Kisah Surikala, Tuntaskan Perjalanan Mojokerto-Bali Pakai 'Sepeda Ibu' - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Kisah Surikala, Tuntaskan Perjalanan Mojokerto-Bali Pakai 'Sepeda Ibu'
Apr 20th 2024, 08:20, by Farusma Okta Verdian, kumparanNEWS

Rani Cahyanti (24) atau Surikala, perempuan asal Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto yang bersepeda sejauh 500 kilometer Mojokerto-Bali. Foto: dok. Pribadi Surikala
Rani Cahyanti (24) atau Surikala, perempuan asal Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto yang bersepeda sejauh 500 kilometer Mojokerto-Bali. Foto: dok. Pribadi Surikala

Haru bercampur bangga tergambar di wajah perempuan yang berhasil menyelesaikan misinya. Ialah Rani Cahyanti (24), pesepeda asal Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto.

Rani Cahyanti atau akrab dipanggil Surikala berhasil menempuh perjalanan sejauh 500 kilometer, Mojokerto-Bali. Wanita yang sehari-harinya berjualan roti sandwich itu berangkat sendiri dengan sepeda keranjang berwarna biru atau yang ia sebut 'sepeda ibu'.

Solo trip-nya dengan sepeda ibu itu ditempuh selama 3 hari, yakni tanggal 28 hingga 30 Desember 2023 lalu.

"Berawal dari ada internasional challenge yang diadakan sama Rapha Festive 500 km. Dan itu diadain rutin tiap tahun di akhir tahun. Jadi 500 km deadlinenya 8 hari," kata Surikala kepada kumparan.

Alasan sederhana Surikala memakai sepeda keranjang: hanya sepeda itu yang ia punya. Selebihnya hanya pembelaannya bahwa sepeda tersebut yang memungkinkan untuk dikayuh jarak jauh.

"Aku kan pakai sepeda ibu, pakai sepeda polygon sierra karena itu multi gear. Sebelumnya aku punya fix gear. Kalau fix gear itu nggak proper untuk perjalanan ke Bali karena konturnya naik turun nggak ada remnya. Kalau multi gear kan kita bisa menyesuaikan kalau nanjak pakai gear yang ringan kayak gitu. Waktu itu saya punyanya ya sepeda polygon sierra itu. Jadi yasudah lah pakai seadanya," ucapnya.

Tak banyak persiapan sebelum memulai perjalanan. Surikala hanya mengecek roda, sadel, dan pedal sepedanya. Cuma memastikan ia merasa nyaman dan aman saat mengayuh sepedanya hingga ke Pulau Dewata.

Ranselnya hanya berisi tiga setel pakaian, uang saku, ban dalam cadangan, serta tool kit. Memikirkan tempat untuk dirinya istirahat saat perjalanan pun tak sempat. Prinsipnya yang penting jalan dulu menyelesaikan misi.

"Berangkatnya aku juga bawa seadanya kayak benar-benar waktu finish itu saya nyuci baju, yang nggak berat-berat. Cari yang efisien," ujarnya.

Sepeda yang digunakan Rani Cahyanti (24) atau Surikala.  Foto: dok. Pribadi Surikala
Sepeda yang digunakan Rani Cahyanti (24) atau Surikala. Foto: dok. Pribadi Surikala

28 Desember 2023 pukul 03.00 WIB, Surikala memulai perjalan dari rumahnya. Ia tak punya target di hari pertama harus sampai mana. Yang jelas, ia mengayuh dengan kecepatan sedang saja. Pikirnya masih ada hari berikutnya, sehingga stamina tetap dijaga.

Pagi, siang, sore, dihabiskan untuk mengayuh sepeda. Keringat bercampur debu jalan menempel di tubuhnya. Sesekali berhenti di minimarket untuk makan atau minum. Dan menyempatkan berhenti di beberapa musala yang ia temui untuk salat dan menyelonjorkan kaki beberapa menit.

"Dari jam 3 pagi aku berhenti gowes itu jam setengah 9. Itu sudah sampai Situbondo dengan kecepatan seadanya ya," terangnya.

