Mar 27th 2024, 09:32, by Ahmad Romadoni, kumparanNEWS
Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) meminta agar pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi dari hasil Pilpres 2024. Hal ini menjadi salah satu permohonan yang disampaikan dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi tersebut karena diduga terjadi kecurangan. Kecurangan ini, dilakukan melalui pelibatan lembaga kepresidenan, pelumpuhan independensi penyelenggara pemilu, manipulasi aturan persyaratan pencalonan, pengerahan aparatur negara, dan penyalahgunaan anggaran negara.
Maka demi tegaknya hukum dan keadilan serta asas-asas Pemilu maka pasangan calon nomor urut 2 harus didiskualifikasi.--Isi permohonan Anies-Cak Imin.
"Pembiaran terhadap berbagai kecurangan yang melanggar prinsip pemilu bebas, jujur, dan adil, akan menjadi legacy buruk bagi masa depan republik. Sebuah kejahatan demokrasi yang tak termaafkan," tambahnya.
Selain soal kecurangan pada saat penyelenggaraan Pemilu, pencalonan Prabowo-Gibran, khususnya Gibran Rakabuming Raka, dianggap cacat bawaan. KPU dinilai meloloskan Gibran dengan menabrak Peraturan KPU mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
KPU ujug-ujug mengikuti 'putusan 90' tanpa mengubah PKPU dengan disertai persetujuan DPR.
"Bahwa pelanggaran terhadap tidak dipenuhinya syarat calon merupakan 'cacat bawaan' sejak awal, yang dikategorikan sebagai pelanggaran terukur yang mencederai prinsip penyelenggaraan pemilu, terutama prinsip yang jujur dan adil," ungkap mereka.
Selain KPU, Pemohon juga menyoal terkait Bawaslu. Bawaslu dinilai tidak menjalankan fungsinya saat KPU ditetapkan melanggar etis oleh DKPP karena meloloskan Gibran, padahal Peraturan KPU (PKPU) nomor 19/2023 yang digunakan untuk pencalonan masih menyatakan syarat usia capres/cawapres minimal 40 tahun.
"Termohon juga telah memberikan keterangan yang tidak benar dalam dokumen berita acara penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka," baca pemohon.
Selain itu, Pemohon juga merasa ada kecurigaan atas kebijakan Presiden Jokowi yang tiba-tiba menaikkan gaji dan tunjangan penyelenggara Pemilu. Pemohon menilai, kenaikan gaji, dan tunjangan pada momen-momen kritis.
Tak cuma itu, kenaikan tunjangan Bawaslu yang diatur oleh Perpres nomor 18 tahun 2024 dengan besaran Rp 1.968.999 sampai dengan Rp 29.085.000 tersebut terjadi dua hari sebelum hari pemungutan suara.
"Kenaikan tunjangan kinerja pegawai Bawaslu tersebut sangat kental dengan unsur politik yang dapat dipandang tidak pantas secara etika berpolitik, terlebih lagi sebagaimana yang kita ketahui anak kandung Presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka merupakan Cawapres Paslon Nomor Urut 2 dalam Pilpres 2024. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap netralitas Bawaslu dalam melakukan tugas dan kewenangannya mengawasi Pemilu," ujarnya.
Tak hanya itu, Pemohon juga menilai kecurangan terebut terjadi dengan adanya tekanan-tekanan bagi Hakim MK. Dalam gugatannya, Pemohon menyebutkan putusan MK nomor 90 itu hanya dikabulkan oleh 3 hakim dalam majelis konstitusi. Sedangkan 4 hakim lainnya terasa menolak dan 2 lainnya menyatakan pendapat berbeda. Namun, pada putusannya, Pemohon menilai bahwa putusan diputuskan berdasarkan hasil keputusan dari suara minoritas.
Dalam pembacaan gugatannya tersebut, Pemohon menyebut bahwa ada tekanan kepada Menteri Keuangan untuk menggelontorkan dana untuk Bansos yang dianggap untuk memuluskan paslon 02.
"Bahwa Presiden Joko Widodo juga menekan Menteri Keuangan untuk menganggarkan bansos sebesar Rp 500 ribu per orang, akan tetapi Menteri Keuangan menolak karena terlalu membebani anggaran negara. Kemudian disepakati angka Rp 200 ribu perorang," kata dia.