Dari Koleksi Jadi Cuan, Eksistensi Para Penjual Vinyl & Kaset Pita di Jakarta - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Dari Koleksi Jadi Cuan, Eksistensi Para Penjual Vinyl & Kaset Pita di Jakarta
May 18th 2025, 10:00 by kumparanBISNIS

Toko Milers Record di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan
Toko Milers Record di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan

Di era musik digital, eksistensi melodi yang didengar dari piringan hitam atau vinyl sampai kaset pita masih memiliki tempat di hati para penggemar. Di Jakarta, toko vinyl dan kaset pita pun tak sulit dijumpai karena ada di beberapa lokasi.

Mulai dari Blok M sampai Pasar Santa, beberapa toko 'musik fisik' masih eksis berdiri dan memiliki pelanggan. Salah satu tempat yang menjadi salah satu surga vinyl sampai kaset pita adalah Pasar Santa.

Ketika masuk ke pasar di bilangan Petogogan, Jakarta Selatan, waktu terasa berputar ke era 1980-1990-an atau bahkan lebih jauh ke era 1970-an. Di lantai 2 pasar tersebut, berbagai barang yang dinilai vintage dan retro sangat mudah ditemui dan memiliki penggemarnya.

Di sana berbagai toko vinyl, kaset pita sampai kaset cakram (CD) banyak dijumpai. Biasanya para pengunjung baik pembeli maupun orang yang tertarik untuk melihat-lihat wujud musik fisik biasanya mulai ramai di atas pukul satu siang.

Pada Selasa (13/5), kumparan melipir ke salah satu dari 8 toko vinyl yang ada di Pasar Santa yakni Millers Records. Di sana, kumparan disambut oleh Abas (31) yang merupakan staf di Millers Records.

Ia mengungkap penjualan vinyl saat ini tak hanya dilakukan lewat penjualan langsung di toko namun juga merambah ke penjualan online melalui marketplace. Meski begitu, menurutnya penjualan langsung di toko masih lebih diminati. Dari total penjualan vinyl per bulan, keuntungannya pun bisa mencapai ratusan juta.

"Omzet tuh bisa Rp 100 juta, per bulan, kalau minat kebanyakan offline karena bisa lihat fisik, bisa ngobrol, bisa tanya referensinya, bisa nyari event," kata Abas saat ditemui kumparan.

Untuk segmen penggemar, Abas bilang vinyl sebenarnya digemari oleh anak muda maupun orang dewasa dari generasi millenial sampai generasi X. Salah satu alasan mengapa vinyl masih diminati menurut Abas adalah faktor keawetan vinyl itu sendiri sebagai barang koleksi.

Toko 33 RPM di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan
Toko 33 RPM di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan
Vinyl tuh termasuk paling barang yang paling bisa diwariskan ke anak-cucu, karena awet," ujarnya.

Saat ini, Millers Records hanya berfokus pada penjualan vinyl mulai dari Rp 75.000 sampai jutaan rupiah untuk vinyl cetakan awal atau first press. Meski begitu Ia menangkap biasanya vinyl first press hanya diminati oleh kolektor.

Di sana, vinyl yang dijual juga beragam mulai dari vinyl used atau sudah terpakai atau vinyl bekas sampai vinyl lama yang masih segel atau vinyl baru dari grup musik atau musisi era sekarang.

Selain Millers Records, kumparan juga menghampiri salah satu toko yang sempat dihampiri Ed Sheeran dan mendapat piringan dari Ed saat kunjungannya ke Jakarta pada Maret 2024 lalu. Sama seperti Millers Records, 33 RPM juga berfokus untuk menjual vinyl baik vinyl bekas, vinyl lama yang masih segel atau vinyl baru dari grup musik baru yakni 33 RPM.

Cerita Ivana Aludia Ribero bertemu Ed Sheeran. Foto: Dok. Pribadi/Ivana
Cerita Ivana Aludia Ribero bertemu Ed Sheeran. Foto: Dok. Pribadi/Ivana

Acin (22) seorang staf toko tersebut bercerita saat ini vinyl memang kembali digemari khususnya sejak pandemi berakhir. Segmentasinya pun beragam mulai dari anak muda sampai orang tua yang ingin bernostalgia dengan masa mudanya.

