Warga Palestina meratapi mayat anak-anak yang tewas dalam serangan Israel di Jabalia, di Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, Rabu (14/5/2025). Foto: Bashar Taleb/AFP
Konflik di Gaza masih terus berlangsung hingga hari ini sejak pecah pada Oktober 2023. Korban meninggal dunia pun semakin bertambah setiap harinya, terutama perempuan dan anak-anak.
Badan PBB untuk urusan perempuan, UN Women, memperkirakan lebih dari 28 ribu perempuan dan anak perempuan meninggal dunia di Gaza sejak Oktober 2023. Artinya, rata-rata satu perempuan dan satu anak perempuan kehilangan nyawa setiap jam dalam serangan Israel ke Gaza.
"Di antara mereka yang tewas, ribuannya adalah ibu-ibu, meninggalkan anak-anak, keluarga, dan masyarakat yang hancur," ungkap UN Women dalam keterangannya.
Menurut UN Women, kondisi Gaza justru semakin memburuk sejak gencatan senjata berakhir pada Maret 2025. Seluruh penduduk di Gaza kehabisan makanan dan bahan pokok lainnya dengan cepat, sehingga meningkatkan risiko kelaparan. Lebih dari 1 juta perempuan dan anak perempuan menghadapi tingkat kelaparan yang sangat tinggi.
"Perempuan dan anak perempuan terjebak, harus tinggal di pengungsian, meningkatnya angka kematian ibu, dan kurangnya mekanisme keselamatan dan perlindungan," imbuh UN Women.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa serangan Israel telah menghilangkan nyawa lebih dari 53 ribu jiwa, termasuk di antaranya anak-anak, dan para lansia.
Tantangan berat perempuan dan anak perempuan di Gaza
Warga Palestina menunggu untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal, di Kota Gaza, Rabu (21/5/2025). Foto: Mahmoud Issa/REUTERS
Menurut laporan UNFPA, perempuan di Gaza hidup dalam ketidakamanan selama konflik berlangsung, bahkan 91 persen dari mereka melaporkan kondisi kesehatan yang terus memburuk. Kurangnya produk menstruasi, fasilitas kebersihan, dan air bersih telah meningkatkan risiko infeksi. Setidaknya, 3 dari 4 perempuan di Gaza tidak dapat mengakses produk kebersihan menstruasi.
Mereka juga mengalami kekurangan gizi kronis yang meluas karena akses makanan yang menyempit. Akses yang sulit terhadap layanan kesehatan memperburuk dampak dan durasi penyakit.
Warga Palestina berkumpul untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, Kamis (24/4/2025). Foto: Mahmoud Issa/REUTERS
Sepanjang konflik berlangsung, kekerasan dan eksploitasi berbasis gender juga dilaporkan meningkatkan tajam. Perempuan dan anak perempuan di tempat pengungsian yang tidak memadai menjadi korban terbanyak.
UNFPA juga mengungkap kondisi lingkungan yang tidak aman dengan perang setiap harinya menyebabkan dampak psikologis yang parah. Kasus kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca trauma meningkat pesat sejak konflik pecah. Ketakutan dan keputusasaan dirasakan perempuan setiap hari menjadi beban terberat yang harus mereka tanggung.