Ilustrasi perempuan pedesaaan Indonesia. Foto: AFP
Keterlibatan Indonesia dalam forum Women20 Afrika Selatan (W20SA) menjadi momen penting untuk menyuarakan perspektif nasional terkait pemberdayaan perempuan, terutama di wilayah pedesaan. Forum internasional yang digelar di Cape Town, Afrika Selatan pada 21–23 Mei 2025 lalu itu mengangkat tema "Perempuan dan Solidaritas."
Pada forum ini, Ketua Delegasi W20 Indonesia, Hadriani Uli Tiur Ida Silalahi, tampil sebagai salah satu pembicara dalam diskusi bertema Perempuan, Tanah & Pertanian. Hadriani membawa pesan penting dari Indonesia: bahwa perempuan pedesaan adalah kunci kemajuan digitalisasi yang inklusif.
Hadriani Uli Tiur Ida Silalahi sebagai Ketua delegasi W20 Indonesia. Foto: W20 Indonesia
Ia menekankan bahwa transformasi digital perlu melibatkan perempuan termasuk mereka yang selama ini menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan sumber daya lokal. Sehingga, perempuan pedesaan memiliki kesempatan yang sama.
"W20 Indonesia mendorong agar perempuan pedesaan tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku aktif dalam ekonomi digital," ujar Hadriani dalam keterangan tertulis yang diterima kumparanWOMAN, Kamis (5/6).
Tiga Fokus Utama Indonesia di W20SA
Dalam paparannya, Hidriani menjelasan setidaknya ada tiga fokus utama pentingnya pemberdayaan perempuan pedesaan. Ketiga poin tersebut yaitu:
1. Perempuan Pedesaan sebagai Kunci Kemajuan Digitalisasi
W20 Indonesia menekankan pentingnya melibatkan perempuan pedesaan dalam kemajuan digitalisasi. Dengan demikian, perempuan pedesaan dapat memiliki akses yang sama ke teknologi digital dan dapat memanfaatkan kesempatan ekonomi digital untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
2. Pemberdayaan Perempuan Pedesaan melalui Digitalisasi
Melalui pemberdayaan perempuan pedesaan dalam digitalisasi, kita dapat menciptakan kesempatan baru bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas dan kesempatan ekonomi mereka. Dengan demikian, perempuan pedesaan dapat menjadi bagian integral dari kemajuan digitalisasi dan dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
3. Kemajuan Digitalisasi untuk Kesetaraan Gender
W20 Indonesia percaya bahwa kemajuan digitalisasi dapat menjadi kunci untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan pedesaan. Dengan demikian, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera bagi semua.
Satu Dekade W20 dan Kepemimpinan Afrika Selatan
Ilustrasi perempuan di Kamerun, Afrika Foto: Shutter stock
Forum yang dihadiri lebih dari 100 delegasi global ini menandai satu dekade sejak pendirian W20. Didirikan pada tahun 2015, W20 berperan sebagai kelompok penasehat resmi G20 tentang isu-isu terkait gender, yang mempertemukan ahli dari pemerintah, bisnis, akademia, dan masyarakat sipil.
Pada gelaran kali ini, Afrika Selatan menjadi tuan rumah bagi pertemuan W20SA dan menjadi sebuah kesempatan strategis bagi Afrika Selatan dan Benua Afrika untuk mempengaruhi agenda gender G20. Dengan mengedepankan perspektif Afrika, pertemuan ini bertujuan memastikan bahwa kebijakan global bisa bersifat inklusif dan merepresentasikan beragam pengalaman serta tantangan yang dihadapi perempuan di berbagai belahan dunia. Ini juga menjadi momen yang sangat penting karena sekaligus menandai kepresidenan pertama Afrika Selatan di G20 yang juga merupakan kepemimpinan perdana dari negara Afrika.
Di gelaran kali ini, Profesor Narnia Bohler-Muller, Kepala Delegasi dan Direktur Eksekutif di Human Sciences Research Council (HSRC) bertindak sebagai pimpinan pertemuan W20SA. Narnia mengatakan W20SA merupakan kesempatan bagi perempuan Afrika dan negara-negara lain untuk memberikan rekomendasi yang berani dan dapat ditindaklanjuti oleh para Pemimpin G20.
"Lewat pertemuan ini, kita menggaungkan soal solidaritas, keadilan, dan transformasi," ujar Narnia.
Perwakilan global wujudkan dialog yang beragam
Ilustrasi penduduk Afrika Selatan Foto: Lucian Coman/Shutterstock
Hadir dalam pertemuan ini para delegasi dari berbagai negara, termasuk Argentina, Australia, Brasil, Uni Eropa, Ghana, India, Indonesia, Italia, Kenya, Rusia, Turki, dan Amerika Serikat. Para delegasi berpartisipasi dalam serangkaian diskusi panel dan dialog tingkat tinggi.
Beberapa topik yang dibahas meliputi Kewirausahaan dan Inklusi Keuangan, Ekonomi Perawatan, Kekerasan Berbasis Gender dan Femisida, Keadilan Iklim dan Lingkungan, Pendidikan, STEM, dan Kesenjangan Digital dan Kesetaraan Kesehatan untuk Perempuan dan Anak Perempuan.
Selain itu, pertemuan ini juga menampilkan pembicara terkemuka, termasuk Menteri Perempuan, Pemuda, dan Penyandang Disabilitas Afrika Selatan, Sindisiwe Chikunga, Perwakilan Multi-Negara Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Afrika Selatan, Aleta Miller, Duta Besar Afrika Selatan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ambassador Mathu Joyini.
Selain itu hadir pula, Kanselir Universitas Free State, Profesor Bonang Mohal, Eksekutif Perusahaan dan Hubungan Pemerintah Grup Shoprite, Maude Modise dan Direktur Keuangan Grup Wiphold, Nontobeko Ndhlazi.
Mengusung filosofi Afrika: Ubuntu
Perhelatan W20SA kali ini mengusung prinsip 'Ubuntu' yang terangkum dalam ungkapan: "Saya ada karena kamu ada, saya ada karena kita ada." Filosofi ini menegaskan tema tahun ini yang mencerminkan komitmen terhadap kemajuan kolektif dan dukungan timbal balik antar sesama perempuan. Hasil pertemuan W20SA diharapkan akan mempengaruhi Deklarasi Pemimpin G20 untuk membentuk kebijakan yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan.