Kasus gugatan Ari Bias terhadap penyanyi kenamaan Agnez Mo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi babak baru dalam industri musik. Majelis Hakim memenangkan pencipta lagu "Bilang Saja" itu dan mendenda Agnez sebesar Rp 1,5 miliar karena menyanyikan lagu tersebut untuk tujuan komersil tanpa izin.
Putusan itu menggulirkan preseden gugatan hak cipta serupa seperti pada kasus Keenan Nasution dan Rudi Pekerti versus Vidi Aldiano. Dua musisi senior itu menganggap Vidi menyanyikan lagu ciptaan keduanya, "Nuansa Bening", tanpa izin di 31 penampilan langsung (live event) tanpa izin sehingga menggugatnya Rp 24,5 miliar dan sita rumah miliknya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Vidi Aldiano di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (21/3) Foto: DN Mustika Sari/kumparan
Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta pasal 23 ayat (5) mengatur bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
UU tersebut mengamanatkan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) menangani pengumpulan royalti penggunaan karya cipta lagu untuk kemudian mendistribusikannya kepada pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait.
Sistem ini disebut sebagai blanket licensing alias royalti ditarik secara kolektif melalui sebuah lembaga bernama LMK-LMKN. Di luar negeri, LMK dikenal sebagai Collective Management Organization.
Namun, sebagian pencipta tak puas dengan pelaksanaan UU Hak Cipta dan manajemen royalti tersebut. Mereka berhimpun dalam Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) untuk memperjuangkan hak atas royalti yang dinilai kurang memuaskan saat didistribusikan oleh LMKN.
Musisi Piyu Padi memberikan keterangan pers terkait putusan pengadilan Ari Bias dengan Agnez Mo di Cipete, Jakarta, Senin, (17/2/2025). Foto: Agus Apriyanto
Ketua Umum AKSI Piyu "Padi Reborn" menyebut pada 2024 hanya menerima royalti sekitar Rp 125.000 setelah dipotong pajak penghasilan (PPh). Sementara itu, pada tahun sebelumnya, 2023, Piyu mengaku menerima Rp 349.283.
AKSI mengusulkan agar pencipta bisa menerapkan direct licensing—perjanjian lisensi secara langsung antara pencipta dengan pengguna karya ciptanya (performer/penyanyi) pada live event atau konser tanpa perantara LMK.
Namun LMKN menilai aturan yang berlaku di Indonesia kini mengenai hak cipta hanya melalui blanket licensing melalui LMK. Jika hendak menggunakan direct licensing, Komisioner LMKN Johnny Maukar menyebut perlu ada pengubahan aturan mengenai itu.
Ia menilai putusan Ari Bias vs Agnez Mo bisa membuat chaos antara penyanyi dan pencipta, apalagi jika pencipta hendak menerapkan direct licensing yang berarti akan menagih royalti sendiri kepada para penyanyi. Padahal, LMKN berpendapat penyanyi dan pencipta seharusnya tidak saling menuntut.
Ketua LMKN Dharma Oratmangun. Foto: kumparan
kumparan berbincang panjang-lebar 1,5 jam berkenaan polemik royalti penyanyi pencipta lagu dengan Ketua LMKN Dharma Oratmangun dan Komisioner LMKN Johnny Maukar, Yessy Kurniawan, dan Ikke Nurjanah di kantornya Gedung Palma One, Jakarta Selatan, pada Rabu (4/6). Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana LMKN melihat aturan yang berlaku saat ini di Indonesia terkait performing right pencipta lagu? Apakah wajib via LMKN (blanket licensing) atau bisa juga langsung ke penyanyi (direct licensing)?
Dharma Oratmangun Ketua LMKN
Tentunya ya kami bagi kami pedomannya adalah undang-undang, kemudian ada aturan pelaksanaannya dan regulasi tentang besaran tarif, tentang tata kelolanya dan lain sebagainya. Tapi intinya sebuah karya cipta lagu, sebuah lagu itu ada pemilik haknya, ya, penciptanya.
Sebuah karya cipta ketika digunakan di ruang-ruang publik secara komersial yaitu tentunya kan harus minta izin dari pemilik hak cipta maupun hak terkait tadi. Nah, untuk khusus untuk performing rights juga diatur dalam regulasi bahwa pemilik hak cipta mendapatkan hak ekonominya itu melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Mekanisme tata kelolanya kita jadi undang-undang dan segala turunannya itu dia tidak berdiri sendiri-sendiri pasal-pasalnya. Ada pasal ini berkaitan dengan pasal ini, ayat ini, dan dia dalam satu kesatuan.
