Apr 22nd 2024, 20:15, by Fadjar Hadi, kumparanNEWS
Hakim MK Arief Hidayat menilai seharusnya gugatan Pilpres 2024 yang dilayangkan paslon 01 Anies-Muhaimin dikabulkan oleh Mahkamah. Ia sependapat dengan dua hakim MK lain yakni Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih.
MK telah memutus gugatan Pilpres 2024. Hasilnya, permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ditolak. Namun tiga hakim dissenting opinion.
Arief mengatakan, Presiden Jokowi sudah melanggar Pemilu dan Pilpres 2024 secara terstruktur dan sistematis. Tindakan Jokowi telah mencederai prinsip moral dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya di junjung tinggi sebagaimana termuat di dalam TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang secara filosofis lahir pada 2001 sebagai akibat adanya kemunduran dalam etika kehidupan berbangsa.
"Etika kehidupan berbangsa ini perlu disinggung kembali dan ternyata hingga kini masih relevan untuk dipertimbangkan dan diterapkan, setidaknya sebagai kaca benggala agar pemerintah dan para elite politik mampu bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat," jelas Arief.
Oleh karena itu, Arief menuturkan dalam sebuah negara hukum demokratis yang berlandaskan Pancasila, pelaksanaan rule of law harus dibarengi dan diikuti oleh penerapan rule of ethics sebagai nilai luhur dan aturan yang penting dan strategis dalam setiap penyelenggaraan negara.
"Kembali ke soal perselisihan hasil Pemilu, sejak Pemilu Presiden/Wakil Presiden tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 tak pernah ditemukan pemerintah turut campur dan cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden/Wakil Presiden," jelas Arief.
Akan tetapi, Arief mengatakan dalam Pilpres 2024, terjadi hiruk pikuk dan kegaduhan disebabkan secara terang-terangan Presiden dan aparaturnya bersikap tak netral bahkan mendukung Pasangan Calon Presiden tertentu.
"Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan," ucap Arief.
Oleh karena itu, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hasil Pilpres 2024, Mahkamah Konstitusi sepatutnya tak boleh hanya sekadar berhukum melalui pendekatan yang formal-legalistik-dogmatis yang hanya menghasilkan rumusan hukum yang rigid, kaku, dan bersifat prosedural.
"Oleh karena itu penting bagi Mahkamah untuk memeriksa perkara a quo melalui pendekatan keadilan substantif ketimbang keadilan procedural," ucap Arief.