"Jadi pas perjalanan sempat 'gandol' truk untuk saving power. Jadi kalau gandol itu kita gowes pas di belakangnya truk. Jadi dia yang belah angin kita yang ngikut. Jadi bukan yang pegangan truk sambil jalan, enggak. Itu terbantu lumayan dapat 35 km. Itu kecepatannya rata-rata 25 sampai 32 km/jam," lanjutnya.

Hari semakin gelap. Ia butuh istirahat untuk perjalanan besok. Namun, pukul 21.00 WIB, ia berada di jalan samping kanan kiri hutan di Kabupaten Situbondo. Muncul perasaan takut.

Di tengah perjalan itu, lampu motor terpancar persis di belakangnya cukup lama. Surikala merasa dibuntuti oleh seseorang. Namun, di sisi lain, ia merasa terbantu dengan lampu motor itu, karena tak ada penerangan. Hanya senter kecil yang ia bawa. Itupun batrainya mau habis.

Pemotor itu semakin mendekat. Surikala akhirnya menoleh ke kanan. Yang ia lihat ialah seorang ayah, ibu dan satu anaknya di atas motor tersebut. Ketakutannya mereda karena sempat berpikir sebentar, mana mungkin orang jahat berboncengan membawa seorang anak.

"Saya pun dibuntuti mereka sekeluarga diajak ngobrol 'dari mana mbak? Mau ke mana?' gitu-gitu. Lumayan lama terus akhirnya disuruh tidur di tempat kerjanya. Tempat kerjanya tambak udang. Katanya setelah hutan ini ada hutan lagi dan rawan begal. Aku melihat-lihat mereka masak mau nipu bawa anaknya satu keluarga? Kayaknya nggak mungkin nipu jadi nurut aja," jelasnya.

Malam itu, Surikala tidur di tambak udang beserta satu keluarga tersebut.

Hari kedua, 29 Desember 2023 pukul 04.30 WIB, Surikala melanjutkan perjalanannya dari Kabupaten Situbondo. Pegal, kram, pusing pun mulai muncul, efek dari perjalanan hari pertama.

Sepeda yang digunakan Rani Cahyanti (24) atau Surikala.  Foto: dok. Pribadi Surikala
Sepeda yang digunakan Rani Cahyanti (24) atau Surikala. Foto: dok. Pribadi Surikala

"Jadi jari kedua aku gowes semampuku dengan sisa tenaga," ungkap dia.

Masuk wilayah Baluran, ia merasa ada luka di salah satu bagian tubuhnya. Ditambah panasnya jalanan, membuatnya semakin down dan terlintas untuk pulang naik bus.

"Biasanya kalau kita pakai road bike berat badan kita itu fifthy fifthy di setang dan sadel. Soalnya kan agak bungkuk. Kalau sepeda sierra kan tegak. Otomatis 100 persen berat badan kita tumpuannya di sadel jadinya lecet-lecet di sekitar pantat dan itu perih. Jadi nggak bisa on sadel, jadi harus off sadel. Kayak mengayuh itu sambil berdiri. Di Baluran itu sampai nangis-nangis itu jalannya panjang, sepi, nggak ada orang jualan. Di Baluran itu jam 10 sampai jam 1 siang," ungkapnya.

Perjalanan yang berat terlewatkan. Jam 13.00 WIB ia lega telah sampai di Ketapang, Kabupaten Banyuwangi. Mampir di musala untuk makan, salat, mandi dan tidur selama setengah jam.

Pukul 14.00 WIB, ia menyeberang dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk dengan Kapal Feri.

Batinnya, ia akhirnya sampai di Bali juga. Mulailah mengayuh sepeda dari Gilimanuk pukul 17.00 WIB. Sungguh kaget ternyata disambut dengan hutan lagi. Tak hanya itu, hewan liar seperti monyet dan biawak banyak berkeliaran. Otomatis ia menambah kecepatan agar tak dikejar oleh hewan-hewan liar.

"Keluar dari kawanan monyet itu ada anjing. Pas dikejar anjing itu posisi sudah gelap. Mungkin anjing itu melihat lampuku yang kelap kelip jadi aku dikejar," ucapnya.

