Tampang Staf Ahli Komdigi, Adi Kismanto, yang ditangkap polisi terkait judi online. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Eks Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Teguh Arifiyadi, mengungkapkan kejanggalan penerimaan Adhi Kismanto sebagai salah satu pegawai di kementerian tersebut.
Adhi Kismanto merupakan salah satu terdakwa kasus pengamanan situs judi online (judol) Kominfo. Ia sempat direkrut dalam seleksi tenaga ahli di Kominfo. Padahal, kualifikasi yang dimilikinya tak sesuai dengan yang dibutuhkan.
Hal itu diungkapkan oleh Teguh saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus pengamanan situs judol Kominfo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/5).
Dalam sidang itu, duduk sebagai terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
"Kami mendapatkan CV Pak Adhi [Kismanto] dari salah satu staf khusus yang dibawa oleh Pak Menteri untuk saya dan saya teruskan ke tim yang menangani rekrutmen," kata Teguh dalam persidangan, Rabu (28/5).
"Kemudian proses seleksi, kemudian tim rekrutmen dengan menyampaikan bahwa yang bersangkutan tidak memenuhi kualifikasi," lanjut dia.
Teguh kemudian menyampaikan kepada atasannya bahwa Adhi Kismanto tidak memenuhi kualifikasi. Adapun kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi tenaga ahli adalah lulusan sarjana. Sementara, Adhi hanya lulusan SMK.
"Kemudian, Dirjen menyampaikan bahwa ini, 'tolong ini sampaikan ke Pak Menteri karena rekomendasi Saudara Adhi dari Pak Menteri', kemudian saya forward informasi terkait tidak bisa diterimanya Pak Adhi kepada Pak Menteri melalui staf khusus," paparnya.
Akan tetapi, kata Teguh, staf khusus Menkominfo kemudian menyampaikan kepadanya agar peserta yang lulusan SMK tetap bisa diterima. Teguh pun mencoba memastikan lagi permintaan tersebut.
"Kemudian, tidak beberapa lama saya mendapat jawaban lagi dari staf khusus bahwa, 'tolong dua orang yang ikut rekrutmen lulusan SMK diterima', kemudian saya tanya lagi sekali lagi, melalui WA saya tanya lagi, 'apakah ini beneran kriteria Pak Menteri, atau sudah tanya Pak Menteri?" imbuh dia.
Singkat cerita, informasi itu kemudian disampaikan Teguh kepada Nanik Ramini selaku ketua tim rekrutmen pada saat itu. Dalam diskusinya dengan Nanik dan tim keuangan, kata Teguh, Adhi memang tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi tenaga ahli.
"Akhirnya kami anggapnya sebagai orang yang dimintakan untuk membantu, kami tidak bisa menetapkan bahwa Adhi sebagai salah satu pegawai di tim kami," ucap Teguh.
Dalam kesempatan itu, salah satu saksi lainnya, Ketua Tim Pengelolaan Program Kerja dan Keuangan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo Ulfa Wachiddiyah Zuqri, juga mengungkapkan kejanggalan Adhi Kismanto menjadi tenaga ahli di kementerian.
Menurut keterangan Ulfa, Adhi Kismanto saat itu tidak bisa digaji melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), melainkan menggunakan dana operasional pembayaran paket.
Jaksa kemudian mencecar ihwal penggajian yang dilakukan Kominfo terhadap Adhi Kismanto.
"Kemudian bagaimana ceritanya ini bisa, sedemikian rupa, didesain, supaya si Adhi Kismanto ini tetap bisa bekerja dan mendapatkan gaji?" tanya jaksa.
Ulfa menerangkan bahwa dirinya memang menerima laporan adanya rekrutmen pegawai yang tidak memenuhi kualifikasi, namun tetap dipekerjakan. Hal itu kemudian disampaikan ke atasannya.
"Nah, di situ juga akhirnya saya me-report ke Pak Direktur bagaimana untuk dua orang, untuk Saudara Adhi Kismanto, untuk diangkat atau untuk satu bulan. Kemudian, diketahui dari Pak Direktur, 'arahan dari Pak Menteri kan harus tetap untuk tetap harus diperbantukan di direktorat kami dengan dibayarkan gajinya'," tutur Ulfa.
"Sehingga, saya me-report untuk, kalau untuk itu, waktu itu bulan Oktober, dan dibayar mungkin [gajinya] November, Desember saja. Waktu itu saya sampaikan kalau secara kontrak pegawai tidak bisa karena yang bersangkutan tidak memiliki kualifikasi," jelas dia.
