Cuaca ekstrem yang terjadi di pesisir timur Australia sepanjang tahun ini mulai berdampak pada pasokan pangan, termasuk sayuran. Pada Mei lalu, banjir besar melanda wilayah tersebut, menyebabkan sebagian warga harus mengungsi, listrik padam, dan beberapa infrastruktur rusak.
Dampak dari kondisi cuaca tersebut juga dirasakan dalam sektor pertanian. Salah satu komoditas yang terdampak adalah brokoli. Selain banjir, kelangkaan brokoli juga dipengaruhi oleh Siklon Alfred dan kekeringan yang terjadi di Australia Selatan dan Victoria.
Bahkan sejumlah supermarket besar di Australia, seperti Coles, Aldi, dan Woolworths, mengonfirmasi bahwa pasokan brokoli saat ini sedang menipis. Hal ini membuat brokoli mulai sulit ditemukan di beberapa toko.
"Akibat cuaca ekstrem baru-baru ini di beberapa wilayah pertanian utama, kami mengalami tantangan dalam ketersediaan brokoli," ujar juru bicara Coles dikutip dari News.com.au, Jumat (4/7).
Ia menambahkan bahwa pihaknya juga tengah bekerja sama dengan para pemasok untuk memperbaiki pasokan secepat mungkin. Supermarket juga telah memasang pemberitahuan di toko untuk memberi tahu pelanggan bahwa stok brokoli sangat terbatas dan permintaan tinggi.
Salmon brokoli untuk makanan bayi. Foto: Shutter Stock
Juru bicara Woolworths juga mengonfirmasi hal serupa. Meski menyebut kelangkaan ini bersifat sementara, ia mengakui bahwa brokoli merupakan sayuran musim dingin yang sangat digemari, dan perusahaan tengah bekerja keras bersama petani untuk mempercepat pasokan kembali.
Sementara itu, Aldi menyebut cuaca buruk selama enam minggu terakhir sebagai penyebab utama kelangkaan. Jaringan supermarket asal Jerman itu mengatakan akan terus memantau situasi dan bekerja sama dengan produsen untuk menjaga harga tetap kompetitif di tengah kondisi sulit ini.
Kondisi ini juga dirasakan langsung oleh konsumen. Seorang pengguna Reddit bercerita bahwa ia menemukan adanya kenaikan harga brokoli di lapangan. Di salah satu supermarket, brokoli beku dijual seharga 8 dolar Australia sekitar Rp 85 ribu per kilogram, sementara brokoli segar dibanderol 9,90 dolar sekitar Rp 105 ribu per kilogram.
Tak hanya dari sisi distribusi, kualitas panen juga terdampak. Ben Pohlner, seorang petani dari Volcano Produce di Victoria barat, mengungkapkan bahwa meski tanamannya tumbuh, kurangnya kelembapan membuat brokoli menjadi pahit dan tidak layak konsumsi.
Ilustrasi Brokoli. Foto: Shutterstock
"Tanaman kami mengalami stres air dan gagal panen berkali-kali, terutama selama musim panas...Brokoli terlihat bagus, tapi rasanya pahit dan tidak bisa dimakan," ucap Ben.
Australia bukan satu-satunya negara yang mengalami krisis brokoli tahun ini. Pada Januari lalu, Inggris juga menghadapi kelangkaan akibat musim gugur dan musim dingin yang lebih hangat dari biasanya, sehingga tanaman brokoli tumbuh terlalu cepat dan tidak sesuai siklus.
Ya, di Indonesia, brokoli juga salah satu komoditas yang memiliki permintaan pasar yang tinggi. Dikutip dari laman Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Kementerian Pertanian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi tanaman brokoli mencapai 189.443 ton pada tahun 2022 lalu. Kementerian Pertanian terus berfokus untuk meningkatkan produktivitas dan pemasaran hasil tanaman brokoli.