Ilustrasi lansia di panti jompo. Foto: Getty Images
Penduduk berusia lanjut atau lansia mulai mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia juga saat ini sedang memasuki fase aging population, yaitu terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk lansia.
Ya Moms, dalam data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2021, Indonesia telah memasuki fase struktur penduduk tua, di mana 1 dari 10 penduduk adalah lansia.
Selama satu dekade terakhir (2015– 2024), persentase lansia Indonesia mengalami peningkatan hampir 4 persen, sehingga menjadi 12,00 persen. Umur harapan hidup juga menunjukkan tren peningkatan dari 70,78 tahun di tahun 2015 menjadi 72,39 tahun di tahun 2024
Angka ini menggambarkan setidaknya setiap penduduk yang lahir di tahun 2024 berharap memiliki kesempatan hidup sampai dengan usia 72 tahun.
Mengapa sih kita harus memahami tentang laju penduduk lansia di Indonesia? Sebab, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi dengan semakin bertambahnya penduduk lansia, Moms.
Populasi Lansia RI Meningkat, Ini Tantangan yang Dihadapi
Restoractive Fest 2025 bersama Nestle Boost Optimum di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (28/5). Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
Pembina PP PERGEMI (Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia), Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM, mengungkapkan persentase penduduk lansia kian bertambah, namun berbanding terbalik dengan populasi balita. Menurut data BPS pada tahun 2024, jumlah penduduk anak usia dini (0-6 tahun) berkisar 10,9 persen atau sekitar 30,2 juta.
"Populasi lansia di Indonesia setahu saya sekitar 12 persen, sekitar 30-an juta sekian. Dan ini akan terus meningkat, tidak akan pernah turun. Sebaliknya balita itu turun, yang lansia makin meningkat, balita menurun," ujar Prof. Ati dalam acara jumpa pers Restoractive Fest 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (28/5).
Senada, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, S.T., MIDS, menjelaskan 21 dari 38 provinsi sudah memiliki penduduk yang menua. Meski begitu, angka harapan hidup sehat masih terbilang rendah.
"Tahun 2021, angka harapan hidup kita meningkat menjadi 71,57 tahun. Tetapi angka harapan hidup sehat kita hanya 60,7 tahun. Artinya, ada 11 tahun lansia itu hidup tidak sehat. Nah, ini menjadi tantangan karena isu kesehatan, masalah kesehatan kronis, fungsi fisik menurun itu memengaruhi lansia," tutur Woro.
Terkait ini, Prof. Ati pun menekankan kesehatan lansia tidak boleh luput perhatian, baik dari sisi fisik, mental, dan sosial.
Dari aspek kesehatan, lansia kerap menghadapi persoalan kesehatan atau penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, jantung, stroke, dan sebagainya. Bahkan, tidak jarang satu lansia bisa mengidap beberapa penyakit sekaligus. Belum lagi ketika lansia di rumah mengalami demensia, sehingga membuat anggota keluarga lain harus ikut merawatnya.
Dan yang tidak kalah penting, menurut Prof Siti, adalah malnutrisi. Sebab, ketika lansia kekurangan nutrisi, maka tidak hanya menurunkan daya tahan tubuh tetapi juga rentan menimbulkan berbagai macam penyakit.
"Lansia juga rentan mengalami malnutrisi, ini juga jadi tantangan. Karena nutrisi itu penting untuk menjaga kesehatan, bukan hanya fisik, tetapi kognitif dan mental," ungkap Prof Ati.
Ia pun mengingatkan betapa pentingnya aktivitas fisik dalam rangka meningkatkan daya tahan tubuh lansia. Jika beraktivitas setiap hari, maka akan membantu memelihara kesehatan otak dan otot-otot.
Keterlibatan Keluarga dalam Memelihara Kesehatan Lansia
Ilustrasi lansia, nenek dan cucu. Foto: Shutterstock
Di sisi lain, dukungan psikososial juga begitu penting dalam memperpanjang masa produktif lansia dan mencegah ketergantungan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 14 persen lansia berusia 60 tahun ke atas memiliki gangguan mental, dengan depresi dan kecemasan terbanyak.
Woro menjelaskan, pemerintah sendiri telah berupaya menyediakan program-program untuk penduduk lansia, seperti Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) lansia, penyuluhan antidepresi, konseling, hingga relawan yang membantu para lansia agar tidak merasa kesepian.
Selain itu, Kemenko PMK juga memastikan peningkatan aksesibilitas bagi para lansia untuk mendukung mobilitas sehari-hari, termasuk memastikan tersedianya berbagai aktivitas, prioritas saat menggunakan transportasi umum, serta fasilitas publik ramah lansia.
Tidak sampai di situ, Prof Ati menekankan upaya-upaya ini tentunya memerlukan juga dukungan keluarga sebagai orang-orang terdekat dari para lansia. Jadi itu adalah kunci agar lansia bisa hidup, menjalani hidup secara bermakna, aktif, dan sehat.
"Semua lini harus bergerak, penguatan komunitas, serta intervensi berbasis keluarga. Saya kira keluarga harus dilibatkan , karena mereka yang ada bersama lansia," tutur Prof. Ati.
Prof. Ati pun berharap edukasi kepada masyarakat sebagai anggota keluarga terdekat para lansia dapat berjalan lebih optimal. Karena masing-masing keluargalah yang paling memahami apa yang dibutuhkan oleh anggota keluarga lansia masing-masing.
"Mari kita edukasi, kelemahan masyarakat lansia kita agak gaptek, susah buka HP, mencari informasi. Nah, keluarga bisa menjadi semacam caregiver, menjadi pengasuh buat lansia. Semua pihak bangun kepeduliannya kepada lansia, karena setelah ini kita semua akan menjadi lansia. Dan ketika kita lansia, kita ingin juga mendapatkan pelayanan yang baik," tutup dia.