Bagi kami Lembaga Manajemen Kolektif, kami tidak mau masuk di wilayah apa namanya menyalahkan ini, menyalahkan itu. Tidak, tidak, tidak. Kami pelaksana dari apa yang diatur dalam regulasi. Nah, ada gagasan-gagasan bagus apapun juga, juga ada momentum perubahan Undang-Undang Hak Cipta yang sedang digagas oleh sahabat kita, Ibu Melly Goeslaw (anggota Komisi X DPR).
Musisi sekaligus anggota DPR Ahmad Dhani memberikan keterangan pers terkait putusan pengadilan Ari Bias dengan Agnez Mo di Cipete, Jakarta, Senin, (17/2/2025). Foto: Agus Apriyanto
Ada pihak seperti Ahmad Dhani (Ketua Dewan Pembina AKSI), yang ingin menerapkan direct licensing. Nah, sebenarnya hal ini dimungkinkan atau tidak? Di luar regulasi atau tidak?
Dharma Oratmangun Ketua LMKN
Dengan Bung Ahmad Dhani kita saling berkomunikasi dengan Piyu, sahabat-sahabat dari AKSI. Gagasan-gagasan yang bagus dalam rangka memperjuangkan hakikat dari hak cipta dan pemilik hak cipta, semua bagus, semua punya value yang baik. Nah, kita lihat dalam asas kelaziman kemudian undang-undangnya. Jadi, kita mencari titik-titik temu yang tidak bertabrakan dengan regulasi yang ada. Kalau belum diatur, bagaimana kita mengatur ke depan? Begitu.
Secara kelaziman dan regulasi yang ada saat ini, apakah direct licensing itu melanggar undang-undang atau tidak—karena ada kekosongan hukum soal direct licensing?
Komisioner LMKN Johnny Maukar
Kita baca saja (aturannya). Jadi itu diatur di UU (Hak Cipta) ada mengenai tugas dan fungsi dari LMKN. Kemudian lebih detail lagi itu diatur di dalam PP (56/2021). Jadi dibaca saja tuh di PP itu terus saja "Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan atau musik dalam bentuk publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau melalui LMKN". Jelas kan. Bukan melalui langsung ke pencipta, bukan.
Untuk pertunjukan, untuk komunikasi, penyiaran. Nah, ketiga itu diatur pembayaran royaltinya itu melalui LMKN. Nanti LMKN distribusikan kepada LMK untuk diteruskan ke pemberi kuasa atau anggotanya kan. Itu sudah bagus, sudah diatur itu sudah bagus.
Komisioner LMKN Johnny Maukar. Foto: kumparan
Kalau mau (pencipta) nagih-nagih sendiri, mau (meminta) harus bayar sendiri, harus bayar sendiri, nagihnya ke siapa? Akhirnya kan sekarang yang promotor (penyelenggara event konser) lepas tangan. Nah, (yang) demen dialah kan, seharusnya dia yang bayar kan, promotor yang harus bayar itu. Dia yang paham berapa-berapa jual tiket yang laku, kalau mau hitung 2% (pembagian royalti dari hasil penjualan tiket) dari situ dia tahu kan. Mana penyanyi tahu tidak? Jadi itu harus diartikan bahwa itu kewajiban dari promotor.
Nah kalau mau "oh bayar langsung ke penyanyi" ya boleh-boleh saja tapi bikin dulu peraturannya.
Bagaimana sebenarnya LMKN mengelola royalti pencipta dan pemilik hak terkait? Sebab ada yang menganggap bahwa LMKN kurang transparan karena pendapatan pencipta lagu kecil dari LMK.
Komisioner LMKN Yessy Kurniawan
Kita ada sebuah teknologi lisensi yang kita bangun di LMKN. Jadi teman-teman dari promotor atau EO atau siapapun penyelenggara dapat mengakses ke dalam sistem ini ya. Nah, dan ini sudah berjalan 2,5 tahun ya. Dan kita mempunyai data yang sangat lengkap ya.