Kadang anak muda, entah itu pelajar sekolah atau kuliah. Tergantung kadang kan ada yang orang tua gitu dia kolektor, anak muda juga dia juga kolektor," kata Acin saat ditemui kumparan.

Ia melihat saat ini bisnis vinyl sejatinya tidak mati walau sempat mengalami pasang surut, hal ini karena menurutnya harga vinyl bisa semakin lama seiring waktu berjalan khususnya untuk vinyl first press. Di 33 RPM harga vinyl berkisar antara Rp 100 ribu sampai Rp 2 jutaan untuk vinyl first press.

Tak hanya Vinyl, kumparan juga menghampiri toko kaset pita dan CD yang ada di Pasar Santa. Pertama ada toko Kilas Balik yang berfokus menjual kaset pita grup musik dan musisi lokal.

Pemilik toko tersebut, Ulil (28) bercerita saat ini kaset pita juga masih mendapat tempat di hati para penggemarnya khususnya anak muda. Dari pengalamannya berjualan, Ia mengaku kebanyakan pelanggannya merupakan anak sekolah sampai mahasiswa.

"Kalau anak sekolah atau anak kuliah ini memang mereka benar-benar baru nemu, oh ada loh kaset gitu dan mereka pengin ngulik, jadi beberapa kali teman-teman pelanggan juga di sini sering balik lagi kesini," kata Ulil.

Kaset pita yang Ia jual juga memiliki harga yang beragam mulai Rp 100 ribuan sampai Rp 300 ribuan. Mahal dan murahnya kaset pita menurut Ulil dipengaruhi oleh digemari atau tidaknya album dari artis terkait.

Widi, pemilik The High Fidelity di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan
Widi, pemilik The High Fidelity di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan

Ia bercerita awalnya merintis usaha kaset pita karena dirinya memang hobi sebagai kolektor sejak 2016. Akhirnya Ia memutuskan untuk membuka toko di Pasar Santa pada tahun 2024.

Untuk keuntungan, Ulil bisa meraup keuntungan kotor sekitar Rp 7 juta per bulan. Terkait kebutuhan kaset pita untuk penjualan, Ia biasanya juga memanfaatkan para pelanggannya dengan menerima pelanggan yang ingin menjual kaset pita. Selain itu, Ia juga memanfaatkan jejaring media sosial untuk mencari koleksi yang bakal Ia jual.

Selain Ulil, salah satu toko kaset pita yang dihampiri kumparan adalah The High Fidelity milik Widi (45). Uniknya Widi juga menjual CD di mana CD agak sukar ditemukan di Pasar Santa.

Sejatinya Widi adalah pedagang lama di Pasar Santa yang memilih kembali berjualan. Ia sempat berjualan CD dan kaset pita sejak 2014 hingga 2018 dan berhenti karena terfokus pada pekerjaan lain di suatu agency periklanan. Namun Ia memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan bergelut kembali dengan dunia kaset pita sampai CD sejak 2024.

"Gue resign kerja per Juni. Nah gue pikir, wah temen-temen gue yang dulu masih di sini ada beberapa yang masih established. Bahkan lebih maju. Gue langsung berpikir, selama lo konsisten dan komitmen, bisa kok hobi itu jadi make it money," kata Widi.

Ia memiliki metode unik dalam berdagang, ketika semua toko berfokus pada satu barang, Widi justru berjualan berbagai macam barang dari kaset pita, CD, merchandise band sampai baju bekas. Menurutnya hal ini merupakan strategi untuk menutup keuntungan, Ia bercerita jika hanya mengandalkan keuntungan dari kaset pita maupun CD rasanya agak berat untuk mencapai keuntungan.

Dengan cara tersebut, Widi mengaku bisa mendapat untung hingga puluhan juta rupiah dalam sebulan.

