Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI bersama beberapa Kakanwil BPN daerah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/5/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Sekjen Kementerian ATR/BPN Pudji Prasetijanto Hadi serta Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN). Rapat tersebut membahas masalah pertanahan di daerah-daerah.
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengusulkan agar Kementerian ATR/BPN bisa langsung menindak proses hukum agar tak ada lagi mafia-mafia tanah.
Awalnya, Rifqi menyoroti terkait perusahaan-perusahaan perkebunan yang memiliki lahan garapan yang luas tetapi lahan yang dimasukkan ke BPN hanya separuhnya.
"Izin usaha perkebunannya, Pak Sekjen 20 ribu hektare, tapi begitu dia memohon untuk mendapatkan HGU dia cuma mohon 2.293 hektare, ekuivalen dengan 10 persen," kata Rifqi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/5).
Rifqi menilai, luas lahan perkebunan oleh perusahaan-perusahaan itu bisa jadi lebih dari yang dilaporkan ke BPN. Tentu hal itu, menurut Rifqi, akan merugikan negara karena penerimaan negara yang tidak optimal.
"Ini contoh konkret betapa begitu sulitnya kita menegakkan hukum di sektor pertanahan, padahal presiden ingin ada penerimaan negara yang signifikan dari sektor ini pak," tuturnya.
Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI bersama beberapa Kakanwil BPN daerah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/5/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Politisi NasDem itu lantas mengusulkan agar Kementerian ATR/BPN punya kemampuan untuk mengeksekusi langsung apabila ditemukan pelanggaran hukum pertanahan. Dia mengatakan, jika diperlukan juga pihaknya bisa melakukan revisi terhadap UU Pertanahan.
"Saya coba pikirkan ke depan agar teman-teman ini punya kemampuan atau hak eksekutorial ke depan, Pak Sekjen, kalau perlu kita revisi Undang-Undang Pertanahan, kita hadirkan Direktorat Jenderal baru untuk kemudian melakukan penegakan hukum di sektor pertanahan," tutur Rifqi.
"Kita tuh tahu bahwa itu salah karena kita tidak bisa menegakkan karena Kementerian ATR/BPN tidak punya kewenangan untuk itu," lanjutnya.