Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan arahan saat peluncuran Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga Tuberkulosis di Kantor Kelurahan Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (9/5/2025). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2025. Dalam survei tersebut, diumumkan prevalensi stunting nasional mengalami penurunan dari 21,5 persen di tahun 2023 menjadi 19,8 persen.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pihaknya menargetkan penurunan prevalensi stunting di tahun 2024 berada di angka 20,1 persen. Kabar baiknya, angkanya turun lebih banyak dari yang ditargetkan, Moms!
"Kita harusnya dikasih target yang kita kejar 20,1 persen, alhamdulillah surveinya menunjukkan kita 19,8 persen. Jadi, masih ada 0,3 persen lebih baik dari target yang kita susun dengan Bappenas," ungkap Menkes Budi di Auditorium Siwabessy, Gedung Kemenkes, Senin (26/5).
Budi mengungkapkan, Kemenkes berkoordinasi dengan Sekretariat Wakil Presiden dan Bappenas akan menyusun kembali Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terkait target penurunan angka stunting. Pihaknya menargetkan angka stunting diturunkan menjadi 14,2 persen pada tahun 2029. Atau turun hingga 7,3 persen dari tahun 2023 dengan angka stunting 21,5 persen.
Sementara untuk target di tahun 2025, ia menargetkan angka stunting bisa kembali turun menjadi 18,8 persen.
Provinsi dengan Jumlah Kasus Stunting Terbanyak
Dalam pemaparannya, Budi Gunadi mengungkapkan jumlah balita penderita stunting di Indonesia mencapai 4,48 juta jiwa. Untuk mencapai target penurunan angka stunting tahun 2025, terdapat enam provinsi yang menjadi prioritas penanganan karena telah menyumbang 50 persen dari total kasus stunting nasional.
Pemeriksaan gejala stunting pada anak. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Berikut adalah provinsi dengan jumlah balita stunting tertinggi, yaitu:
Jawa Barat (638.000 balita)
Jawa Tengah (485.893 balita)
Jawa Timur (430.780 balita)
Sumatera Utara (316.456 balita)
Nusa Tenggara Timur (214.143 balita)
Banten (209.600 balita)
"Jadi, kalau 6 provinsi ini bisa kita turunkan 10 persen aja, oh itu pasti stunting secara nasional kita bisa easily turun 4-5 persen. Karena 50 persennya ada di enam provinsi ini," tutur Budi.
Menkes Tekankan Intervensi Stunting Sejak Kehamilan
Sejumlah strategi telah dilakukan Kemenkes untuk menurunkan angka stunting nasional, yaitu lewat 11 program intervensi, khususnya bagi remaja putri. Ya Moms, bahkan intervensinya sudah dimulai sejak masa pra-kelahiran atau kehamilan, lho!
Ilustrasi Anemia. Foto: New Africa/Shutterstock
Ia menekankan para calon ibu tidak boleh sampai mengalami anemia atau kekurangan hB, maka Kemenkes telah menyiapkan program tablet tambah darah.
Selain hB rendah, ibu hamil juga sebaiknya tidak boleh kekurangan gizi, sehingga Kemenkes telah menggencarkan tes darah dan pengukuran lingkar lengan atas (LiLA). Bila hB itu di bawah 12 dan LiLA di bawah 23,5 cm, maka pemenuhan gizi diberikan agar anak tidak terlahir dengan kondisi stunting.
"Sekarang kita juga perlahan melakukan transisi, memberikan tablet tambah darah ke mikronutrien sesuai aturan WHO. Kalau dua hal itu dijalankan, ibu-ibu diukur lengannya, hB-nya, kemudian kalau [hasilnya] kurang dikasih makanan cukup dan minum tablet tambah darah dan mikronutrien, saya rasa bisa menurunkan drastis [angka stunting]," jelas dia.
Lebih lanjut, penguatan program Posyandu juga terus dilakukan lewat pendistribusian 300.000 alat antropometri, mendukung program ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.
"Kalau semua [program] jalan, tahun 2025 angka [stunting jadi] 18,8 persen itu bisa kita kejar," tutup Budi Gunadi.