Sudah Puluhan Tahun Dinyatakan Punah, Benarkah Harimau Jawa Ada Lagi?
25 Mar 2024
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah dinyatakan punah sejak tahun 1980-an berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Penampakan terakhirnya, terkonfirmasi di Meru Betiri Taman Nasional, Jawa Timur, pada tahun 1976.
Saat ini, hanya Harimau Sumatera (P. tigris sumatrae) yang masih tersisa di Indonesia.
Namun baru-baru ini, ada tanda-tanda yang membawa harapan bahwa Harimau Jawa tersebut masih ada. Tanda tersebut ditemukan di sebuah desa di Sukabumi Selatan, Jawa Barat. Setelah 43 tahun Harimau Jawa menghilang, harapan baru muncul.
Wirdateti, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkap adanya temuan sehelai rambut Harimau Jawa di pagar pembatas antara kebun rakyat dengan jalan Desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat.
"Rambut tersebut ditemukan oleh Kalih Reksasewu atas laporan Ripi Yanuar Fajar yang berpapasan dengan hewan mirip Harimau Jawa yang dikabarkan telah punah, pada 19 Agustus 2019, malam. Ripi adalah seorang penduduk lokal yang berdomisili di desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat," ujar Wirdateti dalam siaran pers yang dimuat di web BRIN, Senin (25/3).
Tes DNA
Dari serangkaian analisis DNA yang telah dilakukan, Teti (sapaan akrab Wirdateti) dan tim menyimpulkan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan adalah spesies Panthera tigris sondaica atau Harimau Jawa.
Harimau tersebut termasuk dalam kelompok yang sama dengan spesimen Harimau Jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) pada 1930. Keyakinan ini diperkuat dengan ditemukannya bekas cakaran harimau di lokasi yang sama.
Temuan tersebut membuat Teti melakukan observasi lebih lanjut. Identifikasi awal Teti bersama tim adalah melakukan studi perbandingan sampel rambut harimau yang ditemukan Sukabumi dengan spesimen harimau jawa koleksi MZB.
Kemudian beberapa sub-spesies sampel harimau lain, yakni harimau bengal, amur dan Sumatra, dan macan tutul Jawa yang digunakan sebagai kontrol.
"Hasil perbandingan antara sampel rambut Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06 % dengan harimau sumatera, dan 96,87 dengan harimau benggala. Sedangkan spesimen harimau jawa koleksi MZB memiliki 98,23 kemiripan dengan harimau sumatera," jelas Teti.
Sementara itu, hasil studi pohon filogenetik menunjukkan sampel harimau di sukabumi dan spesimen harimau koleksi MZB berada dalam kelompok yang sama, namun terpisah dari kelompok subspesies harimau lain. Selanjutnya, macan tutul Jawa berdasarkan sampel yang diperoleh dari spesimen MZB.
Teti bersama tim kemudian melakukan wawancara mendalam pada Rapi yang melihat harimau pada 2019 lalu untuk memperkuat observasinya. Analisis genetik DNA memiliki tingkat sensitivitas yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan konservasi dan mengklasifikasikan ketidakpastian taksonomi.
Berikutnya, merekonstruksi filogeografi dan demografi untuk menyelidiki moyang genetik subspesies.
Ekstraksi DNA total yang dilakukan menggunakan Dneasy Blood & Tissue Kit. Protokol tersebut telah dimodifikasi dengan menambah proteinase, karena tingginya kandungan protein pada rambut.
"Amplifikasi PCR seluruh sitokrom b mtDNA dilakukan dengan primer khusus untuk harimau. Selanjutnya, seluruh hasil sekuens nukleotida disimpan menggunakan BioEdit dan diserahkan ke GenBank," ujar Teti.
"Urutan komplemen antara primer forward dan reverse diedit menggunakan Chromas Pro. Semua urutan nukelotida dugaan Harimau jawa dibandingkan dengan data sekuen Genbank National Center for Biotechnology Information (NCBI). Penyelarasan DNA dilakukan menggunakan Clustal X dan data dianalisis menggunakan MEGA."
Harimau jawa merupakan hewan endemik Pulau Jawa dan tersebar luas di hutan dataran rendah, semak belukar, dan perkebunan. Sayangnya, sejak hewan ini diburu karena dianggap hewan pengganggu dan habitatnya diubah menjadi lahan pertanian dan infrastruktur, keberadaanya semakin hilang.