KPK dikritik terkait penanganan kasus Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor. Kasus tersebut dinilai politis sebab KPK tidak buru-buru menjerat Gus Muhdlor sebagai tersangka.
Kasus ini berawal dari OTT yang dilakukan oleh KPK pada 25 Januari 2024. Namun saat OTT, Gus Muhdlor tak ditemukan.
KPK melalui wakil ketuanya, Nurul Ghufron, bahkan mengaku pihaknya mencari-cari Gus Muhdlor saat OTT tersebut.
Pada akhirnya Muhdlor tidak sempat diperiksa KPK. Adapun dalam OTT tersebut, KPK menetapkan Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo bernama Siska Wati sebagai tersangka.
Kemudian semenjak itu, Gus Muhdlor tak kunjung dijerat tersangka oleh KPK. Dia baru dijerat pada hari ini, Selasa (16/4).
"Kami memperingatkan sejak awal mengenai kejanggalan pada penanganan kasus Sidoarjo karena berpotensi dipolitisasi. Pada kenyataannya kekhawatiran kami terbukti dengan penetapan tersangka tepat dilakukan pasca penyelenggaraan pilpres," kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, dalam keterangannya.
Menurut Praswad, selama pilpres, pasca-OTT yang tidak menetapkan bupati sebagai tersangka, Bupati Sidoarjo ini gencar kampanye untuk pasangan calon yang didukung oleh Presiden. Gus Muhdlor kampanye untuk Prabowo-Gibran.
"Tidak heran berbagai pihak mempertanyakan objektivitas penanganan kasus ini," ucapnya.
Kemudian, menurut dia, dari kacamata penyidikan kasus ini penuh kejanggalan. Terlebih, pasca-OTT, Nurul Ghufron selaku pimpinan KPK sudah menjelaskan bahwa uang yang dikumpulkan dalam rangka kepentingan pemenuhan kebutuhan Bupati.
"Artinya penyidik sudah memiliki bukti permulaan yang memadai sampai pimpinan KPK berani mengeluarkan statement tersebut," kata Praswad.
"Pertanyaannya mengapa pasca OTT, alih-alih menetapkan bupati jadi tersangka malah penetapan dilakukan terhadap pelaku lapangan dengan level jabatan yang tidak tinggi," sambungnya.
Ditambah lagi, Gus Muhdlor ini dinilai tidak kooperatif dan sempat menghilang.
"Ada motif apa penetapan tersangka dilakukan pasca penetapan pemenang pilpres dan menjelang putusan MK? Wajar apabila publik melihat adanya potensi politisasi pada kasus ini," pungkasnya.
KPK belum membeberkan secara detail kasus yang menjerat Gus Muhdlor ini. Namun menurut Ali, Gus Muhdlor dijerat dengan Pasal 12 f dan atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
Sebelum Gus Muhdlor, KPK terlebih dahulu menjerat dua tersangka lainnya. Mereka adalah: Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Ari Suryono dan seorang pejabat bernama Siska Wati.
Merujuk ke kasus dua tersangka tersebut, diduga mereka melakukan korupsi dengan cara memotong dana insentif pajak ASN pada BPPD Sidoarjo. Nilai pungli untuk tahun 2023 mencapai Rp 2,7 miliar.
Diduga, uang Rp 2,7 miliar itu dinikmati oleh para tersangka.
Selain kasus hukum di KPK, Nama Gus Muhdlor sempat mencuat menjelang pilpres lalu. Sebagai kader PKB, Gus Muhdlor menyatakan dukungan pada Cak Imin pada Februari 2023. Namun, dukungannya kemudian berubah menjadi ke Prabowo-Gibran pada awal Februari 2024.