Konferensi Pers Suluh Sumurup Art Festival 2025 bertemakan 'Jejer' yang berlangsung pada 15-31 Mei 2025 di TBY. Foto: Dok. Yusufhay/Pandangan Jogja
Sebanyak 131 seniman penyandang disabilitas dari 15 provinsi di Indonesia mengikuti Suluh Sumurup Art Festival 2025 (SSAF 2025) yang berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada 15–23 Mei 2025. Festival ini resmi dibuka pada Kamis (15/5) oleh Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, yang mewakili Gubernur DIY.
Pembukaan dihadiri oleh Direktur Pengembangan Budaya Digital Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal; Paniradya Pati Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho; Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi; Kepala TBY, Purwiati; serta para kurator dan pegiat seni.
"Dengan rasa syukur dan bahagia, saya menyambut pembukaan Pameran Seni Rupa Disabilitas 'Suluh Sumurup 2025', yang pada kali ini mengusung tema 'Jejer', sebuah kosakata sederhana dalam bahasa Jawa, tetapi kaya makna," ujar KGPAA Paku Alam X dalam sambutan pembukaannya, Kamis (15/5).
Peserta festival berasal dari berbagai latar belakang disabilitas, di antaranya tunanetra, tunarungu, tunadaksa, autistik, dan penyandang Down syndrome. Mereka berasal dari komunitas seni, sekolah luar biasa, sekolah inklusi, dan sanggar seni di berbagai daerah. Karya yang dipamerkan juga menggunakan berbagai medium, seperti lukisan cat air, akrilik, patung, instalasi, dan seni video.
Salah satu karya instalasi seniman penyandang disabilitas di SSAF 2025. Foto: Dok. Yusufhay/Pandangan Jogja
Tema pameran tahun ini adalah 'Jejer', yang dalam bahasa Jawa berarti 'subjek'. Menurut salah satu kurator, Budi Irawanto, tema ini dipilih untuk menekankan peran penyandang disabilitas dalam proses penciptaan karya seni.
"Penyandang disabilitas ini adalah subjek yang memiliki kapasitas untuk berpikir. Mereka bukan saja subjek aktif tapi juga subjek kreatif. Selama ini banyak yang melihat teman-teman disabilitas sebagai objek entah itu objek charity, objek untuk dikasihani yang seakan-akan pasif dan tidak mampu melakukan tindakan proaktif dan kreatif," ujarnya.
Salah satu seniman disabilitas, Anugrah Fadly, bersama hasil karyanya. Foto: Dok. Yusufhay/Pandangan Jogja
Selain pameran seni rupa, SSAF 2025 juga menyelenggarakan sejumlah lokakarya, seperti batik perintang tepung, literasi sastra, dan bahasa isyarat. Lokakarya dipandu oleh penyandang disabilitas yang bertindak sebagai mentor. Festival ini juga menyediakan area niaga yang menjual karya seni, merchandise, dan produk kreatif lainnya.
"Kami ingin memberikan ruang apresiasi bagi teman-teman kreatif. Harapan kami, selain Taman Budaya sebagai pusat pengembangan seni, juga menjadi wadah pemberdayaan ekonomi agar berkelanjutan," kata Kepala TBY, Purwiati.
Fasilitas aksesibilitas disediakan dalam festival ini, antara lain e-katalog dalam format visual dan digital yang kompatibel dengan pembaca layar, serta tur galeri untuk pengunjung dengan kebutuhan khusus. Dalam penutupan pameran pada Jumat (23/5) nanti, panitia akan menghadirkan pemutaran film dengan fitur closed caption dan audio description.