Dengan melihat dana kas yang tersedia saat itu, Ulfa menerangkan bahwa diusulkan pembayaran gaji Adhi per bulan adalah Rp 10 juta. Akan tetapi, Adhi justru meminta gaji tersebut di atas angka yang ditawarkan.
"Sehingga saya laporkan, 'Pak, berapa arahannya?'. Dari Pak Direktur [menjawab], 'Rp 10 juta saja disesuaikan dengan anggaran yang ada', gitu. Jadi, saya alokasikan dana tersebut," ungkap Ulfa.
Akan tetapi, pembayaran gaji Adhi Kismanto ternyata dibayarkan dengan urunan sejumlah pegawai di Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo.
"Pertanyaan, berarti yang Rp 20 juta itu siapa yang bayar, pengeluarannya?" tanya jaksa.
"Kalau kami bebankan ke teman-teman tim, jadi dibayarkan," jawab Ulfa.
"Dibayarkan? Jadi teman-teman tim ini patungan untuk bayaran Kismanto 2 bulan?" cecar jaksa.
"Betul, Pak," timpal Ulfa.
"Teman-teman tim ini siapa? Dari dirjen sampai kemudian ke bawah atau siapa saja?" tanya jaksa.
"Hanya tim di direktorat kami saja," jawab Ulfa.
"Berapa orang?" cecar jaksa.
"Ada 12 orang," kata Ulfa.
Dakwaan Kasus Pengamanan Situs Judol
Dalam dakwaan, nama eks Menkominfo Budi Arie Setiadi turut disebut. Jaksa menyebut bahwa pengamanan situs judol yang diduga terkait Budi Arie ini dilakukan agar situs judol tersebut tidak diblokir Kominfo.
Menurut jaksa, sekitar Oktober 2023, Budi Arie diduga meminta rekanannya, Zulkarnaen, untuk mencari orang yang dapat mengumpulkan data website judol. Zulkarnaen lalu mengenalkan Adhi Kismanto kepada Budi Arie.
"Dalam pertemuan tersebut Terdakwa Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data website judi online, lalu saudara Budi Arie Setiadi menawarkan kepada terdakwa Adhi Kismanto untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kemenkominfo," kata jaksa.
Adhi tak lolos dalam proses seleksi itu. Namun, ada atensi dari Budi Arie agar Adhi tetap diterima.
"Adhi Kismanto dinyatakan tidak lulus karena tidak memiliki gelar sarjana namun dikarenakan adanya atensi dari Saudara Budi Arie Setiadi, maka terdakwa Adhi Kismanto tetap diterima bekerja di Kemenkominfo dengan tugas mencari link atau website judi online," jelas jaksa.
Singkat cerita, Adhi, Zulkarnaen, bersama Muhrinjan selaku pegawai Kominfo, memulai aksi penjagaan website judol. Dari praktik penjagaan website judol itu, muncul nama Budi Arie.
"Bahwa kemudian Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony, Terdakwa Adhi Kismanto, dan Terdakwa Muhrijan alias Agus kembali bertemu di Cafe Pergrams Senopati untuk membahas mengenai praktik penjagaan website perjudian online di Kemenkominfo dan tarif sebesar Rp 8.000.000,- per website serta pembagian untuk Terdakwa Adhi Kismanto sebesar 20%, Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony sebesar 30%, dan untuk Saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50% dari keseluruhan website yang dijaga," ujar jaksa.
Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa Budi Arie memberikan arahan soal situs judol tersebut.
"Pada 19 April 2024 Terdakwa Adhi Kismanto menerima informasi bahwa Menteri Kominfo memberikan arahan untuk tidak melakukan penjagaan website perjudian di lantai 3, selanjutnya Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony dan Terdakwa Adhi Kismanto dan menemui Saudara Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra untuk pindah kerja di lantai 8 bagian pengajuan pemblokiran dan disetujui oleh Saudara Budi Arie Setiadi," kata jaksa.
Masih sekitar April 2024, Adhi Kismanto melakukan pertemuan dengan Zulkarnaen. Dalam pertemuan itu, Zulkarnaen menyampaikan Budi Arie telah mengetahui adanya praktik pengamanan website judol itu.
"Zulkarnaen Apriliantony menyampaikan bahwa penjagaan website perjudian sudah diketahui oleh saudara Budi Arie Setiadi, namun Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony sudah mengamankan agar penjagaan website perjudian tetap dapat dilakukan karena Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony merupakan teman dekat saudara Budi Arie Setiadi," papar jaksa.