Jadi di LMKN itu berbasis kepada teknologi ya. Ini sebagai contoh yang sedang berjalan ada performa sekitar 397 buah performa bernilai 3,1 miliar. Kemudian itu sudah apa, paid sudah diterima pembayarannya itu sebesar 2,8 M. Konser, dan di dalam sini ada konser, ada pameran, ada seminar, dan ada bazar, ini hanya yang live event saja.
Kita sudah mengukur di mana saja pembayaran itu berasal. Setiap hari kita bisa lihat berapa yang bayar dan berapa yang tidak bayar, berapa yang kita follow up, berapa itu sudah kita lakukan dengan sangat profesional ya. Hanya satu tadi benar kata Pak John, kita tentu punya sedikit kekurangan ketika kita menghadapi promotor yang tidak bayar ya. Upaya hukum kita kan harus melalui regulasi juga.
Konser musik. Foto: Anthony Wallace/AFP
Lisensi (pembayaran royalti via LMKN) ini bayar pajak. Jadi apa yang dijalankan LMKN ini sangat berbasis kepada regulasi yang memang ada tidak hanya Undang-Undang Cipta ya. Jadi kalau tadi bikin metode direct itu apakah pajaknya bisa dijalankan? Saya belum tahu. Silakan saja punya pandangan dan segala macam kan bebas ya. Tapi kita dalam mendesain ini pajak itu jelas.
Yessy menunjukkan presentasi mengenai penghitungan royalti dari sebuah live event. Cara menghitungnya ialah jika live event tersebut gratis maka dihitung 2% dari biaya produksi; jika berbayar maka dihitung 2% dari hasil penjualan tiket + 1% tiket gratis.
(Sebagai contoh suatu live event) di sini royaltinya sebesar Rp 35 juta. Plus pajak Rp 38 juta. Nanti yang Rp 35 juta dikurangi dulu 20% sebagai biaya operasional (LMK dan LMKN) sesuai dengan regulasi. Nah, nanti sisanya itu akan dibagi prorata dengan semua lagu yang digunakan di yang tadi kita lihat di (acara tersebut).
Jika di situ ada 11 penyanyi, berarti Rp 35 juta - (Rp 35 juta x 20%) : 11, maka seorangnya dapat royalti Rp 2,54 juta?
Komisioner LMKN Yessy Kurniawan
Kira-kira itu yang bisa didapat. Kan sebetulnya itu bagus. Satu kali perform. Satu event. Jadi kalau (seorang pencipta) punya tiga lagu (dinyanyikan di event tersebut), dia dapat prorata Rp 2,54 juta x 3.
Jadi sekarang itu isunya bukan metode pengkoleksiannya. Isunya adalah ketaatan (pembayar royalti) dan bagaimana kita berpikir bersama dengan Mas Ahmad Dhani, ini adalah 514 kabupaten kota karena beliau kan anggota DPR ya kan. Yuk kita duduk bareng bagaimana 514 kabupaten kota ini setiap ada event semuanya bayar ke LMKN. Iya kan? Data sudah 2,5 tahun, sistem ini sudah proven.
Dalam presentasi LMKN, ditunjukkan tabel bahwa yang paling banyak membayar royalti hanya berpusat di 3 provinsi saja, yakni Jakarta, Jawa Barat, dan Bali.
Daerah paling banyak membayar royalti hanya berpusat di 3 provinsi saja, yakni Jakarta, Jawa Barat, dan Bali. Foto: Dok. Istimewa
Oleh karena itu begini, ketika kita bertemu dengan sebuah EO (penyelenggara konser) besar, kita surati, kita kasih peringatan, kita sampai somasi, ya kan? Tidak mau bayar juga. Tentu kita tidak akan berlama-lama di situ juga karena kita kan harus melayani yang lain kan. Kan begitu. Oke. Nah, berikutnya upaya kita untuk melawan ini, di negara kita cost-nya kebesaran.
Jangan pernah berharap kita taat, tapi kita bangun sistem untuk ketaatan. Misal, mobil saya akan bodong kalau 2 tahun tidak bayar STNK. Saya ketakutan. Pasti saya akan bayar STNK. Deterrence-nya itu yang harus dibangun.
Nah, bisa begini bisa contoh sederhananya ya. Tidak perlu tidak perlu melakukan upaya hukum. Ketika LMKN mempunyai data dia tidak melakukan pembayaran. Maka izinkan LMKN melapor kepada katakanlah Mabes Polri bahwa EO ini tidak boleh dikeluarkan lagi izin (keramaian)-nya untuk yang berikutnya sebelum menyelesaikan (pembayaran) yang (sebelumnya) ini.