Sampailah Surikala di Pulukan, Kabupaten Jembrana, Bali pukul 22.30 WIB. Ia memutuskan tidur di masjid di hari keduanya.

Hari ketiga, 30 Desember 2023 pukul 05.00 WIT, Surikala melanjutkan perjalanan hari terakhir dengan mengitari kota-kota di Bali. Karena ia masih kurang 193 kilometer lagi untuk mencapai 500 kilometer dari aplikasi pengukur jarak yang dibawanya.

"Jadi kurangnya itu aku muter-muter di Denpasar, Mengwi, Tabanan, wes jalan-jalan di situ-situ yang menurutku jalannya masih enak yang dekat dari Krobokan. Karena aku memang sengaja finishnya di salah satu coffee shop di Krobokan," tuturnya.

Sebenarnya, ia sudah tak mampu melakukan perjalanan di hari ketiga karena lelah dan juga luka. Berbagai macam obat pereda nyeri ia oleskan dan semprot di kakinya. Lantaran kaki kirinya mulai membengkak gegara memaksakan perjalanan selama dua hari sebelumnya.

Hingga pukul 13.00 WIB, perjalanannya kurang 45 kilometer. Mengwi-Tabanan-Denpasar terus ia putari. Sampai aplikasi pengukur jaraknya menunjukkan kurang 6 kilometer lagi. Surikala menuju Krobokan.

"Akhirnya jam setengah 11 sampai di coffee shop itu. Sebenarnya sampai di coffee shop itu masih kurang 5,9 km sekian. Jadi saya muter-muter di sekitaran coffee shop itu sampai dilihati sama tukang parkirnya. Pas finish baru ditanya-tanya. Jadi yang pertama menyambut selebrasi saya menyelesaikan 500 km itu ya tukang parkir coffee shop," kata dia.

Rani Cahyanti (24) atau Surikala, perempuan asal Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto yang bersepeda sejauh 500 kilometer Mojokerto-Bali. Foto: dok. Pribadi Surikala
Rani Cahyanti (24) atau Surikala, perempuan asal Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto yang bersepeda sejauh 500 kilometer Mojokerto-Bali. Foto: dok. Pribadi Surikala

Keberhasilan menempuh 500 kilometer dengan sepeda ibu itu pun ia rayakan sendiri ketika itu. Ia sempat tak menyangka dapat menyelesaikan misinya.

"Sepeda itu cuma alat, selebihnya niat. Meskipun sepeda mahal kayak gimana kalau nggak suka bersepeda ya buat apa. Maksudnya kalau mau bersepeda ya bersepeda aja, nggak usah nunggu sepedamu yang mahal atau proper. Ini bisa lho, orang-orang nyebutnya sepeda kumbang, maksudnya sepeda yang biasa dipakai ke pasar, pergi ke sekolah, tapi tak buat long ride," tutur dia.

Setelah perjalanannya ke Bali itu, Surikala ternyata hendak menyelesaikan misinya, yakni bersepeda Mojokerto-Jakarta. Namun, kali ini tak pakai sepeda ibu, melainkan sepeda custom alias merakit sendiri.

"Kemarin sudah ke Bali, timur, sekarang mau ke barat, finish di Jakarta. Kalau gowes ini birthday ride di Jakarta. Jadi kayak aku merayakan ulang tahunku yang ke 24 dengan gowes," ucapnya.

Rencana bersepeda hingga Jakarta ini akan ia tempuh selama dua minggu, mulai tanggal 23 April 2024.

"Tapi aku enggak langsung ke Jakarta tapi akan mampir ke 5 kota. Mojokerto-Solo, Solo-Semarang, Semarang-Pekalongan, Pekalongan-Cirebon, Cirebon-Bandung, Bandung-Jakarta," jelasnya.

Di setiap kota tersebut, Surikala berencana akan bertemu dengan komunitas sepeda setempat dan menggelar night ride.

"Dalam kota-kota itu aku akan nginep di situ sambil gowes bareng komunitas setempat. Campaignnya itu pas gowes fun bike sambil kasih makan kucing," terangnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post