Mar 29th 2024, 08:46, by Wisnu Prasetiyo, kumparanNEWS
Juru Bicara Paslon 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Ganjar-Mahfud), Cyril Raoul Hakim, bicara soal kinerja MK dalam menangani Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Katanya, peran MK jangan dikerdilkan hanya untuk mengadili selisih suara. MK punya kewenangan yang lebih luas.
Menurutnya, dengan bergulirnya Permohonan PHPU dari paslon 03 dan 01 yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), semua pihak harus memberi ruang bagi MK tanpa membatasi kewenangan luas lembaga tersebut sesuai konstitusi.
"Jangan mengkerdilkan peran MK. Menurut saya, kalau kita bicara MK hanya menguji tentang perselisihan suara, untuk apa ada hakim-hakim yang begitu hebat yang dipilih dari situ," kata Chico dalam keterangannya Jumat (29/3).
Pada prinsipnya, katanya, MK berwenang mengadili apakah proses pemilu diselenggarakan sesuai azas langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.
"Makanya semua tergantung dari bagaimana kita memandang dan menempatkan posisi MK. Kalau bagi tim Ganjar-Mahfud, kami memandang MK sebagai The Guardian of democracy dia penjaga demokrasi kita, yang kedua dia adalah penjaga konstitusi kita," ungkap Chico.
Kata Chico, pihaknya menilai bahwa MK berwenang mengadili semua yang terkait dengan pelanggaran konstitusi, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilu.
"Kita melihat bahwa big picture Pemilu ini kan bukan soal hasil suara saja, selisih angka saja, tapi bagaimana proses ini terjadi. Kita sebut ada TSM, tentunya itu adalah rangkaian dari kejadian-kejadian yang kemudian mempengaruhi hasil pemilu," tutur Chico.
"Kami mengajukan permohonan PHPU ke MK karena menyadari ada masalah dalam pemilu yang tidak bisa didiamkan. Makanya kami membawa persoalan ini ke MK karena ada hakim-hakim yang punya pengetahuan hukum yang luas, mereka mampu melakukan tafsir-tafsir terhadap undang-undang, yang mungkin tidak mampu kita lakukan," sambungnya.
Chico bilang, secara prinsip dugaan pelanggaran TSM dalam penyelenggaraan pemilu yang dilaporkan pihaknya ada terkait dengan beberapa persoalan.
"Bicara soal terstruktur, sistematis dan masif, yang kita bawa ke MK kata-kata kunci untuk gugatannya ada nepotisme, abuse of power, dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu mulai pendaftaran calon presiden, hingga proses rekapitulasi," kata Chico.
Abuse of power yang dimaksud pihaknya yakkni dalam bentuk kebijakan yang dilakukan dengan cara mempolitisasi bantuan sosial (bansos). Ada empat aspek katanya.
Pertama, dari aspek waktu soal bansos di mana Presiden Jokowi menginstruksikan percepatan pencairan dana bantuan sosial sehingga bertepatan dengan proses Pilpres 2024.
Kedua, dari aspek jumlah bansos, Jokowi menaikkan dana perlindungan sosial untuk bantuan sosial secara masif hingga mencapai 496,8 triliun hanya beda tipis dengan anggaran yang digelontorkan ketika puncak-puncaknya Covid-19.
Ketiga adalah dari aspek penerima bansos. Menurutnya dilakukan dengan sasaran utama wilayah tempat elektabilitas paslon nomor urut 2 masih tertinggal, seperti di beberapa tempat di Jawa tengah dan Jawa Timur.
"Nah ini akan kita buktikan jadi apa yang disampaikan, di mana aja, akan kami ungkap di MK," kata Chico.
Keempat, dari aspek pembagi. Jokowi memastikan mayoritas pembagian bansos dilakukan oleh dirinya sendiri maupun aparatur negara yang menjadi bagian dari koalisi pendukung paslon 02 dengan tidak melibatkan Menteri Sosial.
"Satu lagi terkait dengan Bansos abuse of power ada pengerahan aparat, penggunaan aparat Polri melalui tekanan kepada aparat-aparat Desa juga terkait dengan pengaduan masyarakat kepada orang-orang yang kritis terhadap penyelenggaraan pemilu dan terhadap kecurangan-kecurangan Pemilu ini," ungkap Chico.
"Kita berjuang untuk demokrasi kita ke depan, karena kita menginginkan negeri ini berjalan sesuai koridor demokrasi yang sudah kita pilih melalui reformasi," tutur Chico.
Chico kembali menegaskan, pihaknya tak mempersoalkan menang kalah. Tapi lebih mempersoalkan jalannya proses pemilu.