LMKN bersama sejumlah musisi membahas tata kelola royalti musik. Foto: Dok. Istimewa
Bagaimana dengan pembayaran royalti ke pencipta oleh kafe, restoran, dan tempat-tempat komersil yang menggunakan lagu?
Komisioner LMKN Yessy Kurniawan
Di masa kita sekarang ini ya kita mempunyai partner dua perusahaan ya. Ini sudah sangat advance teknologinya ya. Nah, kita itu nanti ke depan akan punya partner dalam arti partner-partner ini akan memberikan usage kepada kita.
Jadi kan selama ini kan kalau kalau kalau toko-toko itu pakai YouTube, pakai Spotify dan segala macam kan report-nya tidak jelas ya kan. Nah, sekarang dengan hadirnya partner LMKN ini, pemakaian dengan sistem ini itu report-nya akan real time ke LMKN. Ini bisa dipakai di restoran, warteg, bisa dipakai hotel, bisa dipakai di mana semua saja, mall, apa saja semua yang pakai background musik pakai ini.
Dan itu otomatis semuanya terlapor ke kita real time dengan time stamp waktu yang detail. Sehingga waktu kita menerima royalti performing-nya kita bagi lagi seperti tadi yang kita sampaikan.
Panggung dalam konser musik. Foto: Suzanne Cordeio/AFP
Tadi Anda menyinggung mengenai promotor yang tidak bayar. Bagaimana sebenarnya situasinya?
Dalam wawancara ini, LMKN lalu menunjukkan presentasi bahwa ada 135 promotor atau penyelenggara event (EO) yang menurut mereka sudah ditagih untuk membayar royalti tapi hingga 4 Juni belum membayar. Ada nama-nama event besar di sana.
Komisioner LMKN Yessy Kurniawan
(Dari 135 promotor ini) ada 80% (porsi royalti setelah dikurangi biaya operasional untuk LMK-LMKN) potensial loss (kerugian yang dialami oleh pencipta).
Komisioner LMKN Johnny Maukar
Kita tidak tahu dia bayar siapa ke siapa, tapi dia tidak bayar ke LMKN. Kami anggap nol.
Pihak promotor/EO mana yang paling banyak belum bayar royalti ke LMKN?
Dharma Oratmangun Ketua LMKN
Kami tidak mau menarasikan yang begitu... Kami dari awal punya frame mau ciptakan situasi kondusif. Tapi kami bicara pun dengan data.
Adakah batasan maksimal setelah konser berapa hari kemudian royalti itu harus dibayar?
Komisioner LMKN Yessy Kurniawan
Ada. Ada sampai kita kasih surat peringatan. Setelah selesai kita 7 hari ini, 7 hari berikutnya, 7 hari setiap itu kita ada tahap-tahap surat surat.
Promotor/EO dibebankan untuk membayar royalti performing right, namun dalam UU Hak Cipta, ada klausul pada pasal 23 ayat (5) bahwa yang bayar bisa "setiap orang". Bagaimana mendudukkan perkara ini?
Coba ditayangkan itu pasal 23 itu kita baca sama-sama saja. "Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu...." Nah, kalau sampai di sini artinya kan setiap orang siapa saja boleh menyanyikan lagu tidak perlu minta izin penciptanya lebih dulu itu kan.
Nah, tetapi kalau sampai di situ saja, loh hak pencipta bagaimana kan? Hak pencipta itu tetap ada diwujudkan dalam apa? Pembayaran royalti. Diwujudkan dengan pembayaran royalti haknya kan itu. Itulah tadi itu yang dibayarkan melalui LMKN itu, PP-nya jelas kan. Nah. Oleh karena itu di pasal 23 huruf (5) itu ya. "Tanpa minta terlebih dulu kepada pencipta".
Nah, tapi kemudian kan ada buntutnya. Buntutnya itulah menunjukkan adanya perlindungan terhadap pencipta. Jadi dia harus menerima imbalan dan di situ disebutkan "melalui lembaga manajemen kolektif". Kemudian di PP dipertegas bahwa LMK itu yang di undang-undang ini adalah LMKN. Jadi kalau membayar royalti berarti tidak ada masalah Ari Bias dan Agnes Monica. Masalah timbul karena tidak membayar royalti.
