Kepala BPOM Sebut Indonesia Punya Sumber Obat Herbal: Peluang Bagi Farmasi - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Kepala BPOM Sebut Indonesia Punya Sumber Obat Herbal: Peluang Bagi Farmasi
May 19th 2025, 14:25 by kumparanNEWS

Kepala BPOM, Taruna Ikrar di Hotel DoubleTree by Hilton, Jakarta Utara pada Senin (19/5/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Kepala BPOM, Taruna Ikrar di Hotel DoubleTree by Hilton, Jakarta Utara pada Senin (19/5/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyebut Indonesia memiliki sumber obat herbal dan biologi yang luar biasa. Hal itu pun harus menjadi perhatian.

Hal ini ia sampaikan saat memberikan arahan dalam acara Asistensi Regulatori Obat Terpadu bersama Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Gerakan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) di Hotel DobleTree by Hilton, Jakarta Utara pada Senin (19/5).

"Ketersediaan obat, ketersediaan pangan tentu penting, karena itu kebutuhan dasar. Tapi obat juga penting. Nah, mengantisipasi persoalan yang ke depan seperti ini, sumber daya kita sangat besar," ucapnya.

"Indonesia memiliki luar biasa, baik yang berasal dari herbal, baik yang berasal dari sistem biologi," sambungnya.

Ia menyebut bahwa kini 65% obat di dunia menggunakan bahan baku biologi. Hal ini pun menurutnya merupakan peluang besar untuk industri farmasi Indonesia.

"Kalau kita bicara produk biologi itu ya biosimilar produk biologi yang lain misalnya antibiotik, kemudian juga termasuk saya kira produk-produk yang berasal, yang hubungannya dengan produk-produk terapi, gin therapy, gel therapy dan sebagainya ini perlu menjadi perhatian kita," ujar dia.

"Bahwa ini peluang teman-teman industri farmasi termasuk yang berasal dari mungkin produk herbal ya, ini menjadi kebutuhan dan menjadi peluang bagi teman-teman industri. Bahwa boleh jadi nanti secara bertahap akan berubah jadi 65 (persen) mungkin jadi 70% nanti produk-produk biologi," sambungnya.

Untuk mempercepat laju pengembangan potensi itu, BPOM bersama IAI dan GPFI meluncurkan tiga program dalam acara tersebut untuk perusahaan farmasi di bawah naungan GPFI di Jakarta, Banten, dan Surabaya, serta apoteker di bawah naungan IAI.

Ketiganya adalah:

1. Program Inovasi kolaborasi Badan POM-GPFI untuk Joint Audit Pemasok

Program ini merupakan inisiatif dari GPFI, berupa kegiatan audit pemasok yang dilakukan secara kolektif oleh sejumlah industri farmasi. Dalam pelaksanaannya, audit dapat diwakili oleh satu atau beberapa Industri Farmasi (IF) dan Pedagang Besar Farmasi (PBF), dan hasil dari audit tersebut dapat dimanfaatkan oleh IF dan PBF lainnya.

Tujuan dari kolaborasi ini adalah untuk memastikan bahwa pemasok bahan baku farmasi memenuhi standar mutu dan regulasi yang berlaku, serta mendukung proses kualifikasi pemasok secara lebih efisien dan efektif, termasuk dalam hal penghematan biaya.

Deputi Bidang Pengawasan Obat dan NAPZA BPOM, Rita Mahyona, menjelaskan bahwa peran BPOM dalam program ini adalah penyusunan petunjuk teknis pelaksanaannya.

"Tentu kami akan mendukung dalam penyusunan juknis, petunjuk teknis untuk auditnya dan kemudian juga kita akan membantu di dalam mengkualifikasi auditor yang bisa kita kirim berangkat keluar negeri untuk mewakili seluruh industri farmasi dan PBF bahan baku dan juga termasuk menyeleksi auditor," jelasnya.

"Namun, hasil daripada hasil audit tetap sesuai regulasi akan menjadi bahan yang diverifikasi nantinya oleh Inspektur CPOB atau Inspektur GMP," tambahnya.

2. Program SIGAP KLINIK, Kolaborasi Gebrakan Akselerasi Perizinan Uji Klinik

Program ini bertujuan untuk mempercepat penerbitan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), tanpa mengabaikan aspek keselamatan dan mutu uji klinik. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan asosiasi uji klinik (IASMED) serta 11 Organisasi Riset Kontrak yang berada di wilayah Jakarta.

Rita menyebut program ini diminta langsung oleh Taruna karena melihat sangat sedikitnya klinik yang mendapatkan sertifikat uji klinik setiap tahunnya.

"Nah, ini membuat teman-teman mencoba berpikir dengan timeline yang ada yaitu 20 hari kerja itu bagaimana kita bisa membuat para center uji klinik itu bisa, satu, pelaku uji klinik itu memiliki kapasitas kompetensinya. Yang kedua kita akan onsite atau visitasi ke center-center uji klinik, paralel. Kemudian kita juga akan paralel mengevaluasi dokumen-dokumen uji klinik sesuai dengan cara uji klinik yang baik," jelasnya.

"Nah, tetap waktu timeline 20 hari itu kita berharap tidak ada lagi yang tidak sesuai datanya, tidak ada lagi tambahan data, tidak ada lagi yang tidak sesuai aturan. Jadi 20 hari kerja keluar persetujuan uji klinik yang ditetapkan oleh Bapak Kepala Badan POM," sambungnya.

3. Program Pengembangan Kompetensi Apoteker bersama lAl

Program ini dibuat BPOM bersama IAI untuk mempercepat Program Pengembangan Kompetensi Apoteker yang lebih terstruktur dan terukur dengan melihat pelanggaran yang paling banyak dilakukan di lapangan.

Tujuannya sendiri adalah untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara Apoteker yang melakukan praktik kefarmasian dengan BPOM. Dalam jangka panjang, program ini akan dilanjutkan pada tahapan sertifikasi kompetensi bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi BPOM dan IAl.

Ketiga program itu diluncurkan Taruna bersama dengan Ketua Umum IAI Noffendri, Board Member of International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Manish K. Munot, Ketua GPFI Jakarta Krestijanto Pandji, dan Ketua Umum GPFI Tirto Kusnadi.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post