigeria (14 persen), dan India (13 persen).

"Ini pertama kalinya [PBB] benar-benar berupaya keras mengatasi masalah angka kelahiran rendah," ujar demografer Hong Kong University of Science and Technology, Prof Stuart Gietel-Basten.

Dr. Kanem mengungkapkan badannya fokus pada wanita yang memiliki anak banyak dan kebutuhan yang belum terpenuhi, salah satunya kontrasepsi. Meski begitu, UNFPA mengimbau dunia agar berhati-hati karena rendahnya angka kelahiran.

"Saat ini yang kita lihat adalah banyak retorika bencana, baik kelebihan populasi atau menyusutnya populasi, yang mengarah pada respons berlebih dan dan terkadang manipulatif. Dalam hal ini membuat wanita jadi ingin memiliki lebih banyak anak, atau justru lebih sedikit," tutur Dr. Kanem.

Mengilas balik 40 tahun lalu, beberapa negara seperti China, Korea, Jepang, Thailand, dan Turki khawatir populasinya terlalu tinggi. Namun, di tahun 2015, mereka justru ingin meningkatkan angka kelahiran.

"Kita melihat angka kelahiran rendah, populasi yang menua, stagnasi populasi yang digunakan sebagai alasan untuk menerapkan kebijakan nasionalis, anti-migran, dan kebijakan konservatif gender," tutup Prof Gietel-Basten.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post