Pada waktu tidak ada pembayaran royalti di sini, saya kan diminta untuk memberikan kesaksian. Apakah LMKN sudah menerima pembayaran atau imbalan terhadap penggunaan lagu dalam konser yang disengketakan itu? Nah, sebagai saksi fakta saya menerangkan fakta bahwa sampai saat persidangan itu belum ada pembayaran royalti.
Agnez Mo tampil pada hari ketiga Synchronize Fest 2022 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Minggu (9/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Nah, LMKN selama ini menafsirkan bahwa pembayaran royalti itu oleh promotor. Kenapa? Karena kita merujuk kepada... harus membayar--kalau jual tiket, dari tiket terjual 2% dari tiket. Yang tahu tiket terjual siapa? Kan promotor bukan si penyanyi. Kalau tidak jual tiket biaya produksi. Biaya produksi itu meliputi biaya artis, biaya sound system, biaya panggung, segala macam itu. Ya, itu adalah yang disebut biaya produksi. Nah, 2%-nya kan yang tahu itu kan promotor sehingga harus pasal 23 ini harus diartikan untuk pembayaran imbalan itu, itu harus promotor.
Dengan situasi sekarang di industri musik pencipta menuntut penyanyi, bagaimana tanggapan LMKN?
Komisioner LMKN Ikke Nurjanah
Pada prinsipnya untuk performing right negara sudah mengatur semua itu. Mengambil positifnya banyak orang yang sekarang aware tentang performing right.
Dan negara hadir untuk di undang-undang itu ya untuk semua ya, untuk pasti penciptanya, pasti penyanyinya, dan juga pasti pengguna atau EO atau siapapun penyelenggara. Jadi ayo kita sama-sama duduk bersama-sama untuk menyadari apa, bagaimana dan seperti apa seharusnya ini lebih kondusif, tidak menjadi sesuatu yang saling tuntut-menuntut.
Komisioner LMKN Ikke Nurjanah. Foto: kumparan
Rasanya kalau kita bisa duduk bareng untuk kepentingan bersama dan menghargai haknya masing-masing, insyaallah sebagai seniman itu sebenarnya sangat-sangat punya sensitivitas tinggi untuk saling menghargai, untuk saling menghormati, dan memahami seperti apa fungsi dan peran masing-masing.
Karena sedih dan ironis ya, sebenarnya kita ini adalah satu paket yang harusnya saling bekerja sama dengan baik. Harusnya secara ekosistem seharusnya kita saling punya manfaat dengan baik. Bagaimana satu event itu kalau tidak ada penyanyi juga tidak bisa, pencipta juga tidak ada yang membawakan lagunya. Itu kan juga berpengaruh buat kita semua. Dan pada saat kita menyusahkan satu sama lainnya juga itu melukai satu sama lain.
Artinya penyanyi juga merasa "Kok tiba-tiba kita diserang sama teman kita sendiri, partner kita sendiri?" dalam ekosistem itu seharusnya kita saling membutuhkan. Begitu juga buat penyelenggara. Paling tidak ada tempat yang jelas di mana mereka bisa melakukan kewajibannya pada saat mereka melakukan suatu event yang sifatnya komersil di ruang publik.
Ilustrasi konser musik. Foto: Suzanne Cordeio/AFP
Janganlah dibikin jadi suasananya kesannya seram banget. Sampai maaf-maaf ya, kalau penyanyi selain penyanyi populer terus penyanyi-penyanyi misalkan teman-teman kita yang ada di Pantura, ada yang ada di Indonesia Timur sampai takut mau menyanyikan atau mau melakukan profesinya. "Jadi nanti kalau saya dituntut gimana?" Itu kan menimbulkan kecemasan-kecemasan.
Sebaiknya kan kita sama-sama saling support sebagai penyanyi. Mungkin saya merasa bahwa kalau kita ada event yang sifatnya memang publik dan komersil, mintalah baik-baik si penyelenggara untuk melaporkan event. Jadi setiap kita nyanyi nih ya kasih tahu bahwa "Eh bayar royalti ya!" Ke mana? Searching saja ada LMKN yang sifatnya online. Jadi penyanyinya juga berperan aktif.
Bahwa ada hak dan kewajiban kita sadari itu. Tapi jangan saling tiba-tiba masuknya ke ranah hukum-hukum. Tuntut menuntut sebaiknya jangan sampai di situ dulu deh. Karena kita ini ekosistem yang saling membutuhkan satu sama lain.