Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Peredaran Minuman Beralkohol (Mihol) atau minuman keras (miras) di Kota Yogyakarta ditargetkan rampung pada Juli 2025. Regulasi ini akan menggantikan perda sebelumnya yang telah berusia 72 tahun.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Peredaran Mihol, Susanto Dwi Antoro, menyampaikan bahwa pembahasan kini memasuki tahap lanjutan dan akan dilanjutkan setelah pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030 selesai.
"Progress-nya kemarin (Jumat) kebetulan kita pembahasan lanjut. Setelah RPJMD ini nanti dibamus kembali. Saya rasa Juli ini bisa selesai," kata Susanto saat dihubungi Pandangan Jogja, Minggu (22/6).
Sebelumnya, raperda ini ditargetkan rampung pada Maret, namun ditunda agar proses pembahasannya tidak tergesa-gesa. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) telah melibatkan berbagai unsur, termasuk lembaga keagamaan, pelaku pariwisata, akademisi, dan kalangan pendidikan.
"Masyarakat juga menunggu, teman-teman investor juga minta kepastian. Tapi memang perjalanan panjang ini tidak serta-merta kita ambil keputusan. Kita banyak melakukan diskusi, merangkum permasalahan, dan mitigasi," lanjutnya.
Fokus Raperda: Pengetatan Perizinan dan Larangan Penjualan Daring
Beberapa poin utama dalam raperda ini meliputi pengetatan perizinan penjualan mihol. Penjualan secara daring tidak akan diperbolehkan, dan konsumsi hanya diizinkan di tempat-tempat berizin resmi, seperti hotel berbintang.
"Kita tidak akan membuka kaitannya dengan perdagangan secara online, itu sudah pasti. Konsumsi hanya di tempat yang memang benar-benar secara perizinan ini sudah masuk pada skala lisensi, sertifikasi, minimal bintang tiganya masuk," ujar Susanto.
Ia menambahkan bahwa pengawasan dan mitigasi akan disesuaikan dengan tata ruang dan karakteristik wilayah Kota Yogyakarta. Perizinan pusat melalui OSS (Online Single Submission) dinilai belum cukup, sehingga Pemkot Yogyakarta akan memiliki kewenangan tambahan dalam pengaturan perizinan lokal.
"Ada yang khusus Jogjanya, menghargai karakteristik Jogjanya. Jadi tidak semata-mata regulasi dari OSS yang dari pusat saja," tegasnya.
Pembahasan Raperda Diwarnai Dinamika
Susanto menyebut proses pembahasan Raperda Mihol cukup panjang karena melibatkan berbagai latar belakang kepentingan dan sektor yang ada di Kota Yogyakarta.
"Jogja banyak yang punya background masing-masing. Ada dari organisasi keagamaan, pariwisata, pendidikan. Saya mengharapkan agar frekuensi yang sama atas nama Kota Yogyakarta bisa saling mengisi dengan tidak melukai siapapun," tuturnya.