"Di Rp 15-20 juta sebulan. Paling tinggi gue pernah nyampe di Rp 80 juta per bulan," ujarnya.

Toko Masuk Mal, Lebih Banyak Jual Vinyl Baru

Suasana PHR STC Senayan, Selasa (13/5/2025). Foto: kumparan/Argya Maheswara
Suasana PHR STC Senayan, Selasa (13/5/2025). Foto: kumparan/Argya Maheswara

Jika sebelumnya mengulik Pasar Santa, kali ini kumparan bergeser ke bilangan Senayan tepatnya di mal Senayan Trade Center (STC). Di sana, kumparan menghampiri Piringan Hitam Recordstore (PHR) yang ada di lantai dasar.

Dion (40) seorang store assistant di PHR mengungkap tren vinyl menurutnya sudah banyak digemari selama 10 tahun belakangan. Untuk itu baginya bisnis vinyl merupakan bisa dilihat sebagai salah satu bisnis yang menjanjikan.

"Karena banyak yang masih sampai sekarang itu, usia remaja sampai yang dewasa pun masih sangat menggemari piringan hitam. Banyak yang cari piringan hitam, mereka (anak muda) ingin merasakan format piringan hitam itu seperti apa, ingin merasakan experience-nya," kata Dion.

Saat ini selain di STC, PHR juga memiliki toko di Bintaro, Tangerang Selatan. Dari siklus penjualan yang ada, Dion melihat 90 persen segmen yang banyak membeli vinyl di PHR justru berasal dari kalangan anak muda. Hal ini menurutnya bisa terjadi karena tren analog kembali digemari.

Berbeda dengan beberapa toko vinyl di Pasar Santa, mayoritas vinyl atau 95 persen vinyl yang dijual PHR merupakan vinyl baru dari musisi baru atau musisi yang masih mengeluarkan karya dalam bentuk vinyl. Harganya pun beragam dari ratusan ribu sampai jutaan rupiah.

"Kondisi segel baru itu rata-rata range dari start dari Rp 400 ribu sampai ada yang box set itu Rp 8 jutaan. Kita yang remaster semua, kita kebanyakan remaster Kita pernah jual first press, cuma kita nggak spesifik di situ sih," ujarnya.

Untuk penjualan, PHR tak hanya mengandalkan penjualan secara langsung di toko melainkan juga penjualan online.

Basement Blok M Jadi Surga Kaset Pita sampai Vinyl

Kembali ke selatan Jakarta, kumparan juga tak melupakan Blok M sebagai tempat yang sering disebut sebagai 'pusat peradaban' anak gaul Jakarta. Tepatnya di Blok M Plaza, ketika masuk ke area pusat perbelanjaan yang ada di basement, deretan kios kaset pita, CD sampai vinyl berjajar dengan rapi.

Salah satu tempat yang dihampiri kumparan adalah Andi Twins Music yang menjadi legenda di kalangan penjual vinyl maupun kaset pita di Blok M. Pemiliknya Andi (54) mengaku sudah mulai berjualan sejak tahun 2001 atau hampir 25 tahun di sana.

Andi, pemilik toko Andi Twins Music di Blok M, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan
Andi, pemilik toko Andi Twins Music di Blok M, Selasa (13/5/2025). Foto: Argya Maheswara/kumparan

Untuk barang, Andi lebih menjual seluruh jenis musik fisik mulai dari vinyl, kaset pita sampai CD. Meski demikian kaset pita lebih dominan dan memiliki jumlah yang lebih banyak karena lebih banyak digemari. Untuk tren, Ia melihat baik kaset pita sampai vinyl mulai digemari sekitar 5 tahun belakangan khususnya oleh anak muda.

"Itu 5-7 tahun terakhir lah. Karena kan bagi mereka (anak muda) unik ini. Mereka suka kaset nih, kaset nomor 1. Kalau piringan hitam kan menengah ke atas, karena ada duit, perlu pemutarnya. Vinyl tetap laku tapi yang menengah ke atas," kata Andi ditemui di tokonya.

Dia biasanya menjual kaset pita maupun CD mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah untuk item koleksi. Sementara untuk vinyl, harga jualnya mulai ratusan ribu rupiah sampai belasan juta rupiah.

Gua pernah jual kaset Rp 2 juta, satu biji. Piringan hitam pernah gua jual Rp 8 juta, ada Rp 15 juta juga," ujarnya.

Untuk CD dan vinyl, biasanya Andi juga mengimpor barang dari luar untuk beberapa item yang banyak dilirik atau item koleksi.

Meski menjual musik fisik musisi lokal dan musisi asing, Andi bilang saat ini musik fisik lokal sedang digemari dunia. Untuk musik fisik yang diincar penggemar dari berbagai belahan dunia, harga jualnya juga dapat lebih tinggi.

"Musik Indonesia. yang lebih concern orang bule. Mau Jepang, Amerika, Eropa. Amerika, Latin, Afrika, Rusia dateng sini. Nyari Indonesia, karena unik (musiknya)," kata Andi.

Andi sendiri menjual musik fisik Indonesia dari era 1960-an sampai musisi-musisi era sekarang yang masih menerbitkan musik fisik utamanya band-band indie. Ia juga menceritakan alasannya memilih berjualan musik fisik untuk hidup.

Ia mengaku sempat bekerja di sektor keuangan selama beberapa tahun, namun atas panggilan hati Ia memilih untuk membuka toko di tahun 2001. Saat itu dorongan yang hadir adalah karena Andi merasa musik adalah hal yang menemaninya bertumbuh dan mengoleksi musik fisik sudah menjadi hobinya sejak duduk di bangku sekolah.

"Karena hobi itu bisa menghasilkan. Jikalau kamu punya kena PHK, enggak ada duit. Jadi berdampingan, kamu kerja tetap, usaha tetap. Karena hobi itu menghasilkan," kata Andi.

Banyak Orang Jual Musik Fisik

Dalam hampir 25 tahun perjalannya berjualan musik fisik, Andi mengungkap setahun belakangan penjualan memang cukup menurun.

"Sejak Jokowi pensiun sampai Prabowo ini, turun. Terus ada Donald Trump, perang tarif lah, macam-macam, undang-undang, eksportir-importir. Itu pengaruh, kan? Supply demand-nya," ujarnya.

Pegawai RRI Surabaya melakukan digitalisasi piringan hitam (vinyl) di Ruang Restorasi Piringan Hitam RRI Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/3/2022).  Foto: Rizal Hanafi/ANTARA FOTO
Pegawai RRI Surabaya melakukan digitalisasi piringan hitam (vinyl) di Ruang Restorasi Piringan Hitam RRI Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/3/2022). Foto: Rizal Hanafi/ANTARA FOTO

Selain itu, belakangan tokonya juga kerap mendapati orang yang menjual kembali kaset fisik karena kebutuhan. Beberapa orang biasanya menjual koleksi pribadi maupun koleksi musik fisik yang diturunkan dari generasi sebelumnya.

"Orang butuh duit jual, banyak nih krisis gini nih (yang jual). Butuh duit untuk hari-hari atau kena PHK," cerita Andi.

Meski demikian, Andi mengungkap musik fisik masih tetap digemari khususnya oleh para penghobi baik vinyl, kaset pita maupun CD.

"Kalau yang punya duit sih menengah ke atas, Kalau dia pengin tetap beli. Kalau yang menengah ke bawah kan agak mikir. Menengah ke bawah kan dia nabung atau nunggu gajian," ujarnya.

Meski begitu, untuk saat ini Ia melihat musik fisik baik itu vinyl, kaset pita dan CD sebagai hal yang memiliki nilai. Bahkan Ia bilang musik fisik bisa jadi salah satu instrumen investasi bagi para penggemarnya.

"Terutama musik Indonesia. Musik Indonesia yang indie. Suplai demand. Suplainya dikit. Cuma 300-500, demand-nya banyak dari seluruh Indonesia belum luar negeri. Jadi makanya harganya naik," kata Andi.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post