Kisah Inspiratif Suriyono: Dari Kenek Bahan Material Jadi Sarjana Usia 60 Tahun - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Kisah Inspiratif Suriyono: Dari Kenek Bahan Material Jadi Sarjana Usia 60 Tahun
May 29th 2025, 10:50 by kumparanNEWS

Suriyono, kakek asal Banyuwangi meraih gelar sarjana Agroteknologi Pertanian di usia 60 tahun. Foto: Dok. Istimewa
Suriyono, kakek asal Banyuwangi meraih gelar sarjana Agroteknologi Pertanian di usia 60 tahun. Foto: Dok. Istimewa

Di tengah hiruk pikuk kehidupan yang serba cepat, kisah-kisah inspiratif seringkali muncul dari tempat yang tak terduga. Salah satunya datang dari Banyuwangi, dari sosok pria bernama Suriyono.

Di usianya yang ke-60, saat banyak orang memilih menikmati masa pensiun, Suriyono justru baru saja meraih mimpinya menjadi Sarjana Agroteknologi Pertanian. Kisah kegigihan dan semangatnya ini layak menjadi cerminan bahwa usia hanyalah angka, dan mimpi tak mengenal batas.

Perjalanan Panjang dari Keterbatasan Biaya

Senyum ramah terpancar dari wajah Suriyono saat ditemui di salah satu ruangan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi. Garis-garis halus di wajahnya adalah saksi bisu perjuangan hidup yang telah ia lalui.

Usai lulus dari SMAK Hikmah Mandala Banyuwangi pada tahun 1986, Suriyono harus menunda impiannya untuk melanjutkan pendidikan tinggi karena keterbatasan biaya.

"Saya dulu lulus SMA tidak punya uang untuk lanjut kuliah," kenang Suriyono memulai kisahnya, dikutip, Kamis (29/5).

Suriyono, kakek asal Banyuwangi meraih gelar sarjana Agroteknologi Pertanian di usia 60 tahun. Foto: Dok. Istimewa
Suriyono, kakek asal Banyuwangi meraih gelar sarjana Agroteknologi Pertanian di usia 60 tahun. Foto: Dok. Istimewa

Tak ingin menyerah pada keadaan, ia mencoba peruntungan di dunia kerja. Dari menjadi kenek pengantar bahan material hingga akhirnya diterima sebagai pekerja di sebuah pabrik pengemasan makanan ekspor, tempat ia mengabdikan diri hingga kini.

Di sela-sela kesibukannya mencari nafkah, Suriyono juga jeli melihat peluang. Ia mengembangkan usaha sampingan jual beli kambing dengan sistem bagi hasil, yang tak hanya menambah pundi-pundinya tapi juga memberdayakan petani lokal.

"Setelah terkumpul uang yang cukup, timbul keinginan saya yang dahulu untuk kuliah. Maka dari itu saya jual kambing-kambing saya, saya niatkan kuliah," ungkap Suriyono.

Niatnya sudah bulat, dan pada tahun 2019, ia mendaftarkan diri menjadi mahasiswa di Untag Banyuwangi.

Perjalanan Suriyono sebagai mahasiswa bukanlah tanpa hambatan. Dengan jadwal kerja shift, ia harus pintar-pintar membagi waktu. Ia rela belajar di malam hari, bahkan hingga menjelang subuh, demi memahami materi perkuliahan.

"Setelah Isya saya belajar, kalau ngantuk saya tidur, terbangun nanti baca lagi. Karena saya berpikir bahwa waktu saya terbatas, jadi kapan lagi saya belajar," tuturnya.

Suriyono sempat cuti selama tiga semester. Namun, semangatnya tak padam. Ia membayar kembali masa cuti itu dengan kegigihan demi menyelesaikan studinya.

Baginya, rasa lelah belajar tak sebanding dengan ilmu yang ia dapatkan. Ia meyakini, tidak semua orang memiliki kesempatan seperti dirinya. "Yang terpenting adalah niat, kemudian semangat, baru uang," tegas Suriyono.

Diakui Pekerja Terbaik dan Promosi Jabatan

Di tengah padatnya jadwal antara bekerja dan kuliah, Suriyono mampu mengelola keduanya dengan baik. Ia bahkan mendapatkan predikat pekerja terbaik dari tempatnya bekerja.

Kini, setelah resmi menyandang gelar sarjana, Suriyono mengaku lebih percaya diri. Dukungan terus mengalir kepadanya, dan tak tanggung-tanggung, ia bahkan mendapatkan promosi jabatan.

"Dulu pernah ada yang meragukan, termasuk dari biaya juga, tapi saya percaya ketika Allah bilang jadi, maka jadi. Meskipun berat prosesnya tapi sekarang saya jadi (sarjana)," ujarnya penuh rasa syukur.

Suriyono, kakek asal Banyuwangi meraih gelar sarjana Agroteknologi Pertanian di usia 60 tahun. Foto: Dok. Istimewa
Suriyono, kakek asal Banyuwangi meraih gelar sarjana Agroteknologi Pertanian di usia 60 tahun. Foto: Dok. Istimewa

Terobos Hujan demi Bimbingan Skripsi

Yusmia Widiastuti, dosen pembimbing skripsi Suriyono, tak henti memuji semangat dan kegigihan anak didiknya itu. Ia mengakui, Suriyono adalah sosok yang gigih, pantang menyerah, dan rajin. Semangatnya bahkan menular pada Yusmia sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Kolaborasi antara dosen dan mahasiswa ini terjalin dengan baik. Yusmia selalu bersedia menyesuaikan waktu bimbingan dengan jadwal shift kerja Suriyono.

"Saya tidak langsung tanya besok bimbingan jam berapa, tapi saya tanya bapak besok shift apa, setelahnya baru kami mengatur jam bimbingan," jelas Yusmia di kesempatan terpisah.

Suriyono juga dikenal sebagai mahasiswa yang sangat tepat waktu. Yusmia teringat salah satu momen ketika Suriyono yang baru pulang kerja langsung menuju kampus untuk bimbingan, meski saat itu hujan lebat mengguyur.

"Pak Sur tidak pakai jas hujan, kebasahan dari rambut hingga bajunya. Saya yang khawatir takut bapak jatuh sakit," ujarnya sambil tersenyum.

Yusmia terkadang terheran-heran, dengan beban tugas yang besar di sela-sela pekerjaannya, ia bertanya-tanya kapan Suriyono beristirahat.

Namun, Suriyono adalah gambaran seorang pejuang. Ia menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya dengan baik, percaya bahwa hasil akhir akan sesuai dengan upaya yang dilakukan.

"Ketika KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Gombengsari, Pak Sur bukan sekadar melihat, tetapi juga turun sebagai petani. Penilaian dari teman-teman di Gombengsari untuk Pak Sur positif sekali," puji Yusmia.

Dengan kisah Suriyono, Yusmia berharap hal tersebut dapat menjadi cerminan untuk semangat menuntut ilmu ketika memiliki kesempatan. Serta memaksimalkan kesempatan yang dimiliki untuk meraih hasil